Wartanusantara.id – Jauh sebelum Universitas Oxford atau Harvard berdiri, dunia pernah memiliki pusat ilmu pengetahuan yang tak tertandingi di kota Baghdad. Tempat itu bernama Baitul Hikmah (The House of Wisdom).
Pada abad ke-8 hingga ke-13 Masehi, ketika Eropa masih berada dalam masa kegelapan (Dark Ages), Baghdad justru bersinar terang sebagai mercusuar peradaban. Di sanalah para ilmuwan, penerjemah, dan filsuf berkumpul di bawah naungan Khalifah untuk menerjemahkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dunia.
Awal Mula: Ambisi Harun Ar-Rasyid
Baitul Hikmah awalnya dirintis oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid (memerintah 786–809 M) dari Dinasti Abbasiyah. Awalnya, tempat ini hanyalah sebuah perpustakaan pribadi khalifah untuk menyimpan koleksi buku-buku langka dan naskah kuno dari Persia, Yunani, dan India.
Namun, Harun Ar-Rasyid memiliki visi yang jauh ke depan. Ia tidak ingin ilmu itu hanya menumpuk berdebu. Ia mengundang para sarjana dari berbagai latar belakang agama dan etnis untuk berdiskusi di istananya. Fondasi intelektual inilah yang kemudian meledak menjadi "Revolusi Ilmu Pengetahuan" di masa penerusnya.
Masa Keemasan di Tangan Al-Ma'mun
Baitul Hikmah mencapai puncak kejayaannya pada masa putra Harun Ar-Rasyid, yakni Khalifah Al-Ma'mun (memerintah 813–833 M). Ia mengubah fungsi Baitul Hikmah dari sekadar perpustakaan menjadi:
- Lembaga Penerjemahan Negara: Menerjemahkan karya Aristoteles, Plato, Galen, dan naskah Sanskerta ke dalam bahasa Arab.
- Observatorium Astronomi: Tempat para astronom menghitung keliling bumi dan memetakan bintang.
- Universitas Riset: Tempat tokoh besar seperti Al-Khawarizmi (penemu Aljabar) dan Al-Kindi (Filsuf Arab pertama) berkarya.
Konon, saking cintanya Al-Ma'mun pada ilmu, ia memberikan imbalan emas seberat buku yang diterjemahkan kepada para penerjemah. Hal ini memicu gairah literasi yang luar biasa di dunia Islam.
Tragis: Akhir Sang Legenda
Segala kemegahan itu berakhir tragis pada tahun 1258 M. Tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad dan menghancurkan kota tersebut hingga rata dengan tanah.
Baitul Hikmah dibakar. Jutaan naskah berharga dilemparkan ke Sungai Tigris. Sejarah mencatat sebuah ungkapan pilu: "Air Sungai Tigris berubah warna menjadi hitam karena lunturan tinta ribuan naskah, kemudian berubah menjadi merah karena darah para ulama dan penduduk yang dibantai."
Kesimpulan
Baitul Hikmah bukan sekadar gedung perpustakaan, melainkan simbol bahwa Islam pernah memimpin dunia melalui pena dan ilmu, bukan sekadar pedang. Warisan Aljabar, Kedokteran, dan Filsafat yang kita pelajari di sekolah hari ini adalah buah dari "Kebijaksanaan" yang pernah dipupuk di Baghdad.
Baca juga 👉Perbedaan Sistem Pemerintahan Daulah Umayyah dan Abbasiyah
Bagi pelajar masa kini, semangat Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma'mun mengajarkan satu hal: Peradaban besar hanya bisa dibangun oleh generasi yang gila membaca dan mencintai ilmu.
Referensi Sumber:
- Hitti, Philip K. (2002). History of The Arabs (Sejarah Bangsa Arab). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
- Al-Khalili, Jim. (2010). The House of Wisdom: How Arabic Science Saved Ancient Knowledge and Gave Us the Renaissance. New York: Penguin Press.
- Kementerian Agama RI. (2019). Buku Siswa Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Kelas X Madrasah Aliyah. Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah.
