Ulama Indonesia yang menjadi kebanggaan Haramain (Mekkah dan
Madinah)
Indonesia punya banyak ulama kaliber dunia. Salah satunya
adalah Syaikh Yasin al-Fadani. Ulama berdarah Padang yang tinggal di Makkah ini
mendapat julukan al-musnid dunya (pemilik
sanad terbanyak di dunia).
Sebuah gelar yang tak main-main, karena itu hanya disematkan
kepada ulama besar dalam bidang ilmu sanad yang memiliki keluasan periwayatan
dan berguru pada banyak Syaikh. Selain itu juga menyampaikan Hadist kepada
banyak orang.
Namun memang Syaikh
Yasin layak mendapat gelar tersebut. Sejak muda ia gigih mengumpulkan sanad Hadist.
Untuk mendapatkannya, dia rela bersafari ke berbagai negara seperti Suriah,
Lebanon, Palestina, Yaman, Mesir, Maroko, Iraq, Pakistan, Rusia, India,
Indonesia, dan Malaysia. Ada lebih dari 700 ulama yang menjadi gurunya.
Hasilnya, keahlian Syaikh Yasin dalam periwayatan Hadist
diakui banyak ulama. Habib Segaf bin Muhammad As-Segaf, salah seorang ulama
dari Hadramaut, Yaman, mengagumi keilmuan Syaikh Yasin sehingga menyebutnya Sayuthiyyuh Zamanihi (Imam as-Sayuthi di
zamannya). Ahli Hadist dari Maroko, Sayyid Abdul Aziz al-Qumari, bahkan
menjulukinya sebagai ulama kebanggaan Haramain (Makkah dan Madinah).
Syaikh Yasin menulis kitab dalam bidang Hadist sebanyak 9
kitab. Juga menulis 25 kitab tentang ilmu fiqh dan ushul fiqh, 36 kitab tentang
ilmu astronomi (falak), dan sisanya tentang ilmu-ilmu lain. Jumlah karya ulama
yang satu ini mencapai sekitar 100 kitab.
Kitab-kitab tersebut tertulis dalam bahasa Arab dengan
susunan bahasa yang tinggi dan sistematis, serta isinya yang padat dan mudah
difahami. Karenanya karya tersebut dijadikan rujukan lembaga-lembaga Islam dan
pondok pesantren, baik di Arab Saudi maupun di kawasan Asia Tenggara. Kitabnya yang
paling terkenal, al-Fawaid al-Janiyyah, menjadi
materi silabus dalam mata kuliah Ushul Fiqh di Fakultas Syariah Universitas
Al-Azhar Kairo, Mesir.
Yang mengagumkan dari sosok Syaikh Yasin tak hanya karena
keluasan ilmunya, namun juga kesederhanaannya. Ia tidak segan-segan keluar-masuk
pasar memikul dan menenteng sendiri sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya. Dengan memakai kaos oblong dan sarung, ia juga sering
berbincang akrab dengan warga sekitar di warung teh.
Apabila musim haji tiba, Syaikh Yasin biasanya mengundang
ulama-ulama dunia dan pelajar untuk berkunjung ke rumahnya. Mereka kemudian
terlibat diskusi yang mengasyikkan. Tak sedikit dari para ulama itu yang
meminta ijazah sanad Hadist darinya.
Namun meski musim haji sudah berlalu, rumahnya selalu ramai
dikunjungi para ulama dan pelajar dari berbagai negara. Mereka semua ingin
berguru dan menuntut ilmu.
PENGAJAR DI MASJIDIL HARAM
Nama lengkapnya Syaikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa
al-Fadani. Lahir di Makkah, Arab Saudi, 17 Juni 1915. Sejak kecil, Yasin
mempelajari Islam dari ayahnya, Syaikh Muhammad Isa.
Ketika anak-anak, Yasin sudah menunjukkan kecerdasan yang
luar biasa. Bahkan saat menginjak usia remaja, ia mampu mengungguli
rekan-rekannya dalam penguasaan ilmu Hadist dan Fiqh sehingga para guru
mengaguminya.
Secara formal Yasin muda mengenyam pendidikan di Madrasah
ash-Shaulathiyyah al-Hindiyah. Namun sekitar tahun 1353 H/1934 M, terjadi
konflik yang menyangkut nasionalisme. Salah seorang guru di madrasah itu
merobek surat kabar Melayu. Akibatnya, para pelajar Nusantara merasa dilecehkan
martabat melayunya.
Para pelajar asal Melayu, termasuk Yasin, kemudian
memberikan perlawanan dengan cara pindah ke Madrasah Darul Ulum. Madrasah ini
didirikan oleh Sayyid Muhsin bin Ali al-Musawa dan beberapa pemuka masyarakat
Nusantara yang berada di Makkah. Yasin adalah angkatan pertama lembaga
tersebut.
Selain mengenyam pendidikan formal, ulama bermazhab Syafi’i
ini juga berguru pada ulama-ulama besar Timur Tengah. Misalnya belajar Ilmu
Hadist kepada ulama Hadist Haramain yaitu Syaikh Umar Hamdan dan Syaikh
Muhammad Ali bin Husain al-Maliki.
Yasin juga belajar fiqh mazhab Syafi’i kepada Syaikh Umar Ba
Junaid. Mufti Syafi’iyyah Makkah, Syaikh Sa’id bin Muhammad al-Yamani, dan
Syaikh Hassan al-Yamani. Sedangkan dalam disiplin ilmu Ushul Fiqh, ia belajar
kepada Syaikh Muhsin bin ‘Ali al-Masawi al-Palimbani al-Makki keturunan
Palembang yang tinggal di Makkah. Juga belajar kepada Syaikh Abdullah Muhammad
Ghazi al-Makki, Syaikh Ibrahim bin Daud al-Ghathani al-Makki, serta ulama-ulama
berpengaruh lainnya.
Setelah tamat dari Darul Ulum, Yasin didaulat sebagai
pengurusnya. Sejak itu ia aktif mengajar di almamaternya dan juga di Masjidil
Haram. Bidang yang diajarkan utamanya ialah Ilmu Hadits.
Setiap bulan Ramadhan, syaikh Yasin selalu membaca dan
mengijazahkan salah satu di antara Kutub
as-Sittah kepada murid-muridnya. Hal itu berlangsung selama kurang lebih 15
tahun.
Pada tahun1362 H/1943 M, Syaikh Yasin mendirikan sebuah
lembaga pendidikan khusus perempuan. Ini menjadi lembaga pendidikan khusus
perempuan pertama di Arab Saudi.
Meskipun lahir dan tumbuh di Makkah, Syaikh Yasin sering
mengunjungi Indonesia. Salah satu jasa besarnya ialah memperkenalkan tokoh-tokoh
Nusantara ke dunia.
Melalui pengaruhnya, perawi-perawi Arab dan bukan Melayu
mengenal istilah “Kyai” yang merupakan istilah Jawa bermakna Syaikh, Ustadz,
atau orang alim.
Banyak ulama Indonesia yang mendapat ijazah dan sanad darinya.
Ada juga tokoh Nusantara yang diberi gelar oleh Syaikh Yasin al-Fadani dengan
gelar ahli Hadist, misalnya Sayyid Syaikh bin Ahmad Bafaqih dari Surabaya.
Syaikh Yasin al-Fadani wafat pada jum’at Shubuh, 28
Dzulhijjah 1410 H di usianya yang ke-75. Beliau dishalatkan seusai shalat jumat
dan dimakamkan di pekuburan al-Ma’la, Makkah. Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah
Keterangan : artikel ini diambil dari majalah Hidayatullah
edisi II/XXIX/Maret 2018/Jumadil Akhir 1439