Disukai atau Tidak Disukai, Erdogan itu Seorang Pemimpin yang Visioner&Ambisius


Tentang dunia Islam terutama kawasan Timur Tengah selalu menarik. Apalagi pernyataan pangeran Arab Saudi Muhammad bin Salman menyebutkan Turki, Iran, dan beberapa ekstrimis sebagai poros yang membahayakan kawasan. Pangeran Muhammad bin Salman juga menuduh Turki mencoba membangkitkan khilafah Utsmaniyyah. Mengapa ia merasa terancam, bagaimana Erdogan sebagai pemimpin Turki bisa seperti itu. Dalam kesempatan ini admin akan mengutip seluruh konten dan gambar dari akun Fb Saief Alemdar. Judul hanya tambahan dari admin. Mari simak ulasan dari penulis Saief Alemdar tentang politik Timur Tengah yang terbaru di bawah ini;



Crown Prince Arab Saudi, Pangeran Muhammad Ben Salman (MBS) mulai menunjukkan “konfliknya” dengan Turki di depan umum, hal itu terlihat dalam jumpa pers-nya dengan para Wartawan di rumah Dubes Saudi di Cairo beberapa waktu yang lalu, MBS menyatakan bahwa Turki, Iran dan beberapa kelompok Islam Ekstrimis adalah poros bahaya yang mengancam stabilitas di Kawasan, MBS juga menuduh Pemerintah Turki ingin membangkitkan kembali Khilafah Usmaniyyah.
Kedutaan Besar Arab Saudi di Ankara menafikan informasi yang dipublikasi oleh berbagai media dan televisi tersebut adalah “hoax”. Kedutaan Saudi di Ankara menyatakan bahwa yang dimaksud MBS hanya kelompok Ikhwanul Muslimin dan beberapa kelompok ekstrimis lainnya.
Pernyataan MBS itu jelas bukanlah “silap lidah”, tetapi memang cerminan dari sikap 4 negara Alinasi Sunni yang memboikot Qatar, dan mereka memang melihat Turki, dalam hal ini Presiden Recep Tayyip Erdogan adalah ancaman besar bagi stabilitas dan keamanan mereka.
Seorang Pejabat Tinggi dari salah satu negara Teluk minggu lalu bertemu dengan para Diplomat negara Eropa dan mengatakan bahwa “ Aliansi Sunni (Arab Saudi, Emirates, Bahrain dan Mesir) saat ini menganggap bahwa ancaman Turki lebih berbahaya daripada Iran. Politik ekspansi Turki yang ingin menguasai dunia Islam dan mengubah Istanbul menjadi referensi dan model bagi dunia Islam, baik Sunni maupun Syiah, serta mengadopsi pemikiran Islam Politik yang diwakili oleh ide Ikhwanul Muslimin yang memiliki visi lintas benua!”
Presiden Erdogan telah berhasil membangun Turki yang banyak dijadikan contoh oleh para aktifis dan politikus Islam dan pada saat yang sama membuat Eropa ketar-ketir, hal itu dibangun setidaknya atas 4 dasar: Islam Moderat; Demokrasi; Sekularisme; dan Pertumbuhan Ekonomi. Model itu terus dibumikan oleh Turki dan disebarkan di seluruh dunia Islam, baik melalui politik, ekonomi, pendidikan dan bahkan kebudayaan.
Setidaknya, terdapat 5 rujukan Islam utama yang berpengaruh di Kawasan, baik secara teologis maupun politis. Pertama Hijaz, yang dalam hal ini adalah Mekkah dan Madinah; Kedua, Al Azhar di Cairo; Ketiga Hasymiyah di Jordan dan Utara Yaman; Keempat, Usmaniyah, dan ibukotanya Istanbul; Kelima Najaf di Irak dan Qum di Iran.
Perang perebutan pengaruh antara rujukan itu terus berlangsung selama ratuan tahun lalu, mulai dari perebutan pengaruh zaman Dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M); perang Ottoman-Savavid (1623-1636 M), sampai kepada invasi Ibrahim Pasha ke Arab Saudi 1891, itu peristiwa yang besar saja, kalau yang kecil you do math!
Presiden Recep Tayyip Erdogan sama sekali tidak menutupi ambisinya untuk mengembalikan kejayaan Imperium Ottoman, bahkan tahun 2012 ketika masa jabatannya sebagai Ketua Partai AKP akan berakhir, Erdogan mengadakan konferensi dan festival besar di Ankara dimana para pengawalnya memakai pakaian tentara Ottoman. Acara tersebut dihadiri oleh presiden Muhammad Morsi, Kepala Biro Politik Hamad Khalid Mishal, Mesut Barzany, Gubernur Mosul Atheel al-Nujaifi, serta ketua-ketua partai Islam dari berbagai negara. Dalam pidatonya di konferensi tersebut Presiden Erdogan “mengabsen” nama-nama Sultan Ottoman satu per satu, yang disambut meriah tepuk tangan para hadirin.
Presiden Erdogan, whether you like it or not, adalah seorang pemimpin visioner yang memiliki konsep, visi dan misi yang jelas dan komprehensif, dia mampu menggunakan berbagai potensi yang dimiliki oleh negaranya untuk mencapai tujuannya itu, dan tentunya sangat baik dalam memanfaatkan kesempatan yang ada.
Konflik Qatar dengan 4 negara yang memboikotnya berhasil dimanfaatkan oleh Turki untuk membangun pangkalan militernya di Qatar, Al Udeid Air Base, tepat di tengah negara Teluk, saat ini setidaknya terdapat sekitar 30 ribu pasukan Turki disana, dan kapan saja bisa bertambah. Ketika Sudan keluar dari Koalisi pasukan Decisive Storm dan dikucilkan, Turki menyabut Sudan dan berhasil membuka pangkalan militernya di Sawakin Sudan di pantai Laut Merah, dan sebelumnya di Somalia. Ekspansi Ekonomi, Turki menandatangani MoU kerjasama ekonomi dengan Aljazair dan Mauritania, dan terakhir Turki berhasil mengadakan KTT Negara Islam di Istanbul yang dihadiri setidkanya oleh 3 rujukan Islam di Kawasan, Hasyimiyah Jordania (Saat itu Raja Abdullah II membaca shalawat dalam Pidatonya Allahumma Shalli ala An Nabi Al Arabi Al Hasyimi), Qum yang diwakili oleh Presiden Hassan Rouhani, dan Usmaniyyah yang diwakili oleh Sang Sultan sendiri.
Tampaknya ketika Turki dan Jordania menolak berpartisipasi dalam perang Yaman, Decisive Storm Ops, bukanlah sebuah kebetulan, tetapi keputusan itu diambil setelah dipertimbangkan secara matang, dan banyak yang lupa kalau kelompok Houthi di Yaman itu adalah salah satu kelompok yang mengangkat panji-panji Hasyimiyah.
Dan menarik juga kalau kita melihat keinginan Turki untuk memperkuat hubungan dengan Iran dan Irak, dalam waku dekat Turki akan mengadakan KTT 3 Negara yang akan dihadiri oleh The Last Gunslinger dan Hassan Rouhani. Dalam hal ini Sang Sultan memilih Istanbul sebagai tempat KTT, bukan ibukota “sekuler” Ankara.
4 Negara Alinasi itu mulai menyadari bahaya Turki setelah Arab Spring, setelah Suriah dihancurkan dan sebelumnya Irak, dan mereka memiliki peran aktif dalam semua “musibah” itu, mereka mengeluarkan dana milyaran Dollar demi menyukseskan “program zionis” itu side by side dengan Turki, tentunya under patronage of Uncle Sam!
Pertanyaan penting kembali muncul, kenapa dulu 4 negara itu bekerjasama dengan Turki dalam menghancurkan Suriah dan sebelumnya mendukung penghancuran Irak, dimana semua orang mengetahui bahwa Irak dan Suriah adalah Poros Utama Pan-Arabisme, tetapi sekarang ujug-ujug mengatakan “Turki lebih berbahaya dari Iran?”
Beberapa hari yang lalu, ketika MBC Group milik Arab Saudi memutuskan untuk melarang panayangan film dan sinetron Turki, yang artinya hampir semua negara Arab tidak akan dapat menonton film dan sinetron-sinetron itu. Aktor Turki, Engin Altan Düzyatan, yang memerankan tokoh Ertugrul dalam serial Dirilis Ertugrul yang saat ini ditonton lebih dari 400 juta orang di seluruh dunia Islam, mengatakan ketika MBC Group mem-banned sinetron dan film Turki, “Kebijakan MBC tidak akan berpengaruh, karena sinetorn dan film Turki sudah memilik pemirsa tetap di negara Arab, disamping media sosial dengan mudah memberikan akses”.
Perbedaan mendasar antara Turki “Ottoman” dengan 4 negara Aliansi itu adalah Turki memiliki visi, misi, strategi yang jelas, komprehensif, dan terprogram. Sedangkan 4 negara itu kebijakannya “kagetan” dan didasarkan pada reaksi kondisional yang sebagian besarnya tidak stabil, disamping visi jangka panjangnya tidak jelas. Tapi, untuk lebih jelasnya, biarlah waktu yang menjawab. Tahrir Rakyul Youm.

0/Post a Comment/Comments