Apa tujuan Allah dibalik pelarangan praktik riba pada sistem perekonomian?

Oleh Najla Najmatul


Allah mensyariatkan setiap hukumnya untuk kemaslahatan hambaNya. Ia tidak menciptakan sesuatu kecuali untuk tujuan tertentu. Begitu pula, Ia tidak mensyariatkan atau melarang sesuatu melainkan atas hikmah tertentu pula.


Maka ketentuan tersebut berlaku pada seluruh bidang dalam syariat islam, tak terkecuali pada bidang muamalah. Maka patut difahami oleh setiap umat islam bahwa dalam islam terdapat aturan yang harus diterapkan dalam amaliah secara individu dengan Sang Pencipta Allah Ta'ala (ibadah) dan pula amaliah antara individu dengan individu lain (muamalah).

Dr. Oni Sahroni, M. A membahas dalam bukunya Maqoshid Bisnis dan Keuangan Islam tentang maqoshid (tujuan) Allah dalam pelarangan praktik riba pada surah Ali Imran ayat 130 dan surah alBaqarah ayat 275.

Bahwa Allah telah mengharamkan praktik riba baik dari pemanfaatan, konsumsi, dan penggunaannya yang sedikit ataupun berlipat sekalipun.

a. Untuk Menghadirkan Rasa Empati Sosial.

Allah berfirman pada surah Ali Imran ayat 130:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٣٠﴾
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (Q.S.Ali Imran:130)

Bahwa praktik riba sangat bertolak belakang dengan prinsip hadirnya islam sebagai agama rahmatan lil'aalamiin. Sebab dengan melakukan riba, tentulah seseorang telah merampas harta orang lain dan hal tersebut sangat merusak moralitas sebagai makhluk sosial.

Maka dengan melakukan praktik riba seseorang berarti telah melakukan penambahan dalam pembayarannya atau pelunasan peminjaman hutangnya. Misal seribu rupiah ditukar dengan dua ribu rupiah atau satu kilogram ditukar dua kilogram.

Dan dalam peminjaman hutang yg diseetai riba, si peminjam diberi vatasan waktu untuk melunasi yang juga disertai penambahan di setiap pembayarannya sekalipun melalui kesepakatan bersama. Maka islam sangatlah melarang hal tersebut sebab akan merugikan salah satu pihak.

b. Untuk Menciptakan Kemashlahatan Umat.

Allah berfirman dalam surah alBaqoroh ayat 275

 ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
"Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.." (Q.S.alBaqoroh:275)

Dalam ayat ini Allah membedakan antara jual beli dan riba berdasarkan kondisi keduanya, yakni kebutuhan peminjam adalah untuk untuk menutupi hajat dirinya dan keluarganya. Sedangkan pembeli melakukan transaksi ini karena ada kelebihan harta yang dimiliki.

Jadi, pembeli merupakan indikator kecukupan dan peminjam ialah indikator kefakiran. Maka Allah mengharamkan riba sebab akan mengeksploitasi hajat si fakir sedangkan Allah halalkan jual beli untuk membantu hambanya dalam memenuhi kebutuhan hajatnya.

ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿٢٧٥﴾
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Q.S.Ali Imran:275)

Maqoshid tersebut sejalan dengan prinsip ekonomi, sebab riba bersifat mengeksploitasi dan dipandang sebagai transaksi tak wajar dengan mengambil untung berlebih / hak orang lain.
Wallahu a'lam.

0/Post a Comment/Comments