Tanpa Aceh, Indonesia "Wassalam"? Ini 3 Bukti Sejarah Mengapa Aceh Disebut Daerah Modal Kemerdekaan RI


Di tengah kabar duka bencana yang melanda "Serambi Mekkah", hati kita semua tergerak. Aceh bukan sekadar provinsi di ujung barat. Aceh adalah "Kakak Sulung" yang pasang badan saat Republik ini nyaris mati muda.

Presiden Soekarno pernah menjuluki Aceh sebagai "Daerah Modal". Bukan basa-basi politik, tapi fakta sejarah. Tanpa emas, pesawat, dan suara radio dari Aceh, mungkin nama "Indonesia" sudah hilang dari peta dunia pada tahun 1948.

Mari kita buka lembaran sejarah emas peran rakyat Aceh yang sering terlupakan di buku sekolah.

1. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah: Patungan Emas Rakyat Aceh

Ketika Indonesia baru merdeka, kita tidak punya apa-apa. Blokade Belanda mencekik ekonomi. Kita butuh "sayap" untuk menembus blokade dan melakukan diplomasi ke luar negeri.

Presiden Soekarno datang ke Aceh pada Juni 1948, bertemu para saudagar dan rakyat di Hotel Aceh. Dengan berapi-api, Bung Karno meminta bantuan.

Apa jawab rakyat Aceh? Mereka tidak menjawab dengan janji, tapi dengan Emas. Para ibu melepas anting dan gelangnya, para saudagar membuka brankasnya. Terkumpulah dana setara 20 Kilogram Emas.

Uang itu digunakan untuk membeli pesawat angkut Dakota DC-3 yang diberi nama Seulawah (Gunung Emas). Inilah cikal bakal maskapai Garuda Indonesia (GIA). Pesawat inilah yang menyelundupkan senjata, obat-obatan, dan menerbangkan diplomat kita ke PBB.

2. Radio Rimba Raya: Satu-satunya Suara yang Masih "Hidup" (19 Desember 1948)

Ini fakta yang pas banget dengan momen Hari Bela Negara (19 Desember).

Saat Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948), Yogyakarta jatuh. Soekarno-Hatta ditangkap. Belanda koar-koar ke dunia internasional: "Indonesia sudah bubar! Pemerintahnya sudah tidak ada!"

Radio Republik Indonesia (RRI) Jogja hancur. Dunia nyaris percaya propaganda Belanda.

Tapi, di tengah hutan belantara Aceh Tengah (Bener Meriah), ada satu pemancar radio gerilya yang masih menyala: Radio Rimba Raya.

Radio inilah yang dengan lantang menyiarkan pesan dalam bahasa Inggris, Belanda, dan Indonesia:

"Republik Indonesia masih ada! Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) masih tegak berdiri di Sumatera!"

Siaran inilah yang ditangkap radio di India dan Australia, lalu diteruskan ke PBB. Tanpa Radio Rimba Raya dari Aceh, Indonesia dianggap sudah tamat oleh dunia.

3. Diplomasi & Gaji Diplomat: Emas Aceh untuk LN

Selain pesawat, saudagar Aceh juga membiayai misi diplomatik Indonesia di luar negeri (seperti di India dan Timur Tengah). Saat kas negara kosong melompong, "cek kosong" dari saudagar Aceh-lah yang membuat para diplomat kita bisa makan dan menyewa kantor untuk melobi pengakuan kedaulatan.

Kesimpulan: Hormat Takzim untuk Aceh

Aceh pernah memberi segalanya saat Indonesia tak punya apa-apa. Emas mereka jadi sayap Garuda, suara mereka jadi penyambung nyawa Republik.

Jika hari ini Aceh sedang bersedih karena bencana, sudah kewajiban kita seluruh Indonesia untuk hadir membantu. Seperti dulu Aceh membantu ibu pertiwi tanpa pamrih.

Teurimong Geunaseh, Aceh.

📚 Daftar Pustaka & Referensi (Wajib Dicantumkan)

Berikut referensi valid (buku & link) untuk memperkuat otoritas artikel Bro:

A. Sumber Buku:

  1. Talsya, T.A. (1990). Modal Perjuangan Kemerdekaan. Banda Aceh: Lembaga Sejarah Aceh.(Halaman 45-50: Membahas detail pengumpulan emas untuk beli pesawat Seulawah).
  2. Nasution, A.H. (1978). Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 9: Agresi Militer Belanda II. Bandung: Angkasa.

    (Halaman 120-125: Membahas peran PDRI dan komunikasi radio dari Sumatera/Aceh).
  3. Reid, Anthony. (2005). Asal Mula Konflik Aceh: Dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

    (Membahas karakter masyarakat Aceh yang gigih melawan kolonialisme).
  4. Sufi, Rusdi. (1998). Sejarah Radio Rimba Raya. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

0/Post a Comment/Comments