Benarkah Sertifikasi Halal MUI Dicabut Oleh Pemerintah? Ini Penjelasannya

Kemarin di whatsapp bubu Yulia Zenith Bardan, menanyakan apakah gambar dibawah ini benar adanya.

Catatan :
Gambar asli tidak ada tulisan : Hati2 Provokasi!!!".
Tulisan ini saya tambahkan atas saran dari teman yg berkomentar agar tidak bias. (Terima kasih utk sarannya ya ðŸ˜Š)
Dan hati saya sediiiiihhhh....
Kenapa?
Karena terbukti di kedua sisi memang ada niat provokasi.
Mari kita tabayyun dulu.
Tabayyunnya nggak usah susah lho, tinggal googling UU JPH (Undang-Undang Jaminan Produk Halal)!

UU JPH disusun pada jaman Bp. SBY.
Insya Allah tahun depan akan diberlakukan.
UU ini melindungi masyarakat muslim sebagai mayoritas dari ketidaktahuan atau ketidaksadaran bahwa makanan syubhat yg dikonsumsinya bisa jadi sebenarnya haram.
Hal paling sederhana :
Seberapa banyak yg mengetahui bahwa restoran steak berbintang kerap memarinate daging steaknya dgn diberi wine?
Seberapa banyak yg mengetahui bahwa celupan mirin di restoran jepang itu termasuk kategori khamr sehingga diharamkan?
Lalu, mengapa KEMENAG yaitu BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) dan bukannya lagi MUI yg menyelenggarakan?
Karena MUI adalah Lembaga Non Pemerintah yg TIDAK PUNYA WEWENANG MEWAJIBKAN Pelaku Usaha utk memeriksakan produknya.
Yang memiliki wewenang utk mewajibkan aturan apapun hanyalah Negara (Pemerintah).
Makanya selama ini SHMUI diajukan atas dasar sukarela dan kesadaran Pelaku Usaha mengenai arti pentingnya.
Kata "DICABUT!!!" pada poster ini jelas provokatif.
Entah yg membuatnya memang karena niat buruk membakar umat Islam atau murni karena ketidaktahuan.
Apapun itu, sebagai Kader Trainer Dakwah Halal LPPOM MUI dan bagian dari Asosiasi Chef Halal Indonesia saya merasa berkewajiban mencoba meluruskan.
Pertama, silakan download UU No. 33 Tahun 2014 (UU JPH) disini :
Nantinya setelah diberlakukan, maka Prosedur Pengajuan Sertifikat Halal (SH) adalah sbb :
1. Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada Kemenag (BPJPH)
2. BPJPH menetapkan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk
Jadi nanti bisa ada banyak LPH yg bekerjasama dgn BPJPH.
LPH ini mendapatkan akreditasi dari BPJPH, salah satu LPH ini adalah LPPOM MUI.
3. Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk dilakukan oleh Auditor Halal dari LPH
4. LPH menyerahkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk kepada BPJPH.
5. BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan Produk.
6. Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI melalui Sidang Fatwa Halal yg mengikutsertakan pakar, unsur kementerian/lembaga, dan/atau instansi terkait.
Keputusan Penetapan Halal Produk ditandatangani oleh MUI.
7. MUI menyampaikan Keputusan Penetapan Halal Produk kepada BPJPH untuk menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal.
8. Jika Sidang Fatwa Halal menetapkan halal pada Produk yang dimohonkan Pelaku Usaha, BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal.
Jika Sidang Fatwa Halal menyatakan Produk tidak halal, BPJPH mengembalikan permohonan Sertifikat Halal kepada Pelaku Usaha disertai dengan alasan.
Jadiiiiii...
Memang benar KEMENAG (dalam hal ini BPJPH) SEBAGAI PINTU MASUK PENGAJUAN DAN MENERBITKAN SERTIFIKAT HALALNYA.
Tapiiiii
YANG MENETAPKAN KEHALALAN PRODUKNYA TETAP MUI MELALUI SIDANG FATWA.
Semoga penjelasan ini bermanfaat.
Feel free to share.
Jangan mau diadudomba dgn provokasi.
Harapan saya kepada KEMENAG, sosialisasi ttg hal ini harus lebih diperluas lagi 
Tambahan dari Mbak Fitri Ummu Aisha :
BPJPH menetapkan LPH untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian, tetapi penetapan LPH oleh BPJPH berdasarkan pilihan LPH dari Pelaku Usaha (guna menghindari terjadinya penunjukan LPH tertentu saja oleh BPJPH).
BPJPH akan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pendirian LPH baik dari pemerintah maupun swasta selama LPH tersebut memenuhi ketentuan akreditasi sesuai standar BSN, KAN dan MUI.

*Sumber : Fb. Judul ditambah oleh redaksi warnus.

0/Post a Comment/Comments