“Turki akan menjadi target konspirasi luar....," Said Erdogan

Sejak senin lalu menjelang referendum Kurdistan, Presiden Erdogan banyak memberikan komentar terkait dengan referendum tersebut. Namun, sepertinya pernyataan yang paling berbahaya adalah yang diungkapkan dalam yudisium Akademi Polisi Turki kemarin yaitu “Turki akan menjadi target konspirasi luar. Konflik yang terjadi di Irak dan Suriah merupakan bagian dari konsirasi tersebut. Pendirian negara Kurdi adalah bagian dari upaya untuk menanam konflik yang tidak ada akhirnya di Wilayah”. Setidaknya Mr. Erdogan sadar atau tidak sudah mengakui apa yang sering dikatakan oleh Mr. Assad. For sake of old days, bro!

Tampaknya, Turki adalah target terbesar para cucu Laurence of Arabia, pertama karena Turki adalah kantong Kurdi terbesar, kedua Turki adalah salah satu kekuatan terbesar di Kawasan yang cukup solid dan mengkhawatirkan, ketiga Turki belum terjangkit konflik “buatan” seperti yang terjadi di Irak dan Suriah, dan keempat karena Turki selaku anggota NATO sudah mulai “membangkang” dan membuat aliansi baru dengan Abu Ali Vladimir Putin.
Presiden Erdogan pernah mengatakan bahwa segala kemungkinan bisa terjadi dalam menghadapi Kurdistan, termasuk kemungkinan intervensi militer. “Pasukan Turki bisa saja masuk ke Utara Irak dalam hitungan jam tanpa diketahui oleh siapapun! Dan, apabila perbatasan ditutup, maka warga Kurdistan akan menderita kelaparan!”. Kira-kira begitu yang dikatakan presiden Erdogan dalam sebuah kesempatan. Pertanyaannya, apakah Turki berani melakukan ancamannya itu? dan apakah Barat yang merupakan dalang dibalik konspirasi itu akan tinggal diam melihat 5 juta warga Kurdi kelaparan?
Titik lemah Aliansi Anti-Referendum Kurdistan (Irak, Iran, Turki, Suriah) adalah Turki, dan presiden Erdogan sendiri tepatnya. Karena dari 4 kepala negara itu, hanya Erdogan saja yang sangat pragmatis. Bisa saja Erdogan melupakan ancaman-ancaman tadi ketika bersebrangan dengan kepentingannya, utamanya kepentingan Ekonomi. Mr. Presiden ini selalu mengikuti arah angin pragmatisme. Contoh? You do the math!
Mr. Mesut Barzany sangat memahami hal itu, makanya kemarin dia membuat pernyataan yang dipublikasi oleh salah satu harian Turki, “ Kita tidak ingin negara merdeka yang berujung pada perang dengan negara tetangga. Kemerdekaan Kurdi sama sekali tidak bertujuan untuk mengganggu stabilitas nasional Turki. Menutup perbatasan tidak memberikan kemaslahatan bagi Kurdi dan juga bagi Turki. Volume perdagangan Kurdi-Turki mencapai USD 10 miliar tahun lalu dan tahun ini diperkirakan akan mencapai USD 16 miliar!”. Dalam hal ini, Mr. Barzany benar-benar berbicara dengan Bahasa yang sangat dipahami oleh Mr. Erdogan.
Perbatasan Turki-Utara Irak masih terbuka sampai tulisan ini diupload, dan pipa gas Jihan-Kirkuk yang merupakan urat nadi untuk wilayah Kurdistan masih beroperasi seperti biasa. Pipa dari Kirkuk Irak tersambung ke Jihan di Turki dan dari Jihan menuju ke Israel. Israel mengimpor sekitar tiga perempat dari total produksi atau sekitar 500 ribu bpd.
Hari ini, PM. Benali Yildirim menenangkan rakyat Turki dengan mengatakan bahwa Turki tidak akan memulai perang apapun di Kawasan. Mungkin pernyataan itu juga ditujukan kepada Kurdistan.
Selama ini, Turki selalu berperang secara proxy, dan berusaha semaksimal mungkin agar pasukannya tidak terlibat perang secara langsung. Kecuali kalau memang tidak ada jalan lain, seperti yang terjadi di Utara Suriah, di kota Al Bab khususnya. Dan tidak menutup kemungkinan kalau memang harus terjadi perang kali ini, Turki akan memberikan proxy bagi sekutunya Irak atau Iran.
Kurdistan sudah menentukan masa depannya melalui referendum dengan kemenangan bagi “Yes” lebih dari 91 persen. Sedikit demi sedikit Kurdistan akan mendapatkan pengakuan dan menjadi negara yang sebenarnya. Kurdistan akan memiliki perbatasan secara resmi dan terbuka dengan negara tetangga, dan bahkan sangat mungkin akan meluas mengingat warga Kurdi tersebar di regional dalam jumlah yang sangat besar. Persis seperti perbatasan Israel, sedikit demi sedikit melebar dan meluas, dan tampaknya Turki akan menjadi makanan empuk untuk ekspansi perluasan wilayah Kurdistan.
Seandainya Presiden Erdogan sadar sejak awal akan bahaya Kurdistan, dan tidak terlibat dalam konflik di Kawasan dengan negara-negara tetangganya sesama muslim, dan menyadari bahwa Iran, Irak dan Turki adalah medan selanjutnya untuk konflik. Israel yang mendukung kemerdekaan Kurdistan secara terang-terangan, yang sebelumnya juga mendukung untuk memecahkan Sudan sehingga lahirlah Sudan Selatan dan juga dukungannya atas proyek Bendungan The Grand Ethiopian Renaissance Dam untuk mengancam Mesir, tidak akan lupa bahwa Turki adalah satu-satunya negara Islam di Kawasan yang cukup kuat, dimana sebelumnya pernah mengetuk pintu benteng Wina di jantung Eropa, dan Sultan Turki Abdul Hamid ll pernah menolak berdirinya negara Israel di Palestina.
The Sykes-Picot Agreement yang ditandatangani 100 tahun lalu yang telah berhasil memecah-belah Dinasti Ottaman, sepertinya hari ini akan sedikit diamandemen untuk menerapkan kembali The Treaty of Sèvres (1920) yang salah satu isinya adalah memberikan hak bagi bangsa Kurdi untuk mendirikan negaranya di antara atau di salah satu dari 4 negara (Turki, Irak, Iran, Suriah).
The Treaty of Sèvres dibatalkan dengan The Treaty of Lausanne (1932) karena “tidak enak” dengan Attaturk dan Turki Modern. Apakah Presiden Erdogan akan bertindak seperti Ataturk untuk membatalkan amandement neo-Sykes-Picot Agreement?
Ini hanya opini, kita tidak ingin menjadi ahli nujum, maka biarlah waktu yang menjawab

*Judul diambil dari konten tulisan. Konten dan gambar diambil dari akun fb beliau

 

0/Post a Comment/Comments