Oleh Arief Eka Atmaja, SE, ME*
(Tirto) |
Perlu ketahui, di pasar saham, arus keluar dana asing (capital out flow) mencapai Rp 48,9 triliun sejak awal tahun hingga 30 Juli 2018. Sementara capital inflow hanya Rp 6,73 triliun.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), arus masuk investasi dalam bentuk portofoli sepanjang semester I-2018 tercatat minus 1,1%. Padahal sepanjang tahun lalu, pertumbuhan investasi portofolio mencapai 20,6%.
Dengan kebijakan ini diharapkan, arus investasi dari luar bergairah untuk masuk kembali ke Indonesia sehingga berdampak kepada penguatan rupiah karena kita ketahui kondisi Indonesia mengalami defisit APBN sebesar 237 Trilyun per akhir Mei 2018.
Setelah saya melihat 54 Industri yang bisa dikuasai asing ini, bukanlah industri-industri pokok yang menguasai hajat hidup rakyat Indonesia, saya kira tidak ada persoalan. Namun kebijakan ini perlu diikuti kebijakan lain agar berdampak efektif.
Yang pertama, memperbaiki perijinan usaha, mempermudah pasar usaha dibidang tersebut, membuat iklim usaha yang baik. sehingga investor betul-betul yakin bahwa 54 industri tersebut merupakan bisnis yang menguntungkan. Dengan demikian, kebijakan ini benar-benar efektif memperbesar capital in flow.
Yang kedua, perlu ada aturan penggunaan tenaga kerja yang ketat. Bahwa industri yang dikuasai asing harus tetap menggunakan tenaga kerja Indonesia bukan tenaga kerja asing sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja dalam negeri, dan pada ujungnya bisa memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Yang ketiga, Tetap mendorong investor dalam negeri untuk dapat berinvestasi didalam negeri dengan kebijakan yang mendukung, untuk mencegah Capital out flow. Membuat investor dalam negeri betah dinegeri sendiri.
Sumber : Fb
*Aktifis Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) Jawa Tengah