Oleh Aylan Zein
Pada artikel sebelumnya
sudah di sampaikan pengalaman penulis menggunakan faktur pajak elektronik yang
lebih awal yaitu pada April 2015 dengan sudut pandang sebagai PKP (Pengusaha
Kena Pajak) Penjual
Ada hal lain yang ingin
disampaikan menyambung bahasan sebelumnya, terkait nota retur dan pengalaman
ketika menghadapi komplain dari pembeli Non PKP karena tiba-tiba ia mendapat
kiriman surat dari kantor pajak.
Pertama kita bahas dulu
tentang nota retur.
1.
Untuk retur
PKP, PKP Penjual dapat mengkomunikasikan dengan PKP Pembeli mengenai siapa yang
membuat nota retur, kesepakatan upload harus kapan dan cutt off agar retur
dapat dilakukan di bulan berjalan.
2.
Mayoritas PKP
Pembeli biasanya akan membuat sendiri nota retur. Ada yang berdasarkan tanggal bayar dan
penyerahan barang kembali ke PKP Penjual.
Yang terjadi di lapangan, bisa saja cut off dari pembeli dan penjual
berbeda. Misal penjual mengakui retur
januari sesuai dengan penyerahan barang, tetapi pembeli mengakui februari
sesuai pembayaran. Jadi hal ini yang
harus dikomunikasikan dan di cek oleh masing-masing pihak agar data yang ada
sudah sesuai.
3.
Untuk
pembuatan nota retur harus diperhatikan tanggal returnya. Jangan sampai asal tulis, jadi tanggal retur
mendahului tanggal jual. Kan tidak logis.
Atau faktur pajak referensi returnya malah lebih kecil. Misal retur 200 e- faktur pajak pengacunya
100. Memang di sistem e-faktur akan
menolak, tapi baiknya hal ini diantisipasi juga dari awal pembuatan retur.
Jangan sampai ketika akan di upload baru ketauan.
4.
untuk retur
dari pembeli Non PKP dapat dilakukan dengan membuat faktur pajak gabungan di
akhir bulan berjalan sesuai jumlah sales bersih yang ia beli. Hal ini karena pembeli Non PKP tidak akan dan
tidak bisa meng upload nota retur ke sistem efaktur pajak (kan ga punya). Adapun mekanisme yang bisa dilakukan,
misalnya Bapak A (Pembeli Non PKP) membeli barang dari PT. A (PKP Penjual)
sejumlah 100 karton pada tanggal 2 lalu PT. A membuat invoice untuk penjualan
tanggal 2 ini. Lalu, 2 minggu kemudian, karena setelah di cek ada barang rusak,
Bapak A mengembalian sebanyak 20 karton. Nah PT. A dapat merevisi invoice
sebelumnya menjadi 80 karton (100-20).
Lalu di akhir bulan Bapak A membeli barang lagi ke PT. A sebanyak 200
karton dan PT. A membuat invoice lagi untuk penjualan yg baru.
Faktur pajak akan di berikan di akhir bulan sesuai dengan penjualan tadi
(sudah di kurangi retur). Dengan
demikian retur dari Non PKP tetap bisa di akui karena di nett off di faktur
pajaknya.
5. Proses nett of ini jika dalam sebulan ada
barang yang sama. Misal beli produk
sepatu di retur
dengan sepatu juga. (harus sejenis). Bagaimana jika pembeli Non PKP meretur barang
yang
tidak ada? Misalnya pembeli PKP membeli
barang bulan desember 2016 tapi baru meretur
bulan Januari 2017 dan produk yang di
returnya tidak ada dalam list pembelian Januari 2017.
Hal ini mau tidak mau harus dibiayakan
oleh PKP Penjual, tidak boleh di nett off ke invoice
Lain yang barangnya berbeda.
6. Di peruhahaan tempat penulis bekerja, faktur
pajak per invoice hanya di berikan ke PKP.
Untuk Non PKP dilakukan dengan cara di
gabung. Jadi jika ada pembeli non PKP
yang ingin
di buatkan faktur pajak per invoice, ia
harus menunjukkan NPWP dan SPPKP yang dimiliki.
Jika tidak berarti dia pembeli Non PKP
yang dibuatkan faktur pajak gabungan
Untuk pengalaman komplain
dari Pembeli Non PKP yang pernah penulis alami beberapa bulan yang lalu adalah
Pembeli Non PKP (Bapak A) mendapat surat dari Kantor Pajak di wilayahnya, yang
isinya bahwa Bapak A diminta menghubungi ke kantor pajak karena baiknya bapak A
ini sudah seharusnya menjadi PKP.
Entah panik atau
bagaimana, Bapak A menimpakan kesalahan pada kami selaku PKP penjual. Katanya, kami “memoprovokasi” kantor pajak
setempat agar Bapak A ini punya masalah dengan pajak. Ia bersikeras statusnya Non PKP (dan memang
tidak punya surat pengukuhan pengusaha kena pajak). Bapak A lalu meminta penjelasan tertulis dari
kami.
Akhirnya kami menghubungi
petugas pajak KPP yang menerbitkan surat
ke Bapak A untuk solusi masalah ini.
Petugas pajak yang kami hubungi menjelaskan, bahwa kenapa terbit surat tersebut
ke Bapak A. Karena kantor pajak melihat
peredaran usaha Bapak A. Walaupun status
nya non PKP, tapi berdasarkan data yang dimiliki pembeliannya tergolong
banyak. Tidak Cuma ke perusahaan penulis
tapi ke tempat lain juga.
Sistem e faktur
memungkinkan petugas pajak mengakses data pembelian dari setiap pembeli. Walaupun ia tidak memiliki NPWP, tapi
identitas pembeli bisa terdeteksi. Untuk
itulah bapak A sudah seharusnya mengajukan permohonan PKP. Akhirnya, kami memberikan penjelasan seperti
yang disampaikan petugas pajak tadi secara tertulis ke Bapak A.
Demikianlah pengalaman
yang dapat saya sampaikan selama menggunakan efaktur ini. Pada dasarnya dapat disimpulkan ekatur ini
memudahkan utk pengerjaan pembuatan faktur pajak dan pengirimannya.