Bercermin Pada Manajemen Bisnis Islam Rasulullah SAW

Oleh : Virta Herfianti


Islam yang memiliki sifat universal yang juga sudah mengatur sedemikian rupa tentang manajemen yang sesuai dengan syari’at islam. Salah satunya adalah manajemen bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Manajemen bisnis islam atau yang biasanya juga dikenal dengan manajemen bisnis syariah. Secara sederhana maksudnya adalah suatu upaya dalam mengelola bisnis yang menggunakan prinsip dasar islam dan bertujuan untuk mencari Ridha Allah SWT.  Manajemen bisnis syariah hadir sebagai solusi dalam kepentingan untuk mengelola bisnis namun tetap sesuai dengan prinsip islam yg tidak bertentangan dengan syariat islam, khusunya untuk para pembisnis yang beragama islam, manajemen bisnis syariah haruslah menjadi acuannya. Islam adalah agama yang Rahmatan lil alamin, Rahmat bagi semseta. Segala aspek dari politik, budaya hingga ekonomi dan muamalah sudah diatur dengan sedemikian rupa. Namun tetap yang menjadi pedomannya adalah Al-qur’an dan Hadits.

            Bisnis atau muamalah sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Bahkan ketika zaman tersebut, Nabi Muhammad Saw juga berperan sebagai seorang pedagang. yang dalam penerapannya patut kita contoh, karena beliau adalah teladan bagi umat islam. Berdasarkan kisahnya Rasulullah Saw sudah berdagang sejak beliau masih kecil. Pada umur 8 tahun, beliau mulai mengenal konsep perdagangan. Awal ceritanya bermula ketika beliau berusia di umur tersebut beliau sudah menjadi anak yatim piatu, sepeninggal ayahnya yang bernama Abdullah ketika beliau lahir, dan sepeninggal ibunya yang bernama Aminah ketika beliau berusia 6 tahun.

Memasuki usia tersebut Rasulullah Saw mulai berusaha mencari rezeki dengan menggembalakan kambing. Rasulullah Saw pernah bertutur tentang dirinya “aku dulu menggembalakan kambing penduduk Makkah dengan upah bebearapa qirath “ Kemudian ketika beliau berusia 12 tahun, Nabi Muhammad mulai berlajar berdagang bersama Pamannya Abu Thalib ke negeri Syam untuk berdagang. Perjalanan bisnis pertama beliau adalah Syiria, Jordan, dan Lebanon. beliau cukup cerdas untuk menangkap bahwa peluang bisnis yang berkembang dengan pesat disana adalah perdagangan. Sebab tanah Makkah secara geologis cukup keras sehingga sulit untuk bercocok tanam. Maka, peluang menjadi pengusaha lebih besar daripada menjadi petani, kejelian inilah yang menjadikan beliau menekuni bidang perdagangan.  Sepanjang perjalanan beliau memperlajari banyak hal yang berhubungan dengan perdagangan.  Beliau mempelajari berbagai bentuk transaksi jual beli, cara memasarkan dan menawarkan barang dagangan, serta bagaimana menjaga hubungan yang baik oleh pelanggan.[1]

Sebenarnya tak heran jika dalam diri Nabi Muhammad bergelora jiwa bisnis, sebab latar belakang keluarga beliau sendiri sebenarnya adalah pebisnis. Bukan sekedar pebisnis biasa, namun pebisnis yang kuat juga sukses. Sejarah mencatat, empat orang putra Abdul Manaf (kakek-kakeknya) adalah pemegang izin kunjungan dan jaminan kemanan para penguasa dari negara-negara tetangga seperti Syiria, Irak, Yaman dan Ethiopia. Mereka dapat membawa kafilah-kafilah bisnisnya ke berbagai negara tersebut secara aman dan lancar. Sejarah kontemporer kaum Quraisy saat itu juga sedang dalam momentum yang sangat bagus. Nabi Muhammad dilahirkan pada masa kaum Quraisy mencapai kejayaan  pada masa perdagangan. Sejak kecil beliau di rawat oleh kakenya Abdul Muthalib yang juga pebisnis. Setelah kakenya meninggal, beliau kemudian tinggal bersama pamannya Abu Thalib yang berkecimpung dalam perdagangan pula. Lengkapah sudah daya dukung internal dan eksternal  yang dimiliki Nabi Muhammad saat itu. Bersatunya dua faktor ini kemudian membuat nama beliau harum dalam bidang perdagangan di kemudian hari. [2]

Keahlian bisnis Rasulullah mulai diuji ketika beliau berusia 17-20 tahun. Beliau harus bersaing dengan pemain-pemain bisnis senior tingkat regional. Disinilah ketangguhan dan keseriusan beliau mulai di uji. Mitra-mitra kerja Nabi Muhammad mengakui bahwa beliau adalah orang yang jujur dan profesional. Beliau cukup matang dan lurus dalam perhitungan-perhitungannya. Hal inilah yang juga menumbuhkan kepercayaan ibunda Khadijah yang saat itu menyandang sebagai wanita konglomerat terkenal di Makkah, untuk menjalin kerjasama bisnis. Ibunda Khadijah pada masa itu merupakan saudagar kaya dan membutuhkan seorang manajer untuk memimpin ekspansi bisnisnya. Khadijah berani menawarkan nilai gaji dua ekor unta bagi siapa saja yang sanggup menjadi manajernya. Pada saat itu pula lah Abu Thalib, paman Rasulullah langsung mempromosikan keponakannya, yang dimana beliau sudah melihat bakat berbisnis keponakanya itu. Dengan kecerdikan beliau dalam bernegosisasi, beliau berhasil mempromosikan Nabi Muhammad sebagai manajer bisnis dan mendapatkan gaji dua kali lipat dibanding gaji awal yang ditawarkan Khadijah.

Khadijah membawakan barang dagangan yang lebih baik dari apa yang dibawakan kepada orang lain. Dalam perjalanan dagang ini, Rasulullah Saw ditemani Maisarah, seorang kepercayaan Khadijah, beliau berangkat ke Syam bersama Maisarah untuk meniagakan harta Siti Khadijah. Dalam perjalanan ini, Nabi berhasil membawa keuntungan yang berlipat ganda sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya. Semua sifat dan perilaku itu, dilaporkan Maisarah terhadap Khadijah, Khadijah tertarik pada kejujurannya dan ia pun terkejut atas keberkahan yang diperolehnya.[3] Karena sifat kejujurannya itulah akhirnya kekaguman Siti Khadijah muncu terhadap Rasulullah yang tak lama akhirnya mereka melangsungkan pernikahan. Pernikahan dua insan mulia ini pula yang menjadi teladan bagi kita semua, terutama umat muslim. Ketika mereka telah berstatus sebagai suami istri Siti Khadijah sangat mendukung Dakwah Rasulullah Saw, salah satunya rala menyerahkan seluruh hartanya demi keperntingan dakwah Rasulullah Saw.

Tak hanya Siti Khadijah yang kagum atas sifat kejujuran beliau. Dalam suatu kisah beliau pernah menjual sebuah beberapa ekor unta, setelah terjual dan pembelinya pergi beliau teringat bahwa diantara untanya ada yang cacat. Beliau segera menyusul pembeli untanya dan mengembalikan uangnya. Karena itu, tak mengherankan jika penduduk Makkah memberinya gelar “Al-Amin” yang berarti “ orang yang sangat terpercaya. [4]

Dalam berdagang, beliau sangat menjaga mutu barang dagangan yang hendak dijualnya. Jangan sampai barang yang akan beliau jual terdapat rusak atau cacat, jika hal itu terjadi beliau langsung seger mengembalikan uang si pembeli tersebut, sesuai dengan kisah singkat di atas. Selain memperhatikan kualitas dagangannya, beliau juga memperhatikan takaran atau timbangan dari barang yang akan di jualnya. Beliau sangat menjaga ketepatan alat takaran atau menimbang barang dagangannya. Jangan sampai takaran atau timban berkurang, kalau takaran atau timbangan berkurang, tentu saja pembeli akan merasaa kecewa. Dan beliau tak menginginkan hal seperti itu terjadi.  Hal tersebut membuat kedatangan beliau menjadi kedatangan yang dinantikan oleh para penduduk sekitar. Mereka enggan membeli suatu barang dari pedagang selain Nabi Muhammad Saw, karena sifat beliau dalam berdagang selalu membuat para pembeli merasa puas dan tidak merasa dirugikan. Hal inilah yang harus diterapkan oleh pedangang muslim. Salah satu prinsip dalam bermuamalah adalah harus berlandaskan suka sama suka. Pembeli harus puas atas barang yang telah ia beli, penjual hatrus puas atas menerima imbalan dari harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Rasulullah SAW adalah teladan bagi seluruh umat muslim di muka bumi. Apapun yang beliau lakukan, termasuk dalam hal berbisnis adalah mutiara hikmah, sebuah keteladanan bagi manusia. Bukan karena beliau sudah berbisnis sejak usia muda, namun juga karena beliau senantiasa menerapkan nilai-nilai keluhuran dalam berdagang. Tak semua bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika banyak orang yang hanya menjadikan bisnis sebagai sarana mencari keuntungan di duniawi sematra, maka Nabi Muhammad Saw. Menjadikannya sarana untuk menanami ladang akhirat. Beliau memberikan keteladanan bahwa bisnis adalah sebuah transaksi yang tak hanya bernilai ekonomis, namun juga bernilai kemanusiaan. Diantara nilai-nilai yang beliau tanamkan dalam bisnisnya adalah sesuai dengan empat sifat utama yang beliau miliki[5], yaitu :

1.      Shiddiq, artinya benar. Beliau adalah pedagang yang jujur. Beliau tak pernah mneyembunyikan barang yang cacat dalam dagangannya. Beliau juga tak segan mengemukakan kelemahan dari produk yang ditawarkannya. Hal inilah yang membuat semua orang senang pada cara bisbis beliau dan tak ragu untuk mengajak beliau berkerja sama maupun bermitra.

2.      Amanah, artinya terpercaya. Beliau menjaga kepercayaan dalam berdagang. Tidak hanya kepercayaan dari pemilik barang, namun juga pelanggan dan orang-orang terkait bisnis tersebut.

3.      Fathanah, artinya cerdas. Beliau mempunyai strategi yang cerdik dalam berdagang. Beliau mencari cara yang tepat dalam menghasilkan keuntungan, namun tidak dengan menipu orang lain. Beliau tak pernah lupa menganalisis peluang-peluang yang datang dari sebuah tempat atau sekelompok masyarakat, sambil mengenali budaya masyarakat itu.

4.      Tabligh, artinya menyampaikan. Beliau memiliki kemampuan public speaking dan negosiasi yang baik. Beliau ahli dalam membangun komunikasi, meyakinkan pembeli dan membangun reputasi bisnis yang baik. Komunikasi seperti ini amatlah penting dalam semua lini kehidupan termasuk juga dalam perekenomian.

Itulah 4 sifat dasar yang dimiliki Rasululullah SAW, juga sifat yang tak hanya berlaku dalam berdagang, namun di setiap beliau menjalani segala aktivitas. Hal tersebutlah yang menjadikan beliau menjadi manusia yang paling sempurna, dan menjadi teladan bagi kita semua. Juga seharusnya di zaman yang modern seperti sekarang ini, di saat semua teknologi semakin berkembang pesat, seorang pembisnis harus bisa memanajemen bisnisnya lebih baik lagi karena didukung dengan berbagai fasilitas yang tetunya lebih memadai dari zaman Rasulullah. tak sedikit kita temukan bahwa justru pada zaman modern seperti ini, kecurangan ada dimana-mana, dari penjual yang tidak jujur dalam menakar timbangan, mencampur bahan berbahaya di produknya, hingga membuat produk palsu yang berbahaya, begitu mirisnya. Semoga setelah membaca kisah dari artikel ini, khusunya sebagai seorang pembisnis muslim, kita dapat bercermin terhadap manajemen Bisnis Rasulullah Saw tersebut, aamiin allahuma aamin.


[1] Buku Rahasia bisnis Rasulullah
[2] Sumber : E-book rahasia bisnis Rasulullah
[3] Buku Sirah Nabawiyah, Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan AL-Buthy
[4] Mokh Saifudin Bakhri, Abdussalam, 2012
[5] E-Book Rahasia bisnis Rasulullah

0/Post a Comment/Comments