PEREMPUAN TANGGUH (Derita Muslim Rohingya)

Saya selalu takjub dengan daya tahan kaum perempuan Rohingya. Mereka menikah di usia muda, belasan tahun rata-rata. Saat baru 23 tahun, mereka sudah memiliki tiga buntut. Bila bawa balita, berhari-hari digendong. Melalui jalan curam, terjal dan licin.

Ini Hafsah, 19 tahun. Anaknya satu, berusia sebulan. Dia hijrah ke Bangladesh bersama keluarga, suaminya ada juga di sana. Meski tak tahu harus bekerja apa. Kami datang membawa sabun bayi, handuk kecil dan bedak. Sekedar buah tangan untuk mereka. Beberapa potong biskuit untuk bayi kecil yang kurang gizi.

Satu lagi adalah Kadija Begum, anaknya tiga. Sama juga, berjalan kaki jauh. Desanya dibakar, tanah pertaniannya dirusak. Apa saja yang ada dihancurkan oleh angkara.
Mereka kini tinggal di bawah tenda plastik hitam. Dijepit dengan potongan bambu. Luasnya, tiga kali empat meter untuk satu keluarga berisi tujuh orang dan beberapa balita. Hanya begitu yang mereka punya. Oh bukan, yang mereka dapatkan. Karena tak ada bukti mereka boleh tinggal di sana dalam waktu lama.
Apa kegiatan mereka? Pagi bangun, menunggu pengumuman pengeras suara, tentang pembagian apa saja: bantuan dari seluruh pihak. Bisa beras, kentang, cabai dan bahan makanan lainnya. Kadang ada juga karpet, atau terpal agak tebal untuk tutupi atap rumah sederhananya. Sampai petang, baru seluruhnya berdiam di rumah.
Jam malam diberlakukan Tak ada boleh keluar, apalagi berkeliaran melewati batas. Militer menjaga ketat, agar tidak ada percampuran antara Rohingya dengan Bangladesh.
Perempuan Rohingya luar biasa, mereka tangguh. Tetap bergerak, berhijrah, beranak-pinak, dan menrawat anak-anaknya. Meski tiada asupan atau susu formula. Pampers? Ah, mereka tidak kenal benda itu. Kasur hangat? Kemewahan belaka. Perempuan tangguh Rohingya, para ummahat yang luar biasa.[]

0/Post a Comment/Comments