Oleh : Gina Tazkiyatun Nufus
Dalam
kamus bahasa Arab, maqshad dan maqashid berasal dari akra kata qashd. Maqashid
adalah kata yang menunjukkan banyak (jama'), mufradnya maqshad yang berarti
tujuan atau target. Sedangkan menurut istilah dari beberapa ulama adalah
sebagai berikut, menurut al-Fasi maqashid syariah adalah: tujuan atau rahasia
Allah dalam setiap hukum syariat-Nya. Menurut ar-Risuni, tujuan yang ingin
dicapai oleh syariat untuk mereaalisasikan kemaslahatan hamba. Dan Syatibi
mendifinisikan maqashid syariah dari kaidah berikut berikut: "Sesungguhnya
syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan
akhirat".
(sumber : kompasiana.com) |
Dari pengertian tersebut, dapat
dikatakan bahwa tujuan syariah menurut Syatibi adalah kemaslahatan umat
manusia. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tidak satupun hukum Allah yang tidak
mempunyai tujuan, karena hukum yang tidak mempunyai tujuan sama dengan
membebankan sesuatu yang tidak dilaksanakan. Kemaslahatan disini diartikan
sebagai segala sesuatu yang menyangkut rezeki manusia, pemenuhan penghidupan
manusia, dan perolehan apa-apa yang dituntut oleh kualitas-kualitas emosional
dan intelektualnya, dalam pengertian yang mutlak.
Imam Asy-Syatibi menjelaskan ada
5 (lima) bentuk maqashid syariah atau yang disebut dengan kulliyat
al-khamsah(lima prisip umum). Kelima maqashid tersebut yaitu: 1.
Hifdzu din(melindungi agama), 2. Hifdzu nafs(melindungi jiwa), 3.
Hifdzu aql(melindungi pikiran), 4. Hifdzu mal(melindungi harta), 5.
Hifdzu nasab(melindungi keturunan). Kemudian dalam kebutuhan manusia
terhadap harta ada yang bersifat dharuri(primer), haji(sekunder),
dan tahsini(pelengkap). Maqasid syariah memiliki tingkatan urgensi,
Diantaranya : dhararuruyat (kebutuhan yang harus dipenuhi), hajiyat
( kebutuhan yang seyoginya dipenuhi ), tahsinat ( kebutuhan pelengkap
).Maqasid syariah bukan dalil yang berdiri sendiri tetapi menjadi dalil yang
memiliki nash yang menjadi sandarannya.
Maqasid syariah memiliki 3 fungsi: bisa memahami nash
sumber hukum ( beserta hukumnya ) secara konferehnsif, menjadikan maqasid
syariah salah satu standar (murajjihat ) untuk mentarjuh salah satu pendapat
fuqaha, memahami ( ma’ allat ) pertimbangan jangka panjang.
Penerapan dalam maqasid syariah merupakan penjabaran
dari maqashid ( tujuan ) besarnya yaitu hifdzu mal ( menjaga dan
memenuhi hajat dan maslahat akan harta). Hifdzu mal tersebut juga
menjadi rumpunan kaidah dalam bidang muamalah, kaidah ini dijabarkan dengan maqassid
ammah ( tujuan-tujuan umum) dan maqashid khassah ( tujun kusus) yang
sangat banyak dan tidak terhitung jumlahnya.
Di dalam penerapan maqasid ammah mempunnyai
nilai tersendiri diantaranya, setiap kesepakatan harus jelas, setiap
kesepakatan bisnis harus adil, komitmen dengan kesepakatan, melindungi hak
kepemilikan, ketentuan akad – akad syariah, harta itu harus terdistribusi,
kewajiban bekerja dan memproduksi, Investasi harta, investasi dengan akad
mudharabah, keseimbangn antara keuntungan dan resiko.
Sedangkan maqashid khassah ketentuannya adalah :
maqasid pelaranga riba dalam surah ali- imran ayat 130, maqasid pelaranga riba
dalam surat al- baqarah ayat 275, maqasid perbedaan antara jual beli dan riba,
maqasid larangan riba qardh, maqasid larangan riba buyu’, maqasid larangan
praktik talaqqi rukban, maqashid larangan gharar, maqashid dalam hadits tentang
gharar, maqashid larangan ba’I al -innah, maqashid dalam perbedaan ulama dalam
ba’I al- innah, maqashid larangan ba’I al –kali bi al- kali ( jual beli
piutang), maqashid perbedaan ulama tentang bai’ al- dain lighairihi al- madin
bi tsamanin hal, maqasid larangan ihtikar, maqashid larangan bai najasy, maqashid
bai’atain fi bai’ah ( two in one ), maqashid laranagn maisir, maqashid larangan
risywah ( suap ), maqashid dalam perbedaan ulma tentang pengelolaan dana non
halal, maqashid larangan menggunakan emas bagi laki- laki, maqashid larangan
tas’ir ( menetapkan harga), perintah meninggalkan transaksi jual beli saat azan
jum’at, maqashid larangan menghambur- hamburkan harta, maqashid penentuan
ukuran dan timbangan, maqashid akad-akad dalam fiqih, maqashid berinfak,
maqashid pembagian ghanimah, maqashid hukum mencatat hutang piutang, maqashid
khiyar dalam jual beli, maqashid akad dalam jual beli, maqashid kewajiban
berzakat, maqashid hadits tentang zakat ftrah, perintah menghadirkan saksi
dalam transaksi.
Maqashid
larangan risywah (suap)
Risywah (suap-menyuap) adalah memberi sesuatu kepada
pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya . pada umumnya ,risywah
tersebut dalam bentuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh hukum yang berlaku
atau untuk mempercepat mendapatkan sesuatu yang seharusnya didapatkan kemudian
(perlu waktu)
Risywah di haramkan menurut islam , sesuai dengan nash
Al – Qur’an dan Al – Hadist Rasulullah
Saw.di antaraanya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu(QS.an-nisa {4}:29)
Ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan hal penting,yaitu
illat diharamkan risywah, yaitu memakan harta orang lain secara bathil (aklu amwalinnas bil bathil ) karena
sesungguhnya orang yang mendapatkan sesuatu dengan cara suap,sesungguhnya telah
mengambil hak orang lain.atau telah mencuri hak orang lain dengan modus suap –
menyuap .
Ada
maqshad (tujuan) ,dibalik pelarangan risywah .dalam islam,sejatinya setiap
orang mendapatkan hak ,upah,prestasi ,itu karena kerja ,produktivitas
,kontribusi rill dan amal nyatanya . setiap pekerjaan itu ditunaikan dengan
sebaik-baiknya ,maka ia berhak mendapat reward yang lebih baik pula .
Maka dengan diharamkannya risywah bertujuan agar
setiap–setiap pekerjaaan dilakukan secara ihsan (profesional),atas dasar
kemampuannya.sehingga setiap membekali dirinya untuk memiliki keahlian
(skill),agar mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan (skill)dan
kemampuannya yang dimilikinya.
Pedagang
yang melakukan risywah , adalah pedagang yang mengetahui bahwa dagangannya
tidak berkualitas dan tidak akan laku dijual di pasar , dan hanya bisa laku
dengan memberi suap kepada pihak tertentu agar barang dagangannya laku terjual
.
Manajer perusahaan yang melakukan risywah adalah orang
yang mengetahui bahwa ia tidak memilki skill dan kemampuan untuk memikul
jabatan tersebut . ia hanya bisa mendapatkan jabatan tersebut dengan memberi
suap kepada pihak tertentu agar mendapatkan jabatan tersebut.
Jika riswah telah mewabah masyarakat , maka para
pelaku dan pimpinan bukan lagi orang yang mampu melaksanakan tugasnya , tetapi
karena memilki uang untuk membeli tugasnya tersebut .sehingga dalam skala luas
, praktik risywah ini akan menurunkan tingkat produktivitas sebuah negara .
Menurut definisi risywah terebut diatas , disimpulkan
bahwa subtansi risywah adalah mengambil hak orang lain dengan cara menyuap
pihak yang berkewenangan memberikan hak tesebut. .
Sumber : Buku maqashid bisnis
dan keuangan islam:Sintesis fiqh dan ekonomi/Oni Sahroni dan Adiwarman A.Karim