Dunia Bersatu Lewat Coronavirus dan Sastra

Oleh Gian Bakti Gumilar

Inilah saatnya

duduk bersama dan bicara.

Saling menghargai nyawa manusia.

- WS Rendra, Inilah Saatnya (2001)



Memang tidak ada yang menyangka tiga bulan pertama di tahun 2020 akan semencekam ini. Saat awal tahun negeri sudah dihantam banjir yang parah, belum lagi berita kematian tokoh-tokoh bangsa dan dunia selalu menjadi headline berita. Tapi semua kesedihan itu sepertinya akan cepat berlalu jika Covid-19 akibat coronavirus jenis baru yang ditemukan akhir tahun lalu di Wuhan tidak mewabah dan menjadi pandemi yang mengerikan di seluruh dunia. Sudah beribu orang terpapar dan meninggal akibatnya, termasuk di Indonesia. Covid-19 seakan mengajarkan makna viral yang sejati kepada manusia: bersifat menyebar luas dan cepat seperti virus.


Pencarian dan penelitian vaksin berpacu dengan waktu dimana dalam hitungan hari korban selalu bertambah. Demi mencegah meluasnya penularan, negara-negara yang terpapar mulai membatasi bahkan mengunci akses pulang-pergi ke luar negeri, warganya diharuskan mengkarantina dirinya secara mandiri. Adapun jika terpaksa ke luar rumah, harus ada jarak aman antar pribadi. Himbauan mencuci tangan dan sterilisasi terpampang di mana-mana. Kabar baiknya yang tertular lalu meninggal selalu jauh lebih sedikit dibandingkan yang tertular lalu sembuh, walaupun begitu bukan lantas menjadi meremehkan. Tetaplah waspada! Untuk menguatkan imun tubuh rajinlah olahraga dan tentu minum jamu, katanya.


Tiongkok sebagai negara yang paling menderita karena wabah ini mulai lega, bahkan dikabarkan tidak ditemukan lagi kasus positif baru di Wuhan. Adapun kasus-kasus baru belakangan ini seringnya adalah bawaan warganya yang pulang dari luar negeri lalu menjadi carrier coronavirus. Dunia justru sekarang prihatin terhadap Eropa, bukan apa-apa karena wabah ini menyebabkan perhelatan sepakbola yang sudah lama dinikmati seluruh dunia harus ditunda.


Khususnya di Italia, dunia harap-harap cemas melihat lonjakan angka penderita yang tiba-tiba. Kini Italia menempati urutan kedua setelah Tiongkok dalam jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak, bahkan angka kematian tertinggi. Maka uluran tangan dunia internasional pun mulai berdatangan, salah satunya dari Tiongkok yang sudah mendingan. Bagaimana dalam kondisi terpelik, kita sebagai manusia bisa merasa terhubung sebagai warga dunia yang senasib sepenanggungan, sepertinya hal itulah yang bisa kita simpulkan dari kutipan di kotak bantuan Tiongkok ke Italia yang sudah viral di banyak media sosial. Seperti dilansir oleh newsweek.com pada kotak bantuan berisi 10.000 masker FFP3 yang disponsori utamanya oleh perusahaan elektronik Tiongkok, Xiaomi itu tertulis penggalan puisi yang dinisbatkan pada salah satu filsuf Stoa, Seneca.


“We are waves of the same sea,

leaves of the same tree,

flowers of the same garden.”


Kendati setelah saya telusuri lebih jauh, penggalan puisi itu ternyata berasal dari Messaggio Della Fratellanza dan sebagian sumber merujuk pada pendiri Baha’i yaitu Baha’ullah. Indah sekali jika semua bangsa telah menyadari maksud kutipan puisi itu. Nada yang sama juga terlihat saat perusahaan Tiongkok lainnya, Sany menyumbangkan 50.000 masker medis kepada negara Eropa lainnya, Jerman:


“Mountains and valleys

do not come together,

but people will.”


Sebenarnya kebiasaan mengutip puisi khas suatu bangsa yang sedang bersedih ini dimulai oleh Jepang, yaitu saat the Japan Youth Development Association mengirim donasi masker dan termometer digital ke Tiongkok. Mereka menuliskan bait indah dari zaman Dinasti T’ang yang kira-kira terjemahan kasarnya berbunyi:


“Mountain and river in different lands

Wind and moon under the same sky.”


Selain itu ada pula donasi lain dari Jepang ke Tiongkok itu bertuliskan, “We are created to share nature and love,” di kesempatan lain bahkan lebih menyentuh, “How shall it be said that you have no clothes? I will share my lower garments with you?” Secara efektif aksi diplomasi donasi ini juga menjadi pencair suasana Jepang – China yang sering tidak menentu. Hal ini seperti menunjukkan sisi positif akibat bencana wabah coronavirus, lalu sisanya sastralah yang mengambil bagian dan mampu menyentuh esensi terdalam kemanusiaan kita. Awal tindakan Jepang inilah yang mendorong Tiongkok sehingga mampu berbagi lebih banyak, padahal kita tahu beberapa bulan ke belakang pemimpin negara ini mulai merasa jumawa dengan kekuatan ekonomi negaranya dan sesumbar tidak ada yang mampu mengungguli Tiongkok.


Tiongkok mungkin belajar, negara bukan hanya sekumpulan humanoid, tapi juga manusia yang memiliki hati dan sisi unik lainnya. Ini berlanjut kepada bantuan Tiongkok lainnya seperti donasi ke Korea Selatan yang mengutip Gim Jeong-hui, seorang cendikiawan dan kaligrafer di akhir periode Joseon:


“Pine trees and cyprees trees

in the cold time of the year

do not forget each other”


Tak tertinggal hal serupa juga dilakukan Tiongkok lewat donasi ke Iran dengan mengutip penyair Persia abad pertengahan yang terkenal dengan nama Sa’di, atau yang bernama lengkap Abu Muhammad Mushlih ad-Din ibn Abdullah Shirazi yang secara sepintas lalu mengingatkan kita juga kepada sabda Baginda Nabi Muhammad Saw.:


“Bani Adam adalah seperti bagian tubuh,

diciptakan dari satu sumber,

kala ada bencana menimpa satu bagian tubuh,

bagian tubuh yang lain tidaklah mungkin dapat berdiam diri.”


Semoga pemandangan indah ini terus berlanjut, dan semoga tidak dibutuhkan lagi suatu bencana yang mengancam agar dunia dapat berhenti berperang. Sehingga perdamaian dunia dapat terwujud dan penjajahan di atas dunia dapat dihapuskan seperti cita-cita bangsa kita. Di tengah semua harapan itu salah satu kawan berseloroh menyela di tengah obrolan daring, kutipan puisi seperti apa yang akan tercantum pada kotak donasi ke Indonesia. Apakah akan dikutip puisi pamflet Rendra seperti di muka tulisan ini, atau penyair lain misal dari angkatan ’45? Maksud berkelakar saya menjawab, “Ini ada bantuan dari kami tolong jangan dijual lagi, apalagi dikorupsi!” begitu kira-kira pikir saya yang disambut gelak tawa emoticon orang-orang dalam grup obrolan.



0/Post a Comment/Comments