Polemik Gelar Pahlawan untuk Soeharto Kembali Memanas: Antara Jasa Pembangunan dan Catatan HAM


[WARTANUSANTARA.ID]
 JAKARTA – Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, kembali mencuat dan menimbulkan perdebatan sengit di kalangan politisi, akademisi, dan aktivis hak asasi manusia (HAM). Perdebatan ini menyoroti warisan Soeharto yang kompleks, di satu sisi diakui sebagai "Bapak Pembangunan," namun di sisi lain tersemat catatan kelam terkait dugaan pelanggaran HAM berat dan korupsi.

🟢 Pihak Pro: Menghargai Stabilitas dan Pembangunan

Kelompok yang mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional ini umumnya berasal dari kalangan politisi dan organisasi pendukung, seperti Partai Golkar dan Forum Komunikasi Anak Petani Indonesia (FORKAPI). Mereka mendasarkan argumen pada sumbangsih nyata Soeharto selama 32 tahun masa kepemimpinannya:

Pihak PendukungArgumen Utama
Partai Politik & Tokoh PemerintahanNegara harus menghargai jasa para tokoh bangsa. Fokus pada jasa dan kontribusi Soeharto (misalnya memimpin Serangan Umum 1 Maret) daripada kekurangan. Tidak ada pemimpin yang sempurna. (Sumber: VOI, detikNews)
Akademisi & Organisasi PendukungSoeharto berhasil menciptakan stabilitas politik dan memimpin pembangunan puluhan tahun, termasuk keberhasilan swasembada pangan. Bangsa yang besar tidak boleh melupakan jasa para pemimpin terdahulu. (Sumber: Antara, TvOneNews)

Inti Argumen Pro: Jasa dan kontribusi Soeharto dalam pembangunan ekonomi dan menjaga kesatuan negara dianggap jauh lebih dominan dan memenuhi kriteria sebagai Pahlawan Nasional, yang salah satunya adalah menghasilkan "prestasi dan karya yang luar biasa."

🔴 Pihak Kontra: Pelanggaran HAM dan Korupsi sebagai Noda Sejarah

Penolakan paling keras datang dari koalisi aktivis HAM, korban, dan kelompok masyarakat sipil, termasuk Komnas HAM, KontraS, dan ICW. Bagi mereka, pemberian gelar ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan demokrasi.

Pihak PenolakArgumen Utama
Aktivis HAM & Kelompok KorbanSoeharto bertanggung jawab atas serangkaian pelanggaran HAM berat yang belum tuntas, seperti Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (Petrus), dan Peristiwa Tanjung Priok. Gelar Pahlawan akan menjadi pemakluman terhadap kejahatan negara. (Sumber: Tempo.co)
Pakar Hukum & SejarawanPahlawan sejati seharusnya tidak memiliki 'cacat' atau sejarah kelam. Soeharto juga secara luas dijuluki "Bapak Korupsi Indonesia" karena praktik KKN yang masif. Gelar ini akan merusak nilai-nilai kepahlawanan. (Sumber: https://www.google.com/search?q=TEROPONGSENAYAN.com, UM Surabaya)

Inti Argumen Kontra: Syarat utama bagi seorang pahlawan adalah integritas moral dan tidak pernah melakukan "perbuatan tercela." Catatan kelam HAM dan korupsi dianggap sebagai hambatan etis dan yuridis yang membuat Soeharto tidak layak menerima gelar tersebut.


Keputusan Akhir di Tangan Negara

Wacana ini kini berada di tangan pemerintah, melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, sebelum diajukan kepada Presiden. Keputusan yang akan diambil diharapkan dapat menyeimbangkan antara penghormatan terhadap jasa masa lalu dan komitmen negara terhadap penegakan hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi.


Sumber Berita dan Tautan

0/Post a Comment/Comments