Sebelum masuk Islam, Mush’ab seorang remaja yang parlente. Ia
tampan, berpakaian rapi dan mewah, wangi harumnya semerbak, gadis mana yang
tidak terpikat dengan dirinya? Ia memang menjadi bintang pujaan para gadis kota
Mekkah. Semenjak mengenal Islam, ia rela hidup dengan sederhana, bahkan lebih
dari itu. Selain berpakaian usang dan kasar, ia makan sehari dan beberapa hari
kelaparan. Walaupun begitu, ia seorang sahabat Rosulullah yang mulia. Bagaimana
bisa Mush’ab yang miskin dan melarat menjadi sahabat Nabi yang mulia? Simaklah alur
kisahnya di bawah ini.
Ketika kaum Musyrikin Quraisy masih saja melakukan
permusuhan terhadap Rosulullah Saw., beliau mulai berdakwah ke luar kabilah
Quraisy. Setiap musim haji, beliau menggunakan kesempatan ini untuk berdakwah
kepada setiap kabilah yang berhaji ke Baitullah. Walaupun gagal, setiap jamaah
haji yang kembali pulang ke kampung halamannya membicarakan ajaran yang di bawa
oleh Rosulullah. Pada musim haji tahun berikutnya tahun sebelas kenabian,
beliau tetap berdakwah setiap kabilah yang sedang berhaji. Di sebuah tempat
bernama Aqobah, beliau bertemu dengan sekelompok orang bani Khazraj dari
Yastrib. Terjadilah dialog antara beliau dengan mereka, akhirnya mereka
bersedia menganut agama Islam dan berjanji kembali tahun berikutnya.
Pada musim haji tahun kedua belas kenabian, datanglah 12
orang dari Madinah menemui Rosulullah Saw. di Aqobah. Mereka berbaiat kepada
beliau untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak
membunuh anak-anak, dan sebagainya. Peristiwa ini dikenal dengan Baiat Aqobah
pertama. Setelah selesai pembaiatan, beliau mengutus Mush’ab bin Umair
berangkat ke Yastrib (kemudian hari berganti menjadi Madinah) bersama mereka
untuk mengajarkan bacaan al-Qur’an dan seluk beluk hukum agama Islam.
Di Yastrib (Madinah) tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. Didampingi
oleh As’ad, Mush’ab bin Umair berdakwah ke setiap kabilah, setiap rumah, dan
setiap pertemuan kelompok. Suatu hari ketika ia berdakwah di hadapan sekelompok
orang, ada seorang yang bernama Usaid bin Hudhair kepala suku dari kabilah
Abdul Asyhal menodong Mush’ab dengan senjatanya. Dia resah dengan kegiatan
dakwah Mush’ab kepada anak buahnya. Usaid berdiri, dan berkata kepada Mush’ab
dan As’ad, “Apa tujuan kalian datang ke kampung kami ini, apakah kalian hendak
membodohi rakyat kami? Tinggalkanlah tempat ini dengan segera, kalau tidak
nyawa kalian akan melayang.”
Dengan ketenangan dan kecerdasannya, Mush’ab berkata, “Kenapa
anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Andaikan anda menyukainya nanti, anda
dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan yang tidak
anda sukai.”
Usaid berpikir juga ini cukup adil, akhirnya ia duduk
mendengarkan dakwah yang disampaikan Mush’ab. Begitu mendengarnya, Usaid
hatinya terbuka dan ingin menganut agama Islam. Belum selesai juga Mush’ab
menyampaikan dakwahnya, Usaid berseru kepada sahabatnya, “Alangkah indah dan
benar ucapannya. Apa yang harus kulakukan untuk menganut agama ini?” Mush’ab
menyuruhnya untuk segera bersuci dan mengucapkan dua kalimat Syahadat. Kemudian
Usaid pergi untuk mandi membersihkan diri, setelah itu dia kembali kepada Mush’ab
untuk mengucapkan dua kalimat Syahadat. Semenjak Usaid masuk Islam, penduduk
Yastrib (Madinah) banyak yang berbondong-bondong masuk Islam. Itulah kenapa
Rosulullah memilih Mush’ab sebagai duta dakwah ke Madinah, karena kecerdasan
dan tutur kata yang baik untuk mengislamkan pendudukan Madinah.
Pada musim haji tahun 13 kenabian, Mush’ab bersama 70 lelaki
dan 2 wanita dari Madinah kembali ke Mekkah untuk menemui Nabi. Mereka berbaiat
kepada Rosulullah Saw. untuk senantiasa membela Allah dan Rosul-Nya. Peristiwa ini
dikenal dengan Baiat Aqobah II. Ketika hijrah ke Madinah, penduduknya
kebanyakan sudah menganut agama Islam. Mereka menyambut Rosul bersama kaum
Muhajirin Mekkah dengan suka cita.
Pada perang Uhud yang terjadi pada tahun ke 3 H, Mush’ab
dipercayai oleh Rosulullah Saw. untuk memegang panji perang. Secara jumlah,
pasukan musyrikin Quraisy lebih banyak daripada pasukan Islam. Namun Mush’ab
seperti singa yang tidak kenal takut dengan siapa pun. Pasukan Islam berhasil
memukul mundur pasukan musuh, dan hampir saja meraih kemenangan. Namun tanpa
diduga pasukan pemanah Islam melanggar perintah Nabi, dan turun dari bukit
berebut harta rampasan perang. Pasukan kuda yang dipimpin oleh Khalid bin Walid
(masih musyrik) melihat kesempatan ini, ia berputar ke arah bukit itu dan
menyerang pasukan Islam dari belakang. Situasi berbalik, pasukan Islam
terjepit, porak poranda. Mush’ab menyadari situasi darurat ini, ia mengamuk
bagaikan singa untuk melindungi Rosulullah. Sebelah tangannya memegang bendera
perang, sebelah tangannya lagi memegang pedang untuk menebas musuh-musuhnya. Ia
tetap bertahan untuk melindungi Rosulullah, datanglah pasukan berkuda, Ibnu
Qumaiah namanya, menebas tangannya hingga putus. Mush’ab terus berteriak, “Muhammad
itu tiada lain hanyalah seorang Rosul, dan sebelumnya telah didahului oleh
beberapa Rosul.” Ia ambil bendera perang dengan tangan kirinya, musuh pun
menebas tangannya hingga putus. Mush’ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan
kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berteriak, “Muhammad itu tiada
lain hanyalah seorang Rosul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa
Rosul.” Lalu pasukan berkuda itu menyerang ketiga kalinya dengan tombak sampai
patah. Akhirnya Mush’ab gugur, dan bendera perangnya jatuh.
Menurut Muhammad Said
Ramadhan al-Buthy, ketika Mush’ab bin Umair syahid, kain kafannya pun tidak
cukup untuk mengafaninya. Melihat jasad Mush’ab bin Umair, Rosulullah menangis
karena mengenang kemegahan dan kemewahan Mush’ab pada awal kehidupannya.
Rosulullah kemudian bersabda;
“Tutuplah kain itu di
atas kepalanya dan tutuplah kedua kakinya dengan pelepah.”
Selesai di kaki gunung Gede Pangrango
referensi utama,1. 60 karakteristik sahabat Nabi karya Khalid Moh. Khalid, 2. Sirah Nabawiyah karya Muhammad Said Ramadhan al-Buhty.