WartaNusa - Islam
merupakan agama yang sempurna, dimana segala aspek kehidupan diatur didalamnya
dengan lengkap dan dinamis untuk memberikan penjelasan dan arahan yang sesuai
dengan ketetapannya, baik segi ruhiyah, politik, ekonomi, keuangan bahkan hal
terkecilpun diatur dalam Islam. Perkembagan lembaga keuangan di Indonesia
terbagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan
konvensional. Secara garis besar kedua jenis lembaga keuangan ini memiliki
peran yang sama yaitu untuk menerima dan mendistribusikan dananya. Dalam
pandangan masyarakat awam kedua lembaga terssebut sama, namun jika ditelaah
lebih jauh kedua lembaga keuangan tersebut memiliki perbedaan yang jauh dimulai
dari perbedaan dalam segi akad atau kesepakatan dan fungsi sosialnya.
Lembaga
keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah
dalam menjalankan tugasnya, dimana tugas dari lembaga keuangan yaitu sebagai
penghimpun dana dan penyalur dana. Tujuan dari lembaga keuangan syariah (LKS)
agar masyarakat terutama umat muslim terhindar dari hal-hal yang dilarang dalam
prinsip islam seperti maisir, ghoror dan riba, yang dimana riba sangat berdampak buruk
pada suatu perekonomian negara, kecenderungan pada sistem riba dari sisi
kerugian sangat menonjol karena individu atau nasabah yang membutuhkan dana
semakin dirugikan karena harus membayar bunga yang biasa disebut riba walaupun
disisi keuangan syariah tetap ada margin yang dikeluarkan oleh nasabah namun
margin tersebut disepakati dari kedua belah pihak yang sama-sama sepakat. Lembaga keuangan konvensional juga harus
memperhatikan aspek kehalalan untuk nasabah baik dalam transaksi investasi atau
transaksi lainnya.
Saat
ini lembaga keuangan syariah sudah meningkat untuk aspek bisnis lainnya tidak
hanya perbankan tetap ada lembaga keuanagn non bank seperti pasar modal
syariah, asuransi syariah, leasing syariah, BMT dll. Peningkatan lembaga
syariah dalam aspek bisnisnya namun market share perbankan syariah saat ini
masih berkisaran 5%, artinya kepercayaan masyarakat terhadapa lembaga keuangan
syariah masih sangat minim, diantaranya terhadap kepatuhan syariah (Syariah
Compliance) Masih terdapat keraguan masyarakat terhadap kepatuhan lembaga
keuangan syariah terhadap implementasi nilai-nilai syariah.
Menurut
Umar Chapra (2002) dalam (junusi,2012) mengatakan bahwa kegagalan lembaga
keuangan syariah dalam implementasi nilai-nilai syariah mengakibatkan
meningkatnya perpindahan nasabah ke bank lain sebanyak 85%. Menjelaskan bahwa
nasabah yang menggunakan bank syariah memiliki tingkat perpindahan ke bank lain
yang tinggi karena adanya rasa kurang percaya terhadap bank syariah terhadap
stabilitas dan pemenuhan nilai-nilai syariah yang tertuang dalam bank syariah,
Oleh karena itu tugas bank syariah harus ditingkatkan yaitu untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat Indonesia terkait prinsip-prinsip syariah yang sudah di
implementasi dalam bank syariah.
Dalam
proses peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemenuhan nilai-nilai
syariah terhadap bank syariah memerlukan adanya suatu fungsi yaitu fungsi audit
Syariah. Dalam hal ini auditor Syariah memegang peranan penting dalam meningkatkan
kepercayaan masyarakat untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi laporan
keuangan syariah sudah sesuai dengan nilai-nilai syariah. Sehingga stakeholder
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap implementasi nilai-nilai
Syariah dan menjelaskan bahwa bank syariah telah menjalankan kewajibannya
sesuai dengan syariat Islam.
Menurut
Hery (2017) audit internal adalah penilaian yang dikembangkan oleh audit untuk
menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam suatu
perusahaan pada suatu organisasi perusahaan. Fungsi dari penilaian suatu
kegiatan dan kinerja dari suatu entitas dikembangkan secara bebas untuk
mengkaji kembali terkait kebijakan manajemen puncak dalam berbagai bidang
seperti dalam bidang akuntansi, keuangan dan bidang-bidang operasi lainnya
sebagai dasar untuk memeberikan pelayanan kepada manajemen dengan regulasi yang
diatur di Indonesia.
Menurut
Kasim, 2009 menyatakan bahwa penerapan syariah memiliki tantangan yang besar,
terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala besar dalam penerapan audit
syariah yaitu kerangka kerja, kualifikasi dan isu yang terkait indenpendensi
dan peran dewan pengawas Syariah sebagai auditor Syariah. Dewan pengawas
Syariah merupakan bagian nilai yang tidak mengikat dan tidak memiliki kekuasaan
untuk memaksa seperti hukum, dewan pengawas Syariah hanya mengeluarkan fatwa
yang terkait permintaan-permintaan terhadap isu yang ada dalam lembaga keuangan
syariah dan perbankan syariah memiliki kebebasan untuk menerapkan fatwa yang
akan diterapkan dalam lembaga keuangan syariah tersebut.
Perbankan
syariah harus meningkatkan kinerjanya untuk mendapatkan peluang bisnis yang
lebih besar sehingga yang diperlukan adalah pengukuran dari fungsi auditor itu
sendiri, karena auditor sangat penting bagi lembaga keuangan di Indonesia baik
konvensional maupun syariah, karena untuk memprediksi kecurangan (fraud) yang
disengaja atau yang tidak disengaja. Terlebih tanggung jawab perusahaan tidak
hanya untuk faktor internal namun penting juga untuk pihak eksternal mengetahui
laporan keuangan suatu entitas. Menurut Kasim (2009), audit dalam keuangan
islam harus memiliki fungsi yang berguna untuk masyarakat atau yang memiliki
fungsi sosial yang tinggi dibandingkan audit konvensional. Fungsi dari audit
tidak akan terealisasi jika audit tidak berpegang dengan ketentuan syariah yang
telah diatur dalam islam karena dalam islam keamanahan seorang audit sangat
berdampak untuk diri sendiri maupun orang sekitar. Sehingga dibentuklah peran
auditor syariah adalah untuk menjaga atau mengawasi syariah complience lembaga
keuangan syariah, oleh karena lingkup audit syariah lebih luas cangkupannya
dibandingkan dengan audit konvensioanl. Hanifah (2010) menjelaskan bahwa audit
syariah harus memegang prinsip kebenaran, keadilan dan relevansi laporan
keuangan yang diterbitkan oleh manajemen dan memastikan bahwa manajemen telah
melakukan tugas dan wewenangnya yang telah diatur oleh hukum dan prinsip
syariah serta memastikan bahwa manajemen tugas sebagai tujuan syariah yang
dimana sebagai upaya melindungi dan meningkatkan kehidupan umat manusia.
Berdasarkan
penjabaran diatas bahwa lingkup audit tidak hanya terkait laporan keuangan, dan
aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan oleh suatu entitas melainkan ada
pengaruh dari lingkungan sosial dan proses pengauditannya hal ini telah diatur
dalam agama islam.
Akan
tetapi saat ini praktik audit syariah yang ada di Indonesia masih bergantung
kepada audit konvensional dikarenakan beberapa faktor yaitu pengelolaan sumber
daya di bidang muamalat masih kurang sehingga SDM yang tercipta di nilai kurang
profesional atas kurangnya pengetahuan bidang fiqh muamalat dan hal yang sangat
penting di kuasai oleh auditor syariah adalah pemahaman terkait peraturan
syariah itu merupakan point utama yang terpenting.
Efektivitas
audit internal dalam The International Institute of Internal Auditors IIA
didefinisikan bahwa efektivitas dan efisiensi merupakan faktor dari tingkat
kualitas yang didirikan tercapai. Oleh karena itu informasi dalam cangkupan
pelaporan dan penentu kriteria dari informasi yang diterima sehingga fungsi
audit internal untuk memberikan jaminan kepada para stakeholders dan
jaminan untuk sistem pengendalian internal suatu organisasi. Untuk mencapai
tujuan internal diperlukan pedoman yang telah dibentuk oleh IIA atau disebut
(IPPF) Internasional Praktik Profesioanal Framework sebagai persyaratan hukum
dalam pedoman audit intrenal.
Selain
itu audit internal memerlukan adanya sifat independent auditor, dalam
hal ini seharusnya DPS dari bank dimana ditugsakan. Dalam pekerjaan nya DPS
dibantu oleh staf divisi kepatuhan bank yang lebih banyak melakukan pekerjaan
administratif, persiapan, memilih sampel bahkan melakukan review awal. Hasil
review yang baru kemudian akan di kaji dan di review oleh DPS. Staf yang
mebantu kelancaran dari pekerjaan DPS merupakan unsur internal bank proses ini
berpengaruh terhadap proses audit syariah yang dilakukan.
Audit
syariah merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk mengumpulkan bukti
terkait informasi kegiatan dan operasi yang dilakukan oleh suatu entitas untuk
memberikan pendapat kriteria syariah dalam suatu elemen informasi. Audit
syariah melakukan audit dengan melihat praktik audit dari lembaga keuangan
syariah sebagai informasi keuangan yang dituju. Dalam konteks legitimasi
keagamaan lembaga keuangan syariah, para ahli menganjurkan bahwa audit syariah
sebagai mode jaminan dalam mengukur kepatuhan syariah dan memastikan hak dan
perilaku ynag tepat dari kegiatan operasi lembaga keuangan syariah sehingga
dapat menilai prosedur masing-masing produk untuk memastikan kepatuhan syariah
dan memeriksan kesehatan sistem kontrol internal.
Audit
syariah kaitanya sangat erat dengan praktik audit internal dalam hal kepatuhan
pemberi jaminan terhadap keterlibatan pemangku kepentingan. Audit internal
syariah tidak melakukan audit laporan keuangan seperti yang dilakukan oleh
audit eksternal tetapi audit internal syariah melakukan pengawasan dan
mengevaluasi laporan keuangan untuk memastikan bahwa masalah ketidapatuhan dan
keuantungan yang tidak diakui syariah.
Perlunya
audit intenal syariah yang efektif memberikan urgensi yang tepat dalam pembuatan
regulator yang efektif dalam pembuatan pedoman dan kerangka kerja yang kuat
bagi lembaga keuangan syariah untuk mengimplementasikan audit syariah yang
sesuai dengan sumber sunnah yaitu al-qur’an dan hadist.
Dari
sisi lain audit internal dapat diukur dari sisi lain segi kualitas audit
internal. Jika mutu internal dipertahankan maka akan memberikan kontribusi pada
keselarasan prosedur dan operasi audit, sehingga dapat memberikan efektivitas
organisasi secara keseluruhan. Dittenhofer (2001) dalam artikel fungsi audit
internal syariah yang efektif (aisyah Ainul) mengatakan bahwa prosedur audit
yang efektif harus sesuai dengan peratiran yang ada sehingga dapat menentukan
karakter dan kualitas evektivitas operasioanl dari pengendalian audit.
Lembaga
membutuhkan pedoman standar yang efektif dan sistematis untuk audit internal. Tujuan
utama auditing adalah untuk memberikan opini atas pemeriksaan laporan keuangan
yang telah disiapkan manajemen, dalam semua aspek yang telah memenuhi hukum dan
prinsip syariah, AAOIFI, dan standar yang berlaku di negara yang bersangkutan. Dengan
kata lain audit tidak hanya terbatas pada peraturan umum namun berkaitan juga
dengan prinsip-prinsip yang ada di agama Islam.
Kerangka
kerja (framework) audit syariah mengacu kepada dua pedoman. Pertama
ialah PSAK Syariah yaitu pedoman dalam pemeriksaan laporan keuangan syariah
yang telah dikeluarkan oleh IAI sebagai panduan audit dalam melakukan analisa
terhadap laporan keuangan. Kedua ialah fatwa DSN-MUI yaitu pedoman untuk
pemeriksaan dari aspek luar laporan keuangan.
Apabila
framework dikombinasi dengan aturan yang berlaku disertai dengan
prinsip-prinsip atau aturan yang sesuai syariah maka audit syariah dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal tersebut dilakukan untuk mengukur sejauh
mana entitas atau suatu organisasi mematuhi aturan dan regulasi yang diberikan
oleh Allah SWT dan tidak hanya untuk memastikan keadilan dan kebenaran pada
laporan keuangan yang disiapkan manajemen (Rahman,2008).
Ada
tiga konsep mencapai efektifitas auditor syariah untuk memastikan semua
transaksi yang tersedia pada lembaga keuangan sudah sesuai dengan syariat dan
terbebas dari unsur-unsur yang dilarang seperti riba, penipuan, perjudian dll.
1. Mendidik
individu yang berorientasi pada sifat keadilan, sehingga menghasilkan
karakteristik dari seorang auditor syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Sehinga dapat memperkuat dan memvalidasi pekerjaan manajemen.
2. Membangun
keadilan untuk mencapai tujuan sosial, sehinga seorang auditor syariah tidak
diperbolehkan untuk menafsirkan sesuatu secara subjektivitas yang tinggi, harus
menempatkan segala sesuatu pada batasannya tanpa keluar dari batas proporsi
tersebut agar tidak menimbulakan kerusakan bagi kepentingan orang lain.
3. Mencapai kepentingan umum yaitu maslahah, auditor syariah harsu memastikan bahwa kepentingan umum sangat pentimg untuk menjalankan suatu aktivits. Auditor syariah harus memastikan kebijakan yang telah dirancang dari program lembaga keuangan syariah ditujukan untuk masyarakat umum dari sisi tanggung jawab sosial. Dengan pertumbuhan dan perkembangan industri syariah yang semakin meningkat maka seharusnya hal tersebut menjadi peluang besar untuk para auditor syariah mengambil peran. Dengan kompetensi yang tepat maka bisa mengambil konsep model maqasid syariah sehingga menghasilkan audit internal syariah yang efektif bagi lembaga keuangan syariah si Indonesia.
Ditulis oleh Firliyanih Hidayah, School Of Islamic Economic SEBI