Mungkin di antara kita selalu memahami jika hidup dengan zuhud itu harus hidup miskin, apa adanya dan serba kekurangan. Benarkah zuhud definisinya seperti itu? Mari kita simak hadistnya, dan pendapat para salafus shalih.
Abul Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi ra. Berkata, “Seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. dan
berkata, ‘Wahai Rosulullah, tunjukkan suatu amalan yang apabila kulakukan, aku
akan dicintai Allah dan dicintai manusia.’ Rosulullah Saw. bersabda, ‘Zuhudlah
terhadap dunia, pasti Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang
ada ditangan manusia, pasti manusia pun mencintaimu.” (h.r. Ibnu Majah/
hadist arbain ke 31)
Abu Idris al-Khaulani ra. Berkata, “Zuhud terhadap dunia
bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang harta. Akan tetapi, zuhud
terhadap dunia adalah lebih meyakini keberadaan apa yang ada di sisi Allah
daripada apa yang ada di tangan kita. Jika ditimpa musibah, maka kita lebih
berharap untuk mendapatkan pahala.”
Ibnu Mas’ud ra. Pernah berkata kepada teman-temannya, “Shalat,
puasa, dan jihad kalian, lebih banyak yang dilakukan daripada sahabat ra.. akan
tetapi kebaikan mereka lebih banyak daripada kalian.” Mereka bertanya,
“Bagaimana bisa terjadi?” Ia menjawab, “Mereka lebih zuhud daripada kalian.
Mereka mendapatkan banyak harta dunia, akan tetapi harta itu mereka belanjakan
untuk perjuangan Islam.”
Abu Sulaiman pernah berkata, “Utsman ra. Dan Abdurrahman bin
Auf ra. Adalah gudang harta. Keduanya membelanjakan harta itu dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah. Semua tingkah lakunya dilakukan sepenuh hati dan
didasari pengetahuan yang luas.”
Pendapat para ulama
salafus shalih
Hasan al-Basri berkata, “Seorang yang zuhud ialah jika ia
melihat orang lain, ia berkata, ‘ia lebih baik dariku’.”
Wahb bin al-Ward berkata, “Zuhud adalah hendaknya kamu tidak
sedih ketika kehilangan dunia dan tidak bangga ketika mendapatkannya.”
Az-Zuhri berkata, “Tidak tergoda oleh yang haram, dan tidak
tertipu oleh yang halal.”
Sufyan bin Uyainah, “Seorang yang zuhud ialah jika ia
mendapat nikmat, ia bersyukur, dan jika ditimpa musibah, ia sabar.”
Rabi’ah berkata, “Zuhud yang paling utama ialah mengumpulkan
sesuatu dengan benar, dan meletakkannya dengan benar.”
Sufyan at-Tsauri berkata, “Zuhud adalah pendek angan-angan.
Bukan dengan memakan makanan yang tidak enak dan mengenakan pakaian yang
jelek.”
Imam Ahmad berkata, “Zuhud adalah pendek angan-angan dan
tidak serakah terhadap harta yang dimiliki orang lain.”
Hasan al-Basri berkata, “Seseorang akan tetap disenangi
sesama manusia, selama ia tidak tamak terhadap apa-apa yang mereka miliki.
Karena jika ia tamak, maka mereka akan membencinya.”
Seorang Badui bertanya kepada penduduk Bashrah, “Siapakah
pemimpin kalian?” Mereka menjawab, “Hasan al-Bashri.” Ia bertanya, “Dengan cara
apa ia menjadi pemimpin kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang membutuhkan
ilmunya, sedangkan ia tidak memerlukan dunia yang mereka miliki.” Ia berkata,
“Alangkah baiknya orang ini.”
*tulisan di atas disimpulkan dari buku berjudul Al-Wafi Syarah kitab Arbain karya DR.
Musthafa Dieb al-Bugha Muhyidin Mistu