Cara Dakwah Walisongo Yang Profesional

Islamisasi di Nusantara tidak terlepas dari peran dakwah para da’i. Di nusantara yang lebih dikenal dakwahnya walisongo. Pada tulisan ini akan menerangkan cara-cara dakwah para wali yang profesional yang mampu memikat masyarakat Nusantara untuk masuk Islam.

Syekh Maulana Malik Ibrahim

Ia berasal dari Samarkand, Asia Tengah. Setelah merasa cukup berdakwahnya di Campa, Kamboja, ia merantau ke pulau Jawa, yakni desa Sembalo yang ada di Gresik. Pada waktu itu merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit. Aktivitas dakwah pertamanya membuka warung  dengan menyediakan bahan-bahan pokok yang murah. Ia juga menyediakan pengobatan secara gratis dan mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia pun mampu merangkul masyarakat kasta bawah yang disisihkan dalam Hindu. Pada waktu itu masyarakat sedang dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Memang tepat cara berdakwahnya Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Sunan Ampel

Nama aslinya adalah Raden Rahmat, ia merupakan anak tertua dari Syekh Maulana Malik Ibrahim. Ia pernah singgah di Palembang selama 3 tahun, lalu melanjutkan perjalanan ke Gresik.  Sunan Ampel memiliki hubungan politik dengan kerajaan Majapahit sehingga ia dikasih hadiah berupa daerah yang berawa-rawa, di Ampel Denta. Di sana ia membangun dan mengembangkan pondok pesantren, lalu menyebarkan para santrinya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura. Ia juga ikut membidangi berdirinya Kerajaan Islam Demak. Sultan pertamanya, Raden Patah, merupakan santrinya.

Sunan Giri

Sunan Giri merupakan salah satu muridnya Sunan Ampel. Ia membuka pesantren di desa Sidomukti, selatan Gresik. Ia juga merupakan penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak.

Sunan Gunung Djati

Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Ia merupakan saudara iparnya Sultan Trenggana Kesultanan Demak yang diutus untuk berdakwah di Jawa Barat. Ia dikenal sebagai pendiri Kesultanan Islam Cirebon dan Banten.

Sunan Bonang

Sunan Bonang merupakan anaknya Sunan Ampel. Selain menjadi imam resmi pertama Kesultanan Demak, ia suka berkelana ke daerah-daerah sulit. Ia membuat beberapa karya dalam sastra, dan mengubah gamelan Jawa (nuansa Hindu) dengan memberi suasana baru. Tembang ‘Tombo Ati’ merupakan salah satu karyanya.


Sunan Drajat

Ia juga merupakan anaknya Sunan Ampel, lalu ditugaskan oleh ayahnya untuk berdakwah di pesisir  Gresik. Dalam berdakwah ia mengambil cara ayahnya, tidak banyak mendekati budaya lokal. Ia mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, kini bernama desa Drajat, Paciran-Lamongan.

Sunan Kalijaga

Cara dakwahnya sama yang dilakukan mentornya, Sunan Bonang. Paham keagamaanya cenderung ‘sufistik berbasis salaf’. Ia lebih memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana dakwahnya, karena ia sangat toleran dengan budaya lokal. Prinsip dakwahnya; masyarakat harus didekati secara bertahap, mengikuti sambil mempengaruhi. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwahnya.

Sunan Kudus

Sunan Kudus banyak berguru kepada Sunan Kalijaga. Karena para wali kesulitan berdakwah di Kudus yang notabenenya masyarakat yang sangat taat pada ajaran Hindu dan Budha, maka diutuslah Sunan Kudus ke sana. Sunan Kudus cara berdakwahnya suka menggunakan simbol-simbol Hindu dan Budha. Misal, untuk memancing minat masyarakat Kudus untuk pergi ke Masjid mendengarkan dakwahnya, ia sengaja menambatkan sapi (binatang yang dimuliakan dalam Hindu) di halaman masjid. Masyarakat Hindu menjadi simpati, dan mendengarkan penjelasan Sunan Kudus tentang Qur’an Surat al-Baqarah yang kebetulan artinya adalah ‘sapi.’

Sunan Muria

Ia merupakan anaknya Sunan Kalijaga. Ia banyak mengambil cara dakwah ayahnya, namun lebih menyukai tinggal di daerah terpencil dan jauh dari pusat kota untuk berdakwah. Ia pandai bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan bercocok tanam, berdagang, dan melaut.

Hikmah

Kewajiban berdakwah bukan hanya tugas para ulama, tetapi setiap muslim. karena ada tuntutan untuk berdakwah walaupun hanya satu ayat. Menggabungkan cara dakwah dengan keahlian tertentu sangat dianjurkan, sebagaimana dakwahnya walisongo disesuaikan dengan kondisi dan keahlian tertentu. Semoga tulisan ini bermanfaat.

(Sumber gambar: MohLimo.com)
Selesai di kaki gunung Gede Pangrango

0/Post a Comment/Comments