Pada Sukarno Dua Kampus


Mungkin sering terlihat borjuis dan menggemari foya-foya, tapi percayalah sebagian besar lagi dari mereka masih mudah menerima cahaya agama secara formal. ITB adalah simbol Sukarno muda. Gairah muda, visi, keberanian, dan kejujuran mengakui Islam sebagai elan vital kawan perjuangan. Orang boleh sinis, selebritasisasi simbol keislaman produktif berhamburan dari sini. Tak percaya? Lihat saja nama-nama ustad hingga penghafal Quran bertajuk muda dengan otak tak diragukan encer yang acap disuai di kanal YouTube dan Instagram.

Memang sering bijak dan merakyat. Penuh retorika sebagai cerminan jantung hati masyarakat jelata. Tapi orang luput, waktu terus berputar, sementara akar kebijakan di atas (baca: sistem) masih menaruh enggan--atau paling tidak malu-malu--mengakrabi Islam dengan formal; cukup sebagai moral (meski ini kadang sekadar apologi). Maka, pemikiran tajam melihat sesuatu masih memiliki lubang ketika menilai Islam. Dan UGM adalah simbol Sukarno berkuasa atau kala tua. Gairah bermain-main dengan kekuasaan dan kepintaran mengolah wacana takkan melibatkan variabel Islam sebagai kawan berjuang selain sebatas sekutu kepentingan.
Jangan terjebak di kala muda Sukarno berkuliah di (kelak bernama) ITB; dan kala menjabat kekuasaan meresmikan Gedung Pusat UGM. Renungan ini tentang representasi jiwa dan minda Sukarno andai hari ini terjadi di kedua kampus tadi. Yang terang, pembuktian era Sukarno muda dan Sukarno tua ditapali oleh penjejak bernama lelaki dari Surakarta.
Sukarno muda, Sukarno tua, ada kelebihan dan kekurangan. Pun serupa itu bila jiwanya diserap civitas kedua kampus. Sadar ataupun tidak. Dan status ini bukan untuk menjawab alasan keengganan pemangku kebijakan UGM "mengistimewakan" pelajar penghafal Quran untuk diterima sebagai mahasiswanya tanpa tes.
Foto: Pinterest

0/Post a Comment/Comments