Ini Rahasia Barakahnya Pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah az-Zahra

Pembaca sudah mengenal Ali dan Fatimah. Bagi saya, mereka berdua adalah pasangan ideal yang penuh barakah. Pernikahan yang barakah itu telah melahirkan keturunannya yang penuh dengan kebaikan dan kemuliaan. Kita mengenal anak-anaknya; Hasan, Husain, dan Zainab. Mengenai keutamaan mereka, banyak buku yang membahasnya.

( Foto : Dwiseptia.com)
Kita mengenal pendiri mazhab Fiqh Syafi’i, namanya lebih dikenal Imam Syafi’i sebagai peletak dasar ‘ushul fiqh. Melalui nasab jalur ibunya, ia bersambung pada Fathimah az-Zahra. Kita mengenal Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani sebagai orang yang memperhatikan perintah dan larangan. Ia pun memiliki garis nasab yang bersambung pada Fathimah az-Zahra.

Kemuliaan keturunan Ali dan Fathimah tidak hanya terletak pada kemuliaan mereka berdua, tetapi yang lebih penting terletak pada pernikahannya yang barakah. Sebuah pernikahan yang diridhai oleh Allah Swt. Kemudian Fathimah az-Zahra menjadi madrasah bagi Hasan, Husain, dan Zainab. Ia mendidiknya dengan keteguhan yang mengagumkan.

Rosulullah Saw., bersabda, “seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya. (H.R Ath-Thabrani)

Bagaimana proses pernikahan barakahnya Ali dengan Fathimah? Saya akan menceritakannya di bawah ini. Saya merangkumnya dari buku Kado Pernikahan untuk Istriku karya Mohammad Fauzil Adhim.

Ketika Ali bin Abi Thalib hendak menikahi puterinya Rosulullah, Fatimah, Ali menjual baju besinya untuk membayar mahar. Baju besi itu dibeli oleh ‘Utsman bin Affan seharga 400 dirham, kemudian ‘Utsman memberikannya kembali sebagai hadiah. Ia menyerahkan uang tersebut kepada Rosulullah, kemudian beliau memberikan sebagian uang kepada Asma’ untuk membeli wewangian, sebagian uang tersebut diberikan kepada Ummu Salamah untuk makanan, sebagian diberikan kepada 3 sahabatnya (Abu Bakar, ‘Ammar, dan Bilal) untuk membeli perlengkapan dan perabotan rumah tangga sederhana untukn Fathimah.

Kata Mohammad Fauzil Adhim dalam bukunya, ‘Padahal ayahnya seorang pemimpin, seorang tokoh besar yang disegani dan dihormati. Andaikan Rosulullah mau yang jauh lebih mewah, beliau akan bisa mendapatkan dengan cara apa pun. Tetapi Rosulullah tidak melakukannya. Di sini ada yang bisa kita renungkan.’

Sebagai istri, Fatimah az-Zahra tidak pernah membuat marah suaminya. Bahkan Ali bin Abi Thalib berkata, “Ketika aku memandangnya, hilanglah kesusahan dan kesedihanku.”

Rosulullah melihat Fathimah sedang menggiling dengan kedua tangannya sambil menyusui anaknya. Mengalirlah kedua mata beliau.

“Anakku,” kata Rosulullah, “engkau menyegerakan kepahitan dunia untuk kemanisan akhirat.”

Mendengar ucapan ayahnya, Fathimah mengatakan, “Ya Rosulullah, segala puji bagi Allah atas nikmat-Nya, dan pernyataan syukur hanyalah untuk Allah atas karunia-Nya.”

Subhanallah, betapa mulianya Fathimah az-Zahra sebagai istri Ali bin Abi Thalib. Ia seperti yang disabdakan oleh Rosulullah Saw., “seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk akhlaknya. (H.R Ath-Thabrani)

Inilah rahasia pernikahan barakahnya Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah az-Zahra. Dari pernikahan yang barakah ini melahirkan keturunan-keturunan yang penuh kemuliaan hingga saat ini.

Selesai di kaki gunung Gede Pangrango




0/Post a Comment/Comments