Situasi yang dikisahkan dalam ayat berikut merupakan bukti
bahwa waktu sebenarnya merupakan cerapan psikologis.
Seperti orang yang melewati sebuah dusun yang sudah runtuh
sampai ke tap-atapnya, ia berkata, “Oh, bagaimana Allah menghidupkan semua ini
ssetelah mati?” lalu Allah membuat orang itu mati selama 100 tahun kemudian
membangkitkannya kembali, Allah berfirman sebagai berikut.
“Tidak, bahkan seratus tahun. Maka lihatlah makananmu, tidak
rusak. Tetapi lihatlah keledaimu; dan akan kami jadikan engkau suatu tanda bagi
manusia; dan lihatlah tulang-belulang itu bagaimana kami menyusunnya kembali,
kemudian Kami membalutnya dengan daging. Maka setelah jelas kepadanya ia pun
berkata, ‘Aku tahu bahwa Allah berkuasa atas segalanya.” (QS. Al-Baqarah, 2:
259)
Ayat di atas jelas menekankan bahwa Allah, yang menciptakan
waktu, tidak dibatasi oleh waktu. Sebaliknya, manusia dibatasi oleh waktu, yang
ditakdirkan Allah. Seperti dalam ayat itu, manusia bahkan tidak mampu
mengetahui berapa lama ia tertidur. (Harun Yahya, Memahami Allah Melalui Akal)