Oleh Tsabita Aulia
Gharar bisa diartikan kedua belah pihak dalam
transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi
baik kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga pihak kedua
dirugikan. Oleh karena itu melakukan transaksi dalam akad yang ada unsur Gharar
hukumnya tidak boleh atau dilarang dalam syariat lslam.
Menurut Ibn Hazm: “ Gharar dalam jual-beli terjadi
apabila si pembeli tidak tahu apa yang telah ia beli dan si penjual tidak tahu
apa yang telah ia jual”
Empat macam resiko dan
ketidakpastian dalam transaksi-transaksi Gharar berdasarkan hadist-hadist
adalah:
1.
Judi dan spekulasi: ini terdapat dalam transaksi
seperti dharbat al ghais atau jual beli yang ditentukan oleh jatuhnya rempalan
kerikil.
2 .
Hasil yang tidak menentu: ini dapat diamati dalam
transaksi jual-beli didalam laut, atau budak yang telah kabur. Jual-beli barang
yang belum ada ditangan seseorang juga jatuh dalam kategori ini.
3.
Keuntungan mendatang yang tidak diketahui: ciri ini
dapat diamati dalam akad-akad seperti
‘adu kuda jantan’ dan darbat Al
Ghais. Transaksi-transaksi itu dipengaruhi oleh judi, khususnya apabila
pembeli memiliki prediksi yang salah atau membayar taruhan terlalu banyak.
4.
Ketidaktelitian: ciri ini dapat diamati dalam
transaksi seperti jual-beli barang sebelum ditimbang atau jual-beli bahan
makanan secara serampangan atau yang membahayakan ( bay’ al Juzay)
Beberapa
contoh akad yang melibatkan barang yang tidak ada adalah sebagai berikut:
1.
Jual beli buah-buahan diatas pohon pada awal musim
Karena barang yang menjadi objek akad jual beli tidak
ada pada saat akad dan tidak ada kepastian tentang keberadaanya di masa
mendatang, karena buah-buahan itu dapat membusuk dan rusak oleh bencana alam. Ini
lah yang dijelaskan dalam sabda Nabi SAW. Namun beberapa orang belum menyadari
bahwa praktik ini merupakan satu bentuk judi.
2.
Forwards and Futures Transaction
Forwards and Futures Transaction adalah “persetujuan
Antara dua pihak untuk membeli (menjual) suatu kualitas dan kuantitas tertentu
dari asset tertentu pada tanggal tertentu di masa mendatang untuk harga yang
belum ditentukan diawal akad”. Ia berbeda dengan akad salam yang dibolehkan
dalam syariah karena penyerahan barang diakhir merupakan keharusan, sedangkan
dalam future contract biasanya tidak ada penyerahan barang dan menjual ualng
komoditas-komoditas tanpa menerimanya terlebih dahulu.
Itulah
beberapa resiko dan
ketidakpastian dalam jual-beli, Melalui artikel ini semoga dapat
menambah pengetahuan persengketaan dalam bisnis atau ekonomi syariah khususnya
mengenai kewenangan dan prosedur beracara di lingkungan masyarakat yang sesuai
dengan hukum Islam.
Ditulis oleh: Tsabita Aulia
Sumber Referensi: Prof. Dr Mansoori Muhammad Tahir,
Kaidah-kaidah Fiqih Keuangan dan Transaksi Bisnis