Wartanusantara.id – Seringkali kita melihat perbedaan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), mulai dari penentuan hari raya hingga tata cara ibadah. Namun, tahukah Anda bahwa pendiri kedua organisasi raksasa ini, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari, adalah sahabat karib yang sangat dekat?
Mereka bukan sekadar kenal, melainkan teman seperjuangan (bestie) yang pernah menimba ilmu pada guru yang sama, bahkan konon pernah tinggal di kamar yang sama saat belajar di Mekkah.
Mari kita telusuri kisah persahabatan dua paku bumi Nusantara ini.
1. Masa Belajar: Satu Guru di Semarang
Sebelum merantau ke Tanah Suci, kedua tokoh ini dipertemukan di Semarang. Saat itu, Muhammad Darwis (nama muda KH Ahmad Dahlan) dan Muhammad Hasyim (nama muda KH Hasyim Asy'ari) sama-sama berguru kepada ulama besar, Kiai Sholeh Darat (Sholeh bin Umar al-Samarani).
Ada kisah unik saat mereka belajar. Kiai Sholeh Darat sangat menyayangi keduanya. Beliau memanggil Ahmad Dahlan dengan sebutan "Darwis" dan Hasyim Asy'ari dengan sebutan "Hasyim". Kiai Sholeh sudah memprediksi bahwa kedua muridnya ini kelak akan menjadi pemimpin besar umat Islam di Jawa.
2. Teman Satu Kamar di Mekkah
Persahabatan mereka berlanjut hingga ke Mekkah. Di sana, mereka berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang imam besar Masjidil Haram asal Sumatera Barat.
Menurut catatan sejarah, mereka hidup dalam kesederhanaan. Saking dekatnya, dikisahkan bahwa Hasyim Asy'ari sering memijat gurunya, sementara Ahmad Dahlan yang menyiapkan air wudhu atau memasak. Mereka saling melengkapi dalam melayani guru dan menuntut ilmu.
3. Pulang ke Tanah Air: Dua Jalan, Satu Tujuan
Setelah puas menimba ilmu, mereka kembali ke Indonesia dengan membawa semangat pembaruan, namun dengan pendekatan yang sedikit berbeda sesuai kondisi masyarakat yang dihadapi:
- KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta): Mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912. Fokusnya adalah pemurnian akidah, pendidikan modern, dan pelayanan sosial (rumah sakit/panti asuhan) untuk masyarakat perkotaan.
- KH Hasyim Asy'ari (Jombang): Mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. Fokusnya adalah merawat tradisi keislaman Nusantara, membentengi mazhab, dan pendidikan pesantren di pedesaan.
Meski jalannya berbeda, mereka saling menghormati. KH Ahmad Dahlan dikabarkan sering mengirim hadiah kepada KH Hasyim Asy'ari, begitu pula sebaliknya. Tidak ada persaingan, yang ada hanyalah pembagian tugas (taqsimul a'mal) dalam membangun umat.
Kesimpulan
Kisah KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan mengajarkan kita bahwa perbedaan organisasi hanyalah "baju". Di dalamnya, ada semangat ukhuwah (persaudaraan) yang diwariskan oleh guru-guru mereka. Jika pendirinya saja bersahabat, mengapa pengikutnya harus berdebat?
Sumber :
1. Hamka. Sejarah Umat Islam di Indonesia. Jakarta : Gema Insani Press.
2. Adi Nugraha. K.H. Ahmad Dahlan : Amal dan Perjuangan. Bandung : Keni Media
3. Amirul Ulum. Kiai Sholeh Darat : Guru Ulama Nusantara. Yogyakarta : Global Press.
