MANAJEMEN RISIKO P2P LENDING SYARIAH

[wartanusantara.id]  Dalam pelaksanaan Peer to peer lending, risiko merupakan suatu hal yang tidak dapat di hindari. Salah satu risiko yang mungkin saja terjadi adalah gagal bayar. Dalam memitigasi risiko gagal bayar pihak yang bersangkutan dapat mengandalkan teknologi machine learning. Dimana seluruh data aktivitas penyaluran pinjaman perusahaan akan direkam dan dimasukkan ke dalam machine learning. Dengan kata lain semakin banyak data tambahan yang dimasukkan dalam sistem tersebut, maka semakin baik sistem tersebut dalam melakukan assesment saat melakukan penyaluran pinjaman. Selain mengandalkan machine learning, pihak yang bersangkutan juga secara aktif melakukan pendekatan kepada customer misalnya melalui e-mail atau telepon, mengingatkan customer untuk melunasi pembayaran.


Informasi pribadi di simpan secara aman, dilindungi oleh fitur keamanan online terbaik sesuai dengan yang ada di kebijakan privasi. Salah satu penyedia layanan yaitu Investree memiliki sistem proteksi fisik, elektronik, dan manajerial yang baik untuk menghindari akses yang tidak sah atau penggunaan yang tidak sesuai terhadap informasi pelanggan. Investree tidak akan memberikan informasi pelanggan kepada pihak ketiga tanpa izin, dan tidak akan menghubungi nasabah untuk menanyakan data pribadi selain untuk kelengkapan verifikasi.

Layanan Investree juga sudah memanfaatkan peluang yang tidak bisa dilakukan oleh bank, yaitu memberikan layanan pembiayaan secara online yang mudah dengan prinsip syariah, yang sebentar lagi akan dikeluarkan fatwanya oleh DSN MUI. Dengan demikian selanjutnya layanan ini bisa menjadi nasional dimana bisa memberikan porsi yang besar dan tidak kalah dengan layanan pembiayaan konvensional lainnya.

 Hadits  Rasulullah tentang adab berutang

          Poin pertama dalam adab berutang yaitu jika obyek tersebut yang kita ingin beli merupakan pilihan terakhir sebagaimana yang tertuang dalam Doa’  yang senantiasa Nabi ucapkan 
     
اﻟﻟﻬﻢ ﺇﻧﻲ ﺃﻋﻮﻧ ﺑﻚ ﻣﻦ ﻏﻟﺒﺔ ﺍﺍﺪﻳﻦ

Yang artinya: “YaAllah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari beban utang”.

Menjelaskan bahwa kita sebagai umat muslim sangat dianjurkan untuk menjauhi sifat berutang dan semaksimal mungkin kita tidak boros / berlebihan dalam mengkonsumsi segala sesuatu serta hidup dengan kesederhanaan dan meningkatkan kemampuan finansial agar nantinya mempunyai kemampuan untuk melunasi utang tersebut.

Wajib membayar utang tepat waktu serta tidak meninda pembayaran saat keadaannya mampu untuk membayar. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim Nabi bersabda: “Menunda-nunda pembayaran utang dari orang yang mampu adalah kezhaliman”. Jika belum punya kemampuan untuk membayar si peminjam memberikan kabar kepada pemberi utang akan keadaannya.

   Hadits Rasulullah tentang adab pemberi utang

        Memberi kelapangan, kemudahan, serta keringanan kepada orang yang berhutang padanya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَنْ يَـسَّـرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَـسَّـرَ اللهُ عَلَـيْـهِ فِـي الدُّنْـيَـا وَالْآخِرَةِ

Yang artinya: “Barangsiapa memudahkan urusan orang yang kesulitan (dalam masalah utang), maka Allâh memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat” {HR. Muslim}. Bersikap baik saat menagih hutang.

Dan layanan harus memiliki izin dan terdaftar diotoritas (OJK) akan legalnya suatu platform / fintech karena akan sangat dikhawatirkan jika suatu layanan penyedia pinjaman online tidak memiliki pengawasan yang nantinya menimbulkan risiko pada dana dan harus dalam pengawasan juga pada skema transaksi yang terjadi di lapangan agar memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan, dan kewajaran berdasarkan syariah.

 Kaidah

      Dimana dalam praktik utang piutang pihak pemberi pinjam tidak diperkenankan untuk menjadikan sebagaik praktik rekayasa bunga karena dalam akad utang piutang pihak Lender tidak boleh untuk mengambil yang mengandung suatu bunga dan biaya. Sebagai contoh missal si A meminjam uang Rp20 juta kepada B yang mempersyaratkan adanya kelebihan biaya / pokok pinjaman saat pengembalian, maka kelebihan tersebut termasuk dalam kategori riba jahiliyyah yang dilarang hukum islam, sebagaimana kaidah: “Kullu qordin jarra naf’an fahuwa riba, idzaa kaana masyruton fiihi lilmuqrid”.

Dari pihak peminjam untuk menunaikan hak yang harus dipenuhinya / utangnya karena bersifat mengikat, sebagaimana kaidah: “Alwaajibu laa yutraku illa liwaajibin”.

REFERENCES:

Sahroni oni. (2019). Fikih Muamalah Kontemporer. Cetakan 1. Jakarta: Republika

Oleh: Ahmad Izzah
Mahasiswa Aktif STEI SEBI

0/Post a Comment/Comments