Oleh Muhamad Fatur Rahman
I.
Pendahuluan
Manusia tidak akan luput dari jual beli, karena jual beli adalah salah satu
sarana manusia yang saling melengkapi antara satu sama lainnya. Di zaman yang
serba canggih ini perkembangan sistem ekonomi sudah sangat pesat. Beragam
sistem ditawarkan oleh para niagawan untuk bersaing menggaet hati para
pelanggan, serta berbagai macam jual beli
yang terlealisasikan saat ini, salah satunya jual beli kredit.
Seorang
niagawan muslim yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan dunia sudah
semestinya cerdik dan senantiasa menganalisa fenomena yang ada agar mengetahui
bagaimana pandangan syariat terhadap transaksi ini. Dengan demikian tidak mudah
terjerumus ke dalam larangan syariat islam. Pada dasarnya transaksi muamalah
hukumnya adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkan.
II.
Pembahasan
A.
Definisi Jual
Beli Kredit
Jual beli
kredit berasal dari kata yaitu jual beli dan kredit. Secara etimologi,
Jual beli dalam bahasa arab disebut ba’i[1], yang berarti
mengambil sesuatu dan memberi sesuatu.[2]
Secara terminologi, jual beli menurut ulama Hanafi adalah tukar
menukar maal (barang atau harta)
dengan maal (barang atau harta)
yang dilakukan dengan cara tertentu. Pengertian lain yakni tukar-menukar barang
yang bernilai dengan semacamnya dengan cara yang sah dan khusus yaitu
ijab-qabul atau tanpa ijab-qabul.[3]
Jual beli
menurut ulama Syafi’iyah adalah tukar menukar harta atau materi dengan harta
atau materi lain dan sejenisnya dengan pemindahan kepemilikan.
Secara
etimologi kredit adalah pembagian dan pembelahan sesuatu menjadi beberapa
bagian secara terpisah.[4]
Kredit dalam
bahasa arab[5]
adalah ((تقسيط, kata qisth sama dengan iqsaath, yakni bagian
atau jatah. Maka kata taqsieth atau kredit artinya adalah
pembagi-bagian.[6]
Jadi dapat disimpulkan, jual beli kredit adalah transaksi jual beli, dimana
barang diterima pada waktu transaksi dengan pembayaran tidak tunai dengan harga
yang lebih mahal daripada harga tunai. Serta pembeli melunasi kewajibannya
dengan cara angsuran tertentu dalam jangka waktu tertentu.[7]
B.
Hukum Jual
Beli Kredit
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum
jual beli kredit yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yaitu :
1. Boleh, adapun dalil-dalinya :
a.
Allah ta’ala
berfirman :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.[9]
Ibnu Abbas menjelaskan, ayat ini diturunkan khusus berkaitan dengan jual
beli As Salam[10]
saja. Imam Al Qurtubhi menjelaskan, artinya kebiasaan masyarakat madinah
melakukan jual beli as salam adalah penyebab turunnya ayat ini. Kemudian
ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma’ ulama.[11]
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُم[12]
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu.”
Jual beli kredit termasuk jenis perdagangan yang dilakukan suka sama suka
sehingga diperbolehkan.[13]
b.
Rosulullah sallaullahu
‘alaihi wasalam bersabda :
اشترى رسول الله صلى الله عليه و سلم من يهودي
طعاما بنسيئة –أي بالأجل- ورهنه درعا له من حديد
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli sebagian bahan
makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan dan beliau juga menggadaikan baju besi kepadanya.” (HR.
Bukhari:2096 dan Muslim: 1603)[14]
Diriwayatkan dari Amru bin ‘Ash radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, Nabi menyiapkan unta-unta zakat untuk tunggangan
pasukan berjihad, ternyata jumlah unta tidak mencukupi, maka nabi
memerintahkanku untuk membeli unta dengan cara tidak tunai dan dibayar nanti
bila datang unta zakat, maka aku beli seekor unta dengan dua/tiga ekor unta
yang lebih muda yang dibayar setelah unta zakat datang maka nabi membayarnya.
(H.R Ahmad. Sanad hadits ini dinyatakan shahih oleh Ar Nauth).[15]
c. Menurut pandangan para fuquha’ :
Menurut ulama Hanafiyah, penjualan kontan dengan kredit tak bisa disamakan.[16]
(Badai’ush Shanai, V/142). Kemudian menurut ulama penundaan salah satu
alat tukar dapat menyebabkan pertambahan
kompensasi. (Al Muwafiqaat, IV/41). Syaikh islam Ibnu Taimiyyah
menandaskan putaran waktu memang memiliki jatah harga, (Majmu’ Al Fatawa,
29/449).[17]
2. Haram, adapun dalilnya :
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و
سلم : ” أنه نهى عن بيعتين في بيعة
Dari Abu Huroiroh dari Rosululloh bahwasannya
beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.” (H.R. Tirmidzi)
Diantara
penafsiran bentuk dua jual beli dalam satu jual beli, yaitu: penjual berkata, “Saya
jual barang ini kredit dengan harga sekian dan tunai dengan harga sekian”. Maka
jual beli kredit termasuk larangan dalam hadits ini karena harganya dua, kredit
sekian dan tunai sekian.[18]
Imam Khatabi
mengatakan, jika harga yang ditawarkan majhul (tidak jelas), maka
transaksinya batal, dan adapun jika ditentukan salah satu dari dua harga yang
ditawarkan dan masih dalam majlis maka hukumnya sah.[19]
C.
Syarat-Syarat
dalam Jual Beli Kredit
1.
Status barang
dalam wewenang dan kekuasaan penjual saat akad, maka tidak boleh keduanya
melangsungkan kesepakatan atas harga, penentuan waktu pembayaran dan angsuran,
kemudian sesudah itu penjual baru membelinya dan menyerahkannya kepada pembeli.[20]
Maka tidak boleh pihak jasa kredit melangsungkan akad jual beli motor dengan
konsumennyasebelum barang yang telah dibelinya dari dealer motor diterimanya.[21]
Ini diharamkan karena Nabi sallaullahu ‘alaihi wasalam bersabda
لا تبع ما ليس عندك
“janganlah menjual sesuatu yang tidak
ada padamu[22],
(yakni tidak berada pada
kepemilikanmu saat akad[23]).
2.
Barang yang
dijual bukan merupakan emas, perak atau mata uang. Maka tidak boleh menjual emas dengan cara kredit karena ini termasuk riba bai’.[24]
Sebagaimana sabda Nabi sallaullahu ‘alaihi wasalam yang diriwayatkan dari Ubadah bin As Shamit,
الذهب بالذهب ، والفضة بالفضة ،
والبر بالبر ، والشعير بالشعير ، والتمر
بالتمر ، والملح بالملح مثلا بمثل سواء
بسواء يداً بيد ، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد
“emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
jerawut dengan jerawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, (harus
dilakukan dengan) takaran yang sama, dari tangan ketangan. Jika jenisnya
berbeda maka silahkan lakukan transaksi sesuai dengan kehendak kalian.”[25]
3. Barang yang dijual secara kredit harus diterima pembeli tunai saat akad
berlangsung.[26]
Dan Penjual tidak berhak menguasai hak kepemilikan barang sesudah akad, namun,
dia boleh menetapkan syarat atas pembeli agar menggadaikkan barang padanya
untuk menjamin haknya dalam pembayaran cicilan yang telah disepakati.[27]
4. .Pada saat transaksi dibuat, harga harus satu dan jelas serta besarnya
angsuran dan jangka waktunya harus jelas.[28] Sebagaimana sabda Nabi sallaullahu ‘alaihi wasalam yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
من سَلَّفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي
كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ
“barang siapa yang meminjamkan sesuatu maka ia meminjamkannya dalam takaran
yang jelas dan dalam timbangan yang jelas.”[29]
5. Tidak boleh mengharuskan pembeli -saat akad atau sesudah itu- untuk
membayar uang lebih atas apa yang sudah disepakati pada saat akad manakala
pembeli terlambat membayar cicilan (yakni membayar uang punishment), karena itu
adalah riba yang haram.
6. Haram atas pembeli yang mampu (yakni punya uang untuk membayar) untuk
mengulur-ulur pembayaran cicilan dari waktunya.[30]
8. Akad ini tidak dimaksudkan untuk melegalkan
riba, sehingga tidak boleh jual beli ‘inah,[32] dan tidak boleh akad jual beli kredit dipisah antara harga tunai dan bunga
yang diikat dengan waktu. Contohnya: penjual dan pembeli membuat akad, harga
motor ini 10 juta rupiah dan bunganya sebesar 1 juta rupiah sebagai imbalan
waktu pelunasan selama 1 tahun. Karena kedua hal tersebut menyerupai riba.[33]
III.
Penutup
Kesimpulan
Jual beli kredit adalah transaksi jual beli, dimana barang diterima pada
waktu transaksi dengan pembayaran tidak tunai dengan harga yang lebih mahal
daripada harga tunai. Serta pembeli melunasi kewajibannya dengan cara angsuran
tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Maka jual beli kredit
tidak menjadi riba jika memenuhi beberapa pesyaratan. Jadi, jika tidak memenuhi
pesyaratan yang ada, maka jual beli kredit tidak sah. Demikian juga jual beli
kredit yang terealisasikan pada masyarakat saat ini, jika tidak memenuhi
persyaratan tersebut maka jual beli yang terjadi tidak sah, begitu juga
sebaliknya. Wallahu ‘alam bishawwab....
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Alhamdulillah semoga bermanfaat bagi kita semua….
Daftar Pustaka
1.
Ahmad Warson
Munawwir, 1997, Al-Munawwir, Surabaya, Pustaka Progressif.
2.
Syaikh Shalih
bin Abdul Aziz, 2015, Fikih Muyassar, Jakarta,
Darul Haq.
3.
Wahbah Az
Zuhaili, Al Wajiz Fie Fiqih Islami, Darul Fikri
4.
Abdullah bin
Abdurrahman Al Jibrin, Jual Beli Secara Kredit, Solo, At Tibyan
5.
Majiddudin
Muhammad bin Ya’qub Al Fayruz Abadi, 2015, Kamus Almuhith, Al Qohiroh,
Darul Ibnu Al Jauzi.
6.
Erwandi
Tarmizi, 2013, Harta Haram Muamalat Kontemporer, Bogor, PT. Bekat
Mulia Insani.
7.
Abu Malik
Kamal bin Sayid Salim, 2003, Shohih fiqih
Sunnah, Jakarta, Pustaka At Tazkia
8.
Al Hafidz Abi
Al Ula Muhammad Abdurrahman Ibnu Abdurrohim Al Mubarokfuri, 2001, Tuhfatul
Ahwadzi, Al Qohiroh, Darul Hadits.
9.
Kumpulan Ulama
(Utsaimin, Abdurrahman As Sa’dy, Syaikh bin Baz, Shalih Fauzan), 2011, Tanya
Jawab Lengkap Permasalahan Jual Beli, Jakarta : As Sunnah.
[4] Abdullah bin Abdurrahman Al
Jibrin, Jual Beli Secara Kredit, Solo : Pustaka At Thibyan, hal : 34-36
[5] Dalam kamus Al Munawir, hal 10, Al Ajl (الأجل) yang berarti tempo, tunda, batas waktu
atau kredit.
[6] Majiduddin Muhammad bin Ya’qub Al
Fairuz Abadi, Kamus Almuhith, Al Qohiroh :
Darul Ibnu Al Jauzi, hal:544
[7] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 372.
[9] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 375.
[10] Jual beli as salam adalah jual beli
pesanan ( menjual
barang secara inden dengan spesifikasi ciri-ciri yang telah dijelaskan didalam
tanggungan penjual dengan harga kontan yang dibayarkan didepan. (lihat, fiqih
Muyassar, hal 368)
[13] Abdullah bin Abdurrahman Al
Jibrin, Jual Beli Secara Kredit, Solo : Pustaka At Thibyan hal : 43
[15] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 375.
[18] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 377.
[19] Kumpulan Ulama (Utsaimin,
Abdurrahman As Sa’dy, Syaikh bin Baz, Shalih Fauzan), Tanya Jawab Lengkap
Permasalahan Jual Beli, Jakarta : As Sunnah, 2011), hal ; 274.
[21] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 379.
[22] Ketentuan ini berlaku pada jual beli a’yan
(yaitu dzatnya barang), bukan pada jual beli sifat (dengan menyebutkan
kriterianya.
[23] Seperti, jual beli hamba yang kabur, menjual
barang sebelum memegang dan menerimanya, menjual barang lain tanpa seizinnya,
ini menurut pendapat As Syafi’i, dan sejumlah ulama malik, para murid Abu
Hanifah, dan malik. (tuhfatul Ahwadzi, Muhammad Abdurrahman bin
Abdurrahim Al Mubarokfuru, 4/360)
[25] Abdullah bin Abdurrahman Al
Jibrin, Jual Beli Secara Kredit, Solo : Pustaka At Thibyan hal : 51
[26] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 379.
[28] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 379
[29] Abdullah bin Abdurrahman Al
Jibrin, Jual Beli Secara Kredit, Solo : Pustaka At Thibyan, hal : 50
[31] Yakni dengan terjadinya
antara kedua belah pihak untuk saling melakukan jual beli terhadap barang
tertentu dengan harga yang disepakati, hanya saja sistem bisnis seperti ini
tidak memberikan pengaruh secara langsung, dalam arti tidak terjadi pepindahan
kepemilikansecara langsung dari penjual kepembeli. (lihat Jual Beli Secara Kredit, Abdullah bin Abdurrahman Al
Jibrin, hal : 122)
[32] Jual beli ‘inah adalah membeli barang
dengan cara kredit kemudian barang tersebut dijual kembali kepada penjual tadi
secara tunai dengan harga dibawah harga jual pertama. Dan hukum dari jual beli
ini para ulama sepakat bahwa hukumnya haram, dan madzhab syafi’i
memperbolehkannya, akan tetapi dalilnya tidak kuat. (lihat dalam kitab, harta
haram kontemporer, Erwandi Tirmizi, hal: 383, dan Al Wajiz fie Fiqih Islami, Wahbah
Az Zuhaili, 2/48, dan shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin Sayid
Salim, 5/447)
[33] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat
Kontemporer, Bogor: PT. Bekat Mulia Insani, 2013, hal. 379