TARIAN FAJAR MENGEJAR MALAM


Tarian fajar mengejar malam, telah dimenangkan oleh pagi. Pagi ini yang mulai berkabut, seperti sejarah tanah air kita. Beruntunglah masih hidup berjuta mata menjadi saksinya dengan mengajak telinga, hati, serta pandangan dan ingatan nya tentang jeritan tersayat hari hari lalu.


Berkolaborasi dengan gadget yang mengarungi sinyal-sinyal dan lautan maya internet penuh kuota, kesaksian mereka akan kekejaman pasukan merah mulai membahana ke seantero hati anak-anak negeri. Membuka kabut kelam, yang bercampur dan terkontaminasi dengan putar balik fakta dari mulut-mulut sampah yang mengaku sebagai korban.
"Kebenaran bisa sampai apapun bentuknya. Bagi saya, ... , kebenaran adalah kebenaran yang getarannya bisa dirasakan setiap orang"
{Seno Gumira Ajidarma}
Sebelumnya telah menjadi juang mereka meneriakkan ; "komunisme sudah mati!", "Kami adalah korban, konflik internal AD", "Ini semua karena Hatta!"(1948), "lihatlah kami yang dibantai".
Klandestine susuri bawah tanah rayu bujuk anak anak muda buta arah, selama Orba berkuasa. Tanpa perimbangan versi lainnya bayi2 buta arah pun langsung percaya gombalan sampah sesak serapah.
Tahun ini mereka melongok angkuh lagi, memutar kaset lama. Tp lupa kalau ini zaman informasi dimana kabar pasti berkecapatan tinggi akan sampai ke depan sanubari. Pasca debat panjang bersama Karni, mereka lunglai. Gombal versi jualan terpatahkan...anak-anak jenderal, ulama, dan para korban segera beri kabar kepastian. Yang bukan fiksi. Yang bukan keluar dari kecengengan abadi. Namun bersinar dari kebanggaan atas moyangnya yang langsung dijemput bidadari karna syahid meregang nyawanya sehidup semati.
Maka paklik dan saudara2 nya segera menumpas jaring merah dengan penuh gairah fisabilillah, pada masa itu, pada masa lalu, tentunya juga pada masa kini dan hari nanti.
Mari putar sebentar jejak mereka dalam globe bumi. Sejak lama mereka bergabung padu menyatu dengan komunis inernational. Beda pandangan berkelebat padat antar tetua dunia pada golongan mereka. Pada tahun tahun itu, 1950 an-1970an, Soviet berkata, setiap komunis adalah seluruh rakyat, tiap partainya bisa berdampingan (ko-eksistensi) secara damai dengan kaum imperialis. Dan SETIAP PARTAI KOMUNIS DAPAT MENGAMBIL ALIH KEKUASAAN NEGARA MELALUI KEMENANGAN UMUM (TIDAK HARUS DENGAN JALAN REVOLUSI PROLETAR).
{Firoz Fauzan, 2011, Civil War Ala PKI 1965, Accelarate Foundation; hal.2, }
Satu prinsip yang dicibir tetua merah di tanah panda. Satu satunya jalan bagi partai komunis untuk berkuasa adalah REVOLUSI!! Lantang mereka. Tentang mereka.
Agustus 1965, Aidit melawat ke Moskow, menjelaskan tata rapi rencana revolusi berdarah Anem Lima. Tetua Soviet tak sejalan sehadapan. Namun sebaliknya, tour nya ke PKC Di Tiongkok, membuat girang hatinya karena tetua panda merah menyetujui nya.
Akhirnya, meletuplah nafsu merah angkara murka. Membantai seluruh musuh dari kaum tentara dan agama.
Empat Lapan mereka berpesta, Lima lima mereka tinggi angka dalam pemilu raya. Enam enam mereka berpesta darah saudara-saudaranya, dan kita bisa tebak babak berikutnya.....
Aku pernah bertemu dengan pendekar hijau yang meneliti sumur2 pembantaian ulama dan tentara oleh kaum merah haus darah perongrong Pancasila. Beliau bersama teman2 di "Tim Pengkajian Pelanggaran HAM oleh PKI" yang dibentuk berdasarkan SKep KOMNASHAM No.22/Komnas HAM/VII/2004/ 1 Juli 2004; telah mengumpulkan banyak cerita fakta. Merekam nanah luka hati dan air mata Anak-anak korban pembantaian yang dilakukan kaum merah perusak negeri.
Satu kata yang teringat dari sang Pendekar HAM padaku sebelum kami sempat berpelukan dan berpisah, satu
kesimpulan dari wawancara di pulau Buru dan tempat beraroma senada, peringatan dan wasiat untuk kesiagaan utk kita pembela agama dan Pancasila ;
"48 adalah gladi kotor
65 adalah gladi bersih .......

* Catatan : Judul, gambar, dan konten tulisan diambil seluruhnya dari akun Fb beliau

0/Post a Comment/Comments