Faktur Pajak Digunggung, Boleh kah?

Oleh Aylan Zein


Dulu, pada tahun 2013 saya sempat bertanya pada rekan saya apa sih arti “faktur pajak digunggung?” rekan saya jawab digunggung itu dari bahasa jawa, artinya di tambahkan.  Jadi nilai faktur pajak yang digunggung pada SPT Masa PPN adalah jumlah total faktur pajak yang ditambahkan.  Total nilai yang di tulis manual akan menambah perolehan jumlah faktur pajak keluaran di SPT PPN Masa.  Biasanya, nilai faktur pajak yang digunggung ini diperoleh dari total nilai penjualan ke Pembeli NON PKP dan NON NPWP.  Sejak adanya efaktur yang di launching serentak se Indonesia mulai Juli 2015 muncul pertanyaan “apakah pengisian faktur pajak digunggung ini masih diperbolehkan?”



Jawabannya adalah boleh.  Sepanjang memenuhi criteria sebagai PKP dalam kategori pedagang eceran.  Adapun ketentuannya dapat dibaca dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-29/PJ/2015 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara pengisian seerta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) pada pasal 7 sbb

(1)  PKP yang diperkenankan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111  
      dengan cara digunggung adalah:
  1. PKP Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 Peraturan pemerintah Nomor 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah; atau
  2. PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang diatur secara khusus pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)   PKP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun
      melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111 dengan cara digunggung 
      merupakan PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan tidak benar.
(3) PKP wajib melaporkan Daftar Pajak keluaran atas penyerahan dalam negeri dengan  
      Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111 pada formulir 1111 A2 untuk Masa Pajak
      yang sama dengan tanggal Faktur Pajak dibuat.
(4)  PKP Wajib melaporkan dalam formulir B3 atas Pajak Masukan yang menurut
       ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat dikreditkan
       namun tidak dilakukan pengkreditan oleh PKP.
(5)  PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN 1111 tetapi isinya tidak benar dapat
      dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Sedangkan dalam pasal 20 Peraturan pemerintah Nomor 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah, adalah sebagai berikut
Pasal 20

(1) Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2) Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
a.  melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat  konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b.  dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
c.   pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
(3) Termasuk dalam pengertian Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
a.  melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b. dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
c.  pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.

Dengan demikian apabila kita bukan termasuk dalam kategori pedagang eceran sesuai dengan ketentuan di atas, maka penjualan/penyerahan barang/jasa kena pajak ke pembeli Non PKP dan Non NPWP tetap harus dibuat di efaktur dengan menuliskan NPWP nya 00.000.000.0-000.000 dan mencantumkan nomor NIK sesuai KTP pada kolom referensi (Optional).  Adapun jika pembeli Non NPWP dan Non PKP tsb tidak menginginkan faktur pajak yang telah kita terbitkan karena mereka pun tidak perlu, maka faktur pajak tsb di arsipkan saja di internal PKP Penjual.   Begitupun jika pembeli Non PKP dan Non NPWP tersebut melakukan retur barang karena ia tidak bisa menerbitkan nota retur, maka atas retur tsb dipotongan langsung di faktur pajak acuannya (dibuat faktur pajak pengganti).






3/Post a Comment/Comments

ema mengatakan…
saya ingin bertanya jika tempat saya bekerja adalah PKP menerbitkan faktur pajak dengan npwp 00 dan nama atau alamat tidak jelas contoh : Nama disi dengan BUDI alamat disi dengan Semarang saja apakah bisa?
dan apa sanksi bagi PKP ? karena customer tidak mau memberikan alamat lengkapnya .. mohon bantuan terimakasih
WartanusantaraId mengatakan…
Terima kasih atas pertanyaannya.

PKP yang di perbolehkan membuat faktur pajak dengan cara digunggung adalah PKP yang masuk dalam kategori pedagang eceran sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012. Sedangkan untuk PKP yang bukan pedagang eceran, maka atas pembelian terhadap pembeli non NPWP tetap diterbitkan faktur pajak keluaran seperti biasa melalui aplikasi efaktur.

Adapun kewajiban pencantuman NIK (No KTP) untuk penjualan ke pembeli Non NPWP yang ada pada ketentuan PER-26/PJ/2017 sampai sekarang masih ditunda. Penundaan kewajiban ini disampaikan terakhir kali dalam PER-09/PJ/2018 (terlampir)

Jika melihat pada pertanyaan yang disampaikan, saran saya adalah tetap dibuatkan faktur pajak keluaran untuk pembeli tersebut dengan menuliskan identitas sbb:
Nama : nama bisa ditulis sesuai identitas yang pembeli berikan
No NIK : jika tidak memberikan fotokopi KTP dapat dikosongkan (di isi 000)
Alamat : jika tidak ada alamat sesuai ktp yang diberikan, bisa di isi dengan alamat tempat usaha atau tempat tinggal walau tidak lengkap (misal Jl. Pamanukan Pamanukan, Semarang)


Adapun jika PKP tidak menerbitkan faktur pajak atas pembelian tsb akan muncul explosure koreksi pajak. Atas penjualan yang seharusnya diterbitkan faktur pajak dapat dikenai sanksi senilai 2% dari nilai DPP (UU KUP) dan atas PPN yang seharusnya dipungut 10% dari Nilai DPP.

Hal ini karena sampai saat ini, saya belum menemukan produk hukum tertulis baik berupa SE, PER, PMK, dan semacamnya yang menyatakan bahwa selain PKP yang termasuk pedangan eceran boleh menerbitkan faktur pajak dengan cara digunggung.

Semoga jawaban saya membantu. Semua jawaban saya didasarkan pada pengalaman yang saya alami dan ketika dilakukan pemeriksaan pajak.

Terima kasih atas perhatiannya,
Salam, Aylan Zein


WartanusantaraId mengatakan…
https://www.wartanusantara.id/2018/10/tanya-jawab-faktur-pajak-digunggung.html