Oleh : Adilah Raihana Putri
Kedudukan maqashid syariah adalah sebuah kaidah yang
merupakan kesimpulan sekumpulan hukum yang bersumber pada dalil-dalil. Maslahah
adalah kaidah umum yang disarikan dari banyak masalah furu’yang bersumber
kepada dalil-dalil hukum. Maksudnya, hukum-hukum fikih dalam masalah-masalah
furu’dianalisis dan disimpulkan bahwa semuanya memiliki satu titik kesamaan
yaitu memenuhi atau melindungi maslahat hamba di dunia dan akhiratnya.
Memenuhi hajat hamba adalah kaidah umum sedangkan
hukum-hukum furu’ yang bersumber kepada dalil-dalil suariah adalah furu’. Oleh
karena itu, maslahat itu harus memiliki sandaran dalil baik Al-Qur’an, hadis,
ijma ataupun qiyas atau minimal tidak ada dalil yang menentangnya, jika
maslahat itu bediri sendiri, maka maslahat menjadi tidak berlaku dan maslahat
tersebut tidak bisa dijadikan dalil yang berdiri dan sandaran hukum-hukum
tafshili, tetapi legalitasnya harus didukung dalil-dalil syar’i.
Maslahat dan maqashid syariah tidak bisa dijadikan
sat-satu nya alat untuk memutuskan hukum dan fatwa, tetapi setiap fatwa dan
ijtihad harus menggunakan kaidah-kaidah ijtihad yang lain sebagaimana yang ada
dalam bahasan ushul fikih.
Maqashid syariah atau maslahat memiliki dua kedudukan
yaitu:
1.
Maslahat sebagai salah satu sumber hukum, khususnya dalam masalah yang
tidak dijelaskan dalam nash.
2.
Maslahat adalah target hukum, maka setiap hasil ijtihad dan hukum syariah
harus dipastikan memenuhi aspek maslahat dan hajat manusia. Singkatnya maslahat
menjadi indikator sebuah produk ijtihad.
FUNGSI MAQASHID SYARIAH
Lembaga Fikih OKI (organisasi Konferensi Islam)
menegaskan bahwa setiap fatwa harus menghadirkan maqashid syariah karena
maqashid syariah memberikan fungsi sebagai berikut:
1.
Bisa memahami nash-nash Al-Qur’an
dan Al-Hadis beserta hukumnya secara menyeluruh.
2.
Bisa mengganti salah satu pendapat kumpulan ulama berdasarkan maqashid
syariah sebagai salah satu standar (murajjihat).
3.
Memahami ma’alat (pertimbangan jangka panjang) kegiatan dan kebijakan
manusia dan mengaitkannya dengan ketentuan hukumnya.
KOMPETENSI
MUJTAHID DAN MUFTI
Kemampuan mujtahid mengetahui maqashid ini menjadi
keniscayaan agar fatwa yang dikeluarkannya itu sesuai dengan tujuan Allah SWT.
Dalam mensyariatkan hukum tersebut.
Oleh karena itu, seorang mufti (orang yang memberikan
fatwa) tidak boleh menafsirkan nash yang tidak sesuai dengan kehendak dan
tujuan Allah SWT.dengan memaksakan penafsiran (takalluf) dalam nash tersebut
supaya tidak terjadi. Salah satu kategori dharuriyat (kebutuhan primer) kemudia
dihukumi oleh mujtahid menjadi perbuatan sunnah(istishab) atau sebaliknya satu
masalah yang termasuk kategori tahsinat (kebutuhan pelengkap) kemudian dihukumi
oleh mujtahid menjadi wajib.
Sumber :
Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam:Sintesis Fikih dan ekonomi/Oni Sahroni dan
Adiwarman A. Karim