Rosulullah Saw. Bersabda
,”Tak seorang nabi pun melainkan pasti mengembala kambing.’ Tidak juga engkau,
wahai Rosulullah?,’ tanya mereka. ‘Tidak juga aku. Dulu, aku mengembala kambing
milik penduduk Mekkah dengan beberapa qirath.” (H.R. al-Hakim). Menurut Syekh
Abu Bakar al-Jaza’iri, hikmah para Nabi mengembala kambing adalah persiapan
untuk mengatur umat manusia dengan lemah lembut dan kasih sayang. Karena kambing
lebih lemah dari unta dan sapi, dan memerlukan kelembutan.
Ketika Rosulullah kecil dalam pengasuhan pamannya, beliau
dengan segera untuk berusaha sekuat tenaga meringankan sebagian beban nafkah
dari pamannya. Diantaranya dengan menjadi pengembala kambing hingga usia 12 tahun beliau ikut berdagang
dengan pamannya, AbiThalib ke Syam. Syam merupakan wilayah koloni Imperium
Byzantine, Romawi Timur. Sekarang wilayah Syam terbagi dalam beberapa negara
seperti Suriah, Palestina, Libanon, dan Yordania.
Perjalanan dagang menuju Syam, kafilah dagang Abi Thalib
berhenti di Bashra. Mereka singgah di dekat biara sang rahib. Ada seorang
pendeta (rahib) bernama Bahira
memperhatikan seorang anak kecil yang terus diikuti oleh awan yang sedang menanguninya,
Bahira menemuinya, dan memulai percakapan. Bahira bertanya kepadanya, “Nak !
dengan hak Lata dan Uzza, aku meminta kepadamu, jawablah pertanyaanku.”
Rosulullah Saw. Berkata kepadanya, “jangan berkata dengan hak Lata dan Uzza,
karena tidak ada sesuatu pun yang ku benci seperti kebencianku kepada kedua
berhala tersebut. “ Bahira kembali bertanya, “Aku meminta kepadamu dengan hak
Allah, jawablah pertanyaanku.” Beliau berkata, silahkan tanyakan apa yang ingin
kau tanyakan.” Selama percakapan
tersebut Bahira yakin bahwa beliau adalah seorang Nabi yang dinantikan. Pertanyaan
Bahira kepada Abu Thalib, pamanya, tentang Rosulullah yang ditinggal mati oleh
ayah dan ibunya semakin meyakinkan bahwa tanda-tanda kenabiannya sudah jelas. Sebagaimana
yang diketahui oleh Bahira dalam kitab Taurat dan Injil. Bahira menyuruh Abi
Thalib untuk segera pulang, karena khawatir akan gangguan orang-orang Yahudi
terhadap dirinya. Abi Thalib segera menyelesaikan urusan dagangnya dan langsung
pulang ke Mekkah.
Pada usia 15 tahun Rosulullah terlibat dalam perang Fijar. Dinamakan
perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram dan
bulan-bulan suci. Perang Fijar ini melibatkan pasukan Quraisy bersama kinanah
melawan pihak Qais Ailan. Rosulullah Saw. Ikut bergabung dengan cara
mengumpulkan anak-anak panah untuk pamannya. Perang ini dimenangkan oleh
Quraisy dan Kinanah.
Pasca perang Fijar, Rosulullah Saw. Menghadiri dalam
perjanjian Hilful Fudhul. Peristiwa ini
dilatar belakangi oleh seseorang dari kabilah Zubaid yang datang ke Mekkah
dengan membawa barang dagangannya. Barang dagangannya dibeli oleh Ash bin Wa’il.
Ia tidak membayar, orang dari kabilah Zubaid menggalang persekutuan dengan
Abdud Dar, Makhzum, Jumah, Sahm, dan Adi. Mereka enggan untuk menolongnya. Karena
Ash bin Wa’il mempunyai kedudukan dan terhormat di Mekkah. Akhirnya ia naik ke
atas gunung dan meneriakkan bait-bait syair tentang kedzaliman yang menimpanya.
Zubair bin Abdul Muthalib keluar, dan berkata, “kenapa orang itu dibiarkan.” Akhirnya
Hasyim, Zuhrah, dan Taim bin Murrah berkumpul di rumah Abdullah bin Jud’an. Mereka
membuat perjanjian yang berisi tentang pembelaan terhadap orang yang teraniaya
melawan orang zalim sampai si zalim menunaikan hak terhadap orang yang ia
zalimi. Mereka menemui Ash bin Wa’il untuk mengambil hak orang Zubaidi darinya.
Peristiwa perjanjian Hilful
Fudhul terjadi pada bulan Dzul-Qa’idah pada bulan suci. Rosulullah Saw. Bersabda,
“Aku menghadiri sebuah persekutuan di rumah Abdullah bin Jud’an yang lebih aku
sukai daripada unta merah. Andai aku diundang (untuk menghadiri persekutuan
itu) dalam Islam, tentu aku penuhi.”
HIKMAH
Percakapan Rosulullah Saw. Dengan pendeta Bahira yang tidak
mau bersumpah dengan nama Lata dan Uzza menunjukkah bahwasanya beliau dari
kecil hingga bi’tsah (pengangkatan nabi dan rosul) bersih dari penyakit
kesyirikan yang melanda masyarakat Arab pada umumnya. Sebagaimana pernikahan Abdullah dengan Aminah
menunjukkan bahwasanya nasab Rosulullah terjaga dari dosa perzinahan yang pada
umumnya merajalela di kalangan bangsa Arab. Rosulullah Saw. Pernah berniat
ingin berbuat maksiat sebanyak dua kali, sebagaimana pemuda pada umumnya, namun
Allah Swt. Selalu membuatnya terkantuk dan akhirnya tertidur. Beliau pun tidak
mau lagi berniat untuk melakukannya lagi. Hal ini karena semata-mata inayah dari Allah Swt.
Pekerjaan Rosulullah Saw. Dari mulai mengembalakan kambing hingga
berdagang ke Syam merupakan akhlak yang mengungkapkan rasa syukur, kecerdasan watak,
dan kebaikan perilaku beliau. Keterlibatan
Rosulullah Saw. Remaja dalam perang Fijar dan perjanjian Hilful Fudhul memiliki dampak yang besar pada nantinya ketika
diangkat menjadi Nabi dan Rosul dalam membuat perjanjian dan memimpin
peperangan. Itulah cerita singkat
Rosulullah Saw. Dalam kemandirian usaha dan peningkatan kapasitasnya.
Kisah ini bersumber dari;
1.
Sirah Nabawiyah karya Abu Bakar al-Jaza’iri
2.
Sirah Nabawiyah karya Said Ramadhan al-Buthy
3.
Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman
al-Mubarakfury
4.
Khulasoh Nurul Yaqin karya Umar Yahya Abdul
Jabar juz 1
sselesai di kaki Gunung Gede Pangrango yang dingin.