Setelah Baiat Aqobah II, di mana para sahabat
baru dari Madinah menyatakan sumpah setianya untuk Nabi, beliau merasa senang.
Karena Allah telah membuatnya suatu ‘benteng pertahanan’ dari kaum yang
memiliki keahlian dalam peperangan, persenjataan, dan pembelaan.
Namun, penyiksaan dan permusuhan kaum musyrik
terhadap kaum muslim semakin gencar. Hal ini belum pernah mereka alami
sebelumnya. Mereka mendatangi Nabi untuk meminta izin untuk hijrah. Lalu Rosulullah
Saw. Menjawabnya, “Sesungguhnya, aku telah diberi tahu bahwa tempat kalian
adalah Yastrib (Madinah). Barang siapa yang ingin keluar, maka hendaklah keluar
ke Yastrib.”
Para sahabat Nabi bersiap-siap, mengemas semua
keperluan perjalanan, lalu berangkat ke Yastrib secara sembuny-sembunyi. Setelah itu, lalu hijrah secara bergelombang.
Mereka disambut oleh kaum Anshar (penolong) di Madinah.
Mereka meninggalkan rumah, tanah air, harta
kekayaan, dan keluarga
Seperti yang
diceritakan oleh Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu, suatu
ketika Umar bin Khatab hendak berhijrah, ia membawa pedang, busur, panah, dan
tongkat di tangannya menuju Ka’bah. Ia melakukan thawaf tujuh
keliling dengan tenang. Setelah itu pergi ke maqam untuk
mengerjakan shalat. Di hadapan tokoh-tokoh Quraisy, Umar bin Khatab berkata,
“Semoga celakalah wajah-wajah ini! Wajah-wajah inilah yang akan dikalahkan
Allah! Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya, istrinya menjadi janda,
atau anaknya menjadi yatim piatu hendaklah ia menghadangku di balik lembah
ini.”
Tidak satu pun di
antara mereka mengikuti Umar bin Khatab, kecuali beberapa kaum muslimin yang
lemah telah diberitahu Umar. Ia bersama kaum muslimin yang lemah berjalan
dengan aman.
Rosulullah, Abu Bakar,
Ali bin Abi Thalib, masih berada di Mekkah. Serta orang-orang muslim yang
ditahan, orang-orang yang sakit dan tidak mampu hijrah, masih berada di Mekkah
*Disimpulkan dari Sirah
Nabawiyahnya Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy.
Iman Munandar
Guru, Blogger, dan
Konsultan Property