Oleh : Rahmatulloh, S.Pd.
Sikap peduli
terhadap
lingkungan alam sekitar
sebenarnya sudah tertanam dalam perilaku hidup leluhur bangsa Indonesia. Hal inilah yang harus wariskan dan dilajutkan oleh
gerenarasi saat ini untuk sama-sama menjaga keberlangsungan hidup. Dengan akalnya manusia mampu melahirkan budaya yang
lebih maju dibandingkan dengan makhluk lainnya, contohnya manusia menciptakan
teknologi yang canggih untuk eksplorasi kekayaan alam yang dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
Namun, penggunaan teknologi secara berlebihan oleh
manusia menimbulkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan dan kerusakan
lingkungan,, seprti banjir, longsor, dan kekeringan. Maka disinilah diperlukan
pemahaman tentang kesadaran menjaga alam atau Ecology Literacy (Ecoliteracy) yang terbangun untuk saling
menghormati alam oleh manusia dengan tujuan menjaga (sustainability life) keberlangsungan hidup di bumi ini.
Menurut Supriatna (2016) mengemukaan bahwa, Ecoliteracy adalah kemampuan untuk
memahami sistem alam yang mendukung keberlanjutan kehidupan di bumi atau sustainability life. Melalui pendidikan di sekolah dengan gerakan
peduli lingkungan yang diterapkan pada peserta didik untuk membangun Ecoliteracy. Saat ini pendidikan berkaitan dengan keberlanjutan dan
pelestarian alam sangat diperlukan. Fungsi sekolah sebagai pewaris nilai dan
budaya bangsa harus dilaksanakan oleh sekolah. Maka, setiap pembelajaran di
sekolah sudah seharusnya terintegrasi dengan kegaitan Ecology Literacy melalui gerakan peduli lingkungan.
Kegiatan Ecology
Literacy erat kaitannya dengan salah satu dari keterampilan di abad 21,
yaitu keterampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah. Seperti yang
dikemukakan oleh Triling dan Fadel (2009) sebagai berikut : critical thinking and problem solving,
communication and collaboration, creativity and innovation, information
literacy, media literacy, ICT literacy, flexibility and adaptability,
initiative and self-direction. Social and cross-cultural interaction,
producivity and accountability, leadership and responsibility.
Berfikir kritis dan
memecahkan masalah juga termasuk keterampilan sosial yang perlu dimilki oleh
peserta didik. Menurut Maryani (2011: 18), keterampilan sosial merupakan kemampuan
untuk menciptakan hubungan sosial yang serasi dan memuaskan berbagai pihak,
dalam bentuk penyesuaian terhadap lingkungan sosial dan keterampilan memecahkan
masalah sosial yang didalamnya mencakup kemampuan mengendalikan diri, adaptasi,
toleransi, berkomunikasi, berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Keterampilan
sosial tidak hanya menyangkut diri sendiri, namun juga menyangkut bagaimana
suatu pribadi berinteraksi dengan lingkungannya, baik biotik maupun abiotik. Saat
keterampilan sosial seseorang mulai meningkat dengan terlihatnya peduli
terhadap alam, maka timbullah ecoliteracy.
Ada
banyak komponen yang terkait dalam keterampilan sosial. Social skills that
are key components of social intelligence include the following: the ability to
express oneself in social interactions, the ability to “read” and understand
different social situations, knowledge of social roles, norms, and scripts,
interpersonal problem-solving skills, and social role-playing skills. (Riggio,
2008).
Dari uraian di atas dapat kita buat langkah Gerakan
Peduli Lingkungan untuk membangun Ecoliteracy
terhadap peserta didik melalui pengintegrasian pada setiap mata pelajaran di
sekolah. Di bawah ini beberapa program gerakan peduli lingkungan yang dapat
diterapkan di sekolah, sebagai berikut :
1. Program
KURASSAKI (Kurangi Sampah Sekolah Kita)
Program Kurangi Sampah Sekolah Kita adalah
program yang mewajibkan peserta didik untuk mengurangi penggunaan bahan dasar
plastik atau lainnya dari tempat penyimpanan makanan atau pun minuman. Selain
itu, peserta didik dilatih untuk peduli dengan lingkungan dengan cara membuang
sampah pada tempatnya. Dan mengklasifikasi mana sampah yang berbahan plastik,
kertas, besi, dan kaca. Sehingga permasalahan sampah akan terkurangi dengan
program semacam ini.
2. Program Lunch
Box
Program ini mewajibkan peserta didik untuk
membawa bekal sendiri dari rumah. Hal ini dapat menghindari peserta didik dari
jajan sembarangan dan program ini memperhatikan akan terpenuhinya gizi bagi
peserta didik. Program lunch box juga
mendukung pengurangan sampah yang dihasilkan dari makanan dan minuman kemasan.
3. Program
Vertical Garden di Sekolah
Para peserta didik biasanya menggunakan
botol kemasan air mineral untuk memenuhi kebutuhan minumnya selama di sekolah.
Botol kemasan air kemasan ini jika tidak dimanfaatkan, maka akan menjadi sampah
yang menyemari lingkungan. Melaui kegiatan 3R (Reduce, Recyle, Reuse) botol bekas dapat dimanfaatkan untuk
dijadikan media tanam Vertical Garden,
tanaman yang digantung di sudut-sudut sekolah dengan tujuan memperindah dan
penghijauan sekolah.
4. Program
Sumur Resapan atau Biopori
Lahan terbuka yang dijadikan lapang area
bermain peserta didik telah ditutup dengan tembok, sehingga sulitnya air untuk
diresap oleh tanah. Maka diperlukan sumur resapan atau biopori untuk menampung air hujan. Hasil tampungan air hujan
melalui sumur resapan ini, dapan dimanfaatkan untuk kebutuhan air di sekolah.
Keempat program seperti ini harus dijadikan
program unggulan sekolah dalam rangka mendukung program Ecolitracy global dalam menyelamatkan bumi dari kerusakan alam,
dengan mengintegrasikan dalam kurikulum sekolah.
Daftar Pustaka
Maryani,
Enok.
2011.
Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Peningkatan Keterampilan
Sosial.
Bandung: Alfabeta
Riggio, R. E., & Reichard, R. J. (2008). The
emotional and social intelligences of effective leadership: An emotional and
social skill approach. Journal of Managerial Psychology, 23(2),
169–185. https://doi.org/10.1108/02683940810850808
Supriatna, Nana.
2016. Ecopedagogy: Membangun Kecerdasan
Ekologis dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya
Trilling,
B. dan Fadel, C. (2009). 21st
Century Skills, Learning for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass.