Dengan Ilmu, Akhlaq, dan Adab Maka Tercapailah Segala Cita-cita, InsyaAllah

Oleh Agung Waspodo

📚 Lahir di Taris, empat kilometer dari kota Seiwun, Hadhramaut tahun 1881 Masehi, Al-Habib Idrus bin Salim al-Jufri telah hafal al-Qur'an dalam usia 12 tahun. Habib Idrus dibawa ayahnya berhaji ke tahun 1899 sekaligus melanjutkan belajar kepada para ulama di Makkah. Setelah itu beliau dibawa ke Manado menemui keluarga ibunya Syarifah Nur al-Jufri serta mengenal tanah leluhurnya.

➡️ Para ulama dibesarkan untuk mencari ilmu sedari kecil serta hidup mengembara dalam perjuangan!

📚 Sekembalinya dari Manado, Habib Idrus dipercaya menjadi Mufti dan Qadhi untuk kota Taris, Hadhramaut pada usia 25 tahun. Ketika itu Yaman bagian selatan hingga ke wilayah Hadhramaut dikuasai Inggris yang mulai bermusuhan dengan Kekhilafahan Turki Utsmani yang menguasai Yaman bagian utara hingga ke Hijaz. Beliau dan temannya, Al-Habib Abdurrahman bin Ubaidillah Assegaf bermaksud untuk berangkat ke Mesir lalu ke Syam untuk mempublikasikan Keke jaman Inggris di Hadhramaut.

⬇️ Ulama sejatinya seimbang antara perhatian terhadap Pendidikan Islam serta perlawanan terhadap para penjajah!

📚 Beliau berdua tertangkap oleh Inggris di pelabuhan Aden sebelum sempat berlayar ke Mesir. Semua dokumen kejahatan pendudukan Inggris di Hadhramaut dinusnahkan. Setelah dibebaskan, Habib Idrus memilih untuk hijrah ke Indonesia sekitar awal tahun 1920 an. Beliau menikah dengan Syarifah Aminah al-Jufri di Pekalongan lalu dikaruniai dua orang anak perempuan yaitu Syarifah Lulu' dan Syarifah Nikmah.

➡️ Ulama selalu siap dengan resiko ditangkap atau syahid di tangan penjajah, bukan malah bekerja sama dengan para durjana!

📚 Habib Idrus memilih berdakwah ke Indonesia bagian timur yang banyak terancam misi kristenisasi yang didukung pemerintah kolonial Hindia Belanda. Beliau hijrah ke Kota Palu pada tahun 1930 lalu mendirikan Madrasah al-Khairaat. Beliau mengajar para santrinya sekaligus membekali mereka untuk membentengi Ummat Islam dsri berbagai misi Indische Kerk (IK) di Luwu, Nederlands Zending Genootschaap (NZG) di Tentena, dan Leger Dois Best (LDH) di Kalawara.

➡️ Ulama sejari itu mengestafetkan kesemangatan juang pada santeinya!

📚 Madrasah al-Khairaat semoat ditutup pada era penjajahan Jepang 1942-45. Setelah dibuka kembali tahun 1945, Habib Idrus mengajar hingga menjadi Perguruan Tinggi al-Khairaat tahun 1964 sebelum PKI memberontak. Beliau meliburkan kegiatan belajar agar para mahasiswa kembali meningkatkan dakwah di wilayah terpencil, kali ini untuk melawan paham atheis yang diusung Partai Komunis Indonesia. Perkuliahan kembali normal pads tahun 1969. Habib Idrus "Guru Tua" wafat pads hari Senin tanggal 22 Desember 1969 pada usia penuh keberkahan 99 tahun.

➡️ Ulama yang panjang umur lagi berkah semakin langka pada era kita.

Syarifah Lulu' binti Habib Idrus dinikahi oleh as-Sayyid Segaf bin Syeikh al-Jufri yang dikaruniai anak, salah seorangnya adalah al-Habib Dr. Salim Segaf al-Jufri yang pernah menjabat Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Menteri Sosial, dan kini sebagai Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Almarhum Habib Idrus "Guru Tua" memiliki sebuah kelebihan dalam mengubah sya'ir yang selalu menyempatkan membuat satu sya'ir tentang perjuangan Ummat Islam di Indonesia setiap tanggal 17 Agustus sejak 1945 hingga akhir hayatnya. Salah satu sya'ir beliau yang populer terdapat bait:

"Dengan ilmu, akhlaq, dan adab, maka akan tercapai segala cita-cita, dan jika ilmu telah ada padamu, janganlah untuk menyombongkan dirimu semata!"

Agung Waspodo, hanya bisa tertunduk malu.

Depok, 7 Rajab 1440 Hijriyah
---

Referensi:
📚 Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia, 2013, pp. 211-219.

Sumber : FB

0/Post a Comment/Comments