Dari dulu saya mengagumi dengan seseorang yang sangat
berpengaruh sampai saat ini. Mempelajari kisahnya tidak pernah bosan sama
sekali. Beliau memang dulunya terlahir sebagai anak yatim. Baiklah saya akan
menguraikan kisahnya sebagai berikut ini.
Seorang ayah yang terpandang menikahkan anaknya bernama
Abdullah dengan seorang wanita yang baik dan terhormat oleh kalangan sukunya.
Mereka berdua melangsungkan pernikahan suci, walaupun pada waktu itu berada di
tengah-tengah moral yang sudah rusak. Tidak lama kemudian sang wanita tersebut
hamil, dan ini berita gembira bagi kedua keluarganya.
Suatu hari sang ayah menyuruh anaknya yang paling dicintainya
untuk pergi ke Yastrib untuk mengurus kebun kurma. Sang anak itu meninggal
dunia di sana, ini merupakan berita sedih bagi istri sang anak itu yang sedang
hamil, sekaligus sang ayah merasa kehilangan yang sangat mendalam.
Ketika pasukan gajah gagal menyerang Ka’bah, lahirlah
seorang bayi lelaki dari sang wanita itu. Sang ayah sudah menjadi kakek untuk
si bayi yang sudah yatim itu, sang kakek ini memberikan nama untuk bayi yatim
ini bernama MUHAMMAD serta mendoakanya di dalam Ka’bah. Sebuah nama yang belum ada
pada waktu itu, nama yang sangat bagus.
Muhammad kecil diasuh oleh Halimah di perkampungan bani
Sa’d. Pada usia 5 tahun dikembalikan pada ibunya, sang wanita itu bernama
Aminah. Aminah dan Muhammad kecil meminta ijin untuk berziarah ke makam ayahnya
di Yastrib. Sang kakek mengijinkan mereka berdua dengan senang hati. Mereka
berdua disertai rombongan lainya pergi ke Yastrib, dan tinggal di sana selama
sebulan. Kemudian mereka bersiap-siap akan pulang kembali ke Mekkah, di tengah
perjalanan, ibunya Muhammad kecil ini jatuh sakit, dan akhirnya meninggal di
Abwa. Kini Muhammad kecil itu berstatus yatim piatu, dia tidak pernah merasakan
kasih sayang ayahnya, apalagi di pangkuan ibunya hanya sebentar. Kita pasti
akan menangis jika melihat seorang anak yang masih kecil ditinggal mati oleh
kedua orang tuanya.
Kini Muhammad kecil itu berada dalam pangkuan sang kakek.
Sang kakek mendekapnya dengan erat, karena cucunya ini harus menghadapi cobaan
yang berat atas lukanya yang lama. Sang kakek menyayangi Muhammad kecil ini
lebih dari anak-anaknya sendiri. Sayangnya sang kakek itu pergi telah tiada
ketika Muhammad kecil berusia 8 tahun.
Paman Muhammad kecil itu bernama Abu Thalib mengasuhnya, dan
menganggapnya sebagai anak kandungnya sendiri.
Beliau mengerti keadaan ekonomi pamannya, Beliau mengembala kambing
punya orang dengan beberapa upah. Beliau tidak mau menjadi beban bagi pamannya.
Ketika ekonomi pamannya membaik, beliau waktu itu berusia 12 tahun diajaknya
oleh paman untuk berdagang ke wilayah Syam.[1]
Perjalanan dagang lintas negara ini lah yang membuat Muhammad kecil itu harus
belajar, dan beliau belajar bagaimana menjadi pedagang yang baik.
Dari usia sekitar 15 hingga 20 tahun ada dua peristiwa yang
dihadiri oleh Muhammad Muda itu. Yang pertama peperangan Fijar, dan kedua peristiwa Hilful
Fudhul. Dalam peristiwa perang Fijar usia
Muhammad 15 tahun, beliau mengumpulkan anak-anak panah untuk pamannya. Setelah
peristiwa tersebut, beliau ikut serta dalam peristiwa Hilful Fudhul. Peristiwa Hilful
Fudhul ini sebagai tempat musyawarah untuk memberikan keadilan kepada orang
yang terdzolimi. Kedua peristiwa ini memberikan pengaruh yang besar pada
dirinya pada masa yang akan datang.
Ketika Khadijah, seorang wanita kaya raya dan terhormat,
memberikan kepercayaan kepada Muhammad muda untuk memperdagangkan
barang-barangnya ke Syam. Kepulangan dari Syam, beliau membawa keuntungan yang
besar, dimana belum pernah terjadi sebelumnya. Selain kepandaian Muhammad muda
dalam berdagang, Khadijah pun terpikat dengan akhlaknya. Inilah ketertarikannya
Khadijah yang berujung dalam pernikahan yang suci.
Muhammad muda terlibat dalam renovasi Ka’bah. Ketika terjadi
perselisihan hampir terjadinya perang, beliau menghamparkan kain selendang lalu
meletakkan batu Hajar Aswad di
atasnya. Lalu beliau menawarkan tiap pemimpin kabilah untuk memegang
bersama-sama, dan memindahkannya secara bersama-sama ke tempat maqam dekat Ka’bah. Solusi ini sangat
jitu, semuanya puas dan memberikan gelar al-Amin
(terpercaya) untuknya.
Ketika Muhammad berusia 40 tahun menerima wahyu, dan mulai
berdakwah secara rahasia. Mulai saat itulah Muhammad dipanggil dengan
Rosulullah Saw. Beliau mulai dimusuhi oleh kaumnya ketika berdakwah secara
terang-terangan. Padahal sebelumnya, beliau orang yang sangat terpercaya.
Berbagai ujian dihadapinya dengan sabar, terlebih paman dan istrinya telah
tiada ujian semakin berat. Beliau bersama Abu Bakar ra berhijrah ke Yastrib yang kemudian hari berubah menjadi Madinah.
Sebelumnya berangkat hijrah, beliau menyuruh kepada Ali bin Abi Thalib untuk
mengembalikan semua barang titipan kepada pemiliknya. Ah luar biasa beliau ini,
ditengah gangguan semakin keras terhadap dirinya, tapi tidak lupa pada amanah
yang diembannya.
Rosulullah Saw. mengubah nama Yastrib menjadi Madinah.
Beliau membangun masyarakat Madinah menjadi masyarakat beradab sebagai pondasi
utama jayanya Peradaban Islam. Dalam peperangan pun, beliau menguasai strategi
militer dengan sangat baik. Dalam perang Uhud jika pasukan pemanah taat atas
perintah beliau, peperangan akan dimenangkan oleh pasukan Islam. Begitu pula
dalam perang Khandak/Ahzab, beliau memanfaatkan sarannya Salman al-Farisi dan
siasat lainnya dalam memenangkan peperangan tanpa bertempur sama sekali.
Padahal, pasukan yang dipimpin oleh Abu Sufyan sangat banyak dan merupakan
pasukan koalisi berbagai kabilah.
Ketika kaum Quraisy melanggar perjanjian damai Hudaibiyah
pada tahun 8 H, Rosulullah bersama 10.000 pasukannya bergerak menuju Mekkah. penaklukkan
Mekkah tanpa adanya pertumpahan darah sama sekali. Beliau mengembalikan tempat
suci Ka’bah seperti semula yang dibangun oleh nenek moyangnya, Nabi Ibrahim dan
Ismail. Di mana Nabi Ibrahim bersama putranya membangun Ka’bah sebagai rumah
ibadah yang pada waktu itu tidak ada sama sekali patung-patung berhala sesembahan.
Inilah kenapa kita harus belajar dari anak yang terlahir
sebagai yatim. Menghadapi berbagai ujian yang berat dengan tegar dan sabar.
Tidak lah aneh jika penulis ternama, Michael H. Hart, menempatkan Rosulullah
pada peringkat pertama tokoh yang paling berpengaruh.
Selesai di kaki gunung Gede Pangrango yang dingin.
*Tulisan ini pernah diterbitkan di UCNews
[1] Syam
dulu merupakan koloninya Byzantine (Romawi Timur, kini terbagi wilayah negara
Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania.