Oleh Anis Matta
Lupakan! Lupakan semua cinta jiwa yang tidak akan sampai di
pelaminan. Tidak ada cinta jiwa tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis
yang ini yang tidak berujung dengan penyatuan fisik hanya akan mewariskan
penderitaan jiwa. Mislanya yang dialami Nashr bin Hajjaj di masa Umar bin
Khatab.
Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan
kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat
Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang
dilantukan di malam hari. Umar pun mencari Nashr. Begitu melihatnya, Umar
terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis
Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.
Di sini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia.
Celakanya, Nashr justru jatuh cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga
membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nashr
menulis sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu dijawab oleh sang istri.
Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk
membaca tulisan itu. Hasilnya: Aku Cinta Padamu! Nashr tentu saja malu karena
ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya
tidak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus
kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati
Nashr. Betapa gembiranya Nashr ketika wanita itu datang. Tapi cinta tak mungkin
tersambung ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka
menderita. Dan Nashr meninggal setelah itu.
Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh di lahan
yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia
membayarnya dengan penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu
akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan
sentuhan fisik. Makin intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling
tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan
berkembang jadi penyakit.
Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju
pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan,
pelamaran, hingga mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang
menghalangi cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin
halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nashr. Kadang-kadang
misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat
untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh.
Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup,
semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk
tumbuh bersemi: di singgasana pelaminan.
*sumber : buku Serial Cinta karya Anis Matta