Faktor Utama Kebangkitan Kesadaran Nasional Indonesia

Sejarah Indonesia mencatat bahwa pelopor gerakan kebangkitan adalah Boedi Oetomo yang didirikan pada 20 Mei 1908. Padahal, dalam realita sejarahnya, justru keputusan Kongres Boedi Oetomo di Surakarta, menolak pelaksanaan tjita2 persatoean Indonesia, 1928 M.

Walaupun kongres ini dilaksanakan pada 1928, saat Boedi Oetomo sudah berusia 20 tahun (1908-1928 M), sikapnya sangat kontradiksi dan eksklusif dengan realitas gerakan nasional saat itu yang sedang membangun kesadaran nasional dan membangun kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Boedi Oetomo menolak pelaksanaan tjita2 persatoean Indonesia dan lebih mengutamakan sistem keanggotaannya yang terbatas bangsawan suku Djawa, serta gerakannya sebagai gerakan Djawaisme.


Dalam masalah penyebab terjadinya kebangkitan nasional, George Mc Turner Kahin, 1970, dalam Nationalism and Revolution In Indonesia, sangat berbeda dengan para penulis sejarah dari Barat. Kahin lebih menekankan faktor utama penyebabnya adalah Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia. Ditandaskan bahwa terbentuknya integritas nasional dan tumbuhnya kesadaran nasional di Indonesia, dipengaruhi oleh faktor utama berikut ini.

Pertama, terbentuknya kesatuan agama bangsa Indonesia. Agama Islam dianut oleh 90 persen penduduk dan tidak hanya dianut oleh penduduk Pulau Jawa, tetapi juga dianut oleh penduduk luar pulau Jawa. Kesamaan keyakinan Islam ini, menjadi dasar terbentuknya solidaritas perlawanan terhadap Keradjaan protestan Belanda dan pemerintah kolonial Belanda sebagai penjajah yang melancarkan Politik Kristenisasi.

Kedua, Islam tidak hanya sebagai agama yang mengajarkan perlunya membangun jamaah. Islam juga sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah asing Barat. Seperti yang telah dikemukakan oleh W.F. Whertheim, ketika terjadi penetrasi imperialis Katolik Portoegis di Indonesia, mendorong raja-raja Hindoe dan Boeddha , masuk Islam. Hal ini akibat invasi imperials Katolik Portoegis atas India, merusak kehidupan masyarakat Hindoe dan Boeddha. Selanjutnya, proses pengaruh Islam semakin kuat dan meluas ketika terjadi penindasan imperialis Protestan Belanda menggantikan imperialis Katolik portoegis.

Ketiga, faktor lain yang mendorong terbentuknya integritas nasioanal adalah adanya perkembangan bahasa Melayu Pasar berubah menjadi Bahasa Persatuan Indonesia. Perubahan ini terjadi sebagai akibat kebijaksanaan Keradjaan Protestan Belanda dalam upaya melestarikan penjajahannya dengan menciptakan rasa rendah diri (inferiority) umat Islam Indonesia

(tulisan ini diambil seluruhnya dari buku API SEJARAH jilid I karya Ahmad Mansur Suryanegara halaman 339-340. Sebagai pengurus KAMMI Komisariat Unisba, pernah mengundang beliau sebagai pemateri bedah bukunya)

0/Post a Comment/Comments