Oleh Aylan Zein
Sebelumnya, alasan disebut curhat adalah karena ingin berbagi pegalaman menggunakan elektronik faktur pajak setelah 2 tahun lamanya (1 April 2015 sampai dengan 1 April 2017).
Pada dasarnya elektronik faktur pajak sudah
mulai dilaksanakan pada tahun 2014. Saat itu ada beberapa perusahaan yang di
wajibkan membuat faktur pajak elektronik sesuai Keputusan Direktorat Jenderal
Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 Tentang Penetapan PKP (Pengusaha Kena Pajak) Yang
di wajibkan membuat faktur pajak berbentuk elektronik mulai 1 Juli 2014. Saat itu jumlah perusahaan yg di tetapkan
sebanyak 45 perusahaan terdiri dari BUMN dan perusahaan swasta besar di
beberapa KPP Tertentu.
Tentunya ini menjadi langkah awal mulai
berlakunya elektronik faktur pajak.
Perbedaan mendasar antara faktur pajak elektronik dengan faktur pajak
standar adalah tidak ada tanda tangan dan cap yang dibubuhkan, hal ini karena
dalam elektronik faktur pajak sudah ada QR Code yang menandakan bahwa faktur
pajak tersebut sah dan legal. Adapun
proses cetak faktur pajaknya daam bentuk PDF sehingga memudahkan PKP Penjual
mengirimkan file secara langsung pada PKP Pembeli atau lawan transaksi lainnya,
lebih lengkapnya dapat di lihat pada pengumuman DJP No
Peng-01/PJ.02/2014
Berkaitan dengan KEP Dirjen Pajak tadi,
untuk wajib pajak PKP yang berdada di pulau jawa dan bali harus mulai
menggunakan elektronik faktur pajak mulai 1 Juli 2015 dan mulai 2016 semua PKP
di seluruh Indonesia harus menggunakan elektronik faktur pajak.
Induk perusahaan tempat penulis bekerja
sudah melakukan komunikasi yang intens dengan 3 perusahaan yang ada diantara 45
perusahaan awal yang di wajibakan e faktur mulai 1 Juli 2014, sehingga dari
sana induk perusahaan mengetahui sedikitnya gambaran mengenai pelaksanaan
efaktur ini.
Awal Februari 2015, perusahaan induk yang
memiliki 121 anak cabang di seluruh Indonesia merasa gusar dengan akan
dilaksanakannya ketetapan efaktur untuk pulau jawa dan bali mulai 1 juli
2015. Perusahaan induk perlu
“percontohan” yang bisa dijadikan acuan pelaksanaan efaktur sebelum 1 juli
2015. Perusahaan induk ingin
mengantisipasi kesalahan atau kesulitan yang nantinya akan di hadapi. Jangan sampai semuanya salah karena system e
faktur system yang harus go online.
Akhirnya dipihlah satu anak perusahaan yang
berada di lingkup jawa barat untuk menjadi percontohan perusahaan induk
ini. Anak perusahaan (selajutnya disebut
PT. A) mengajukan permohonan secara tertulis ke KPP Terdaftar dengan tembusan ke
Direktur Peraturan Perpajakan I Dirjen Pajak Pusat di Jakarta untuk meminta
agar PT. A dapat menggunakan e faktur mulai 1 April 2015. Setelah beberapa minggu pengajuan, akhirnya
sesuai di putuskan 26 perusahaan mulai menggunakan e faktur per 1 April 2015
sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-33/PJ/2015 dan
PENG-1/PJ.02/2015.
Saat dimulai e faktur untuk pertama kali di
PT A, yang penulis rasakan adalah itu masa-masa sulit. 2 minggu pertama tim IT
dan tim Pajak benar-benar kerepotan dengan mekanisme yang ada. Setiap harinya, ada sekitar 300-400 faktur
pajak yang dibuat di semua wilayah. Memang,
PT. A menggunakan SAP sebagai perangkat pendukung. Tapi SAP saat itu belum
dimodifikasi untuk bisa masuk ke efaktur.
Akhirnya faktur pajak yang tercetak banyak yang mengalami kendala.
Bayangkan, untuk mengupload 3 faktur pajak
membutuhkan waktu 15 menit. Bagaimana
dengan 400 faktur pajak tiap hari? Kami
selaku anak perusahaan benar-benar kewalahan.
Apalagi jumlah faktur pajak yang di masukan ke efaktur belum memiliki
jumlah perangkat pemantau. Sehingga kami
harus sangat berhati-hati atas inputan data yang di masukan. Akhirnya, tim IT Perusahaan induk pun
mengmodifikasi Tcode SAP untuk mempercepat pembuatan faktur pajak. Dalam minggu
kedua, Alhamdulillah semua teratasi.
Pembuatan efaktur lancar. Walaupun masih tetap ada kendala seperti
jumlah pemantauan e faktur. Uploader e faktur yang sering mati.
Perlahan-lahan efaktur juga mengalami
pembaharuan, dari mulai munculnya menu jumlah, cepatnya proses upload, cetak
pdf retur dll.
Sejak awal PT. A menggunakan efaktur, atas
setiap kendala yang ada, kami selalu menghubungi tim IT efaktur pusat. Kami merasa sangat diperhatikan sebagai
perusahaan pertama di wilayah Kanwil DJP Jabar 1 yang menggunakan efaktur.
Selama 2 tahun ini, penulis melihat system e
faktur dari sudut pandang sebagai PKP Penjual:
1 1.
E-faktur memudahkan proses
pembuatan, pencetakan, dan pengiriman faktur pajak untuk lawan transaksi
2 2.
Validasi data Identitas Pembeli
dapat langsung di ketahui. Misal PT. B
menyerahkan NPWP pada PT. A yang akan langsung diketahui tidak valid jika
ternyata NPWPnya palsu atau ada perubahan
3 3.
Adanya proteksi pembuatan
faktur pajak dari kesalahan-kesalahan seperti: Nomor faktur pajak mendahului
tanggal jatah pemberian faktur pajak dari KPP atau kesalahan penulisan nomor
seri faktur pajak yang sudah di tetapkan oleh DJP
4 4.
System permintaan faktur pajak
dapat langsung dilkukan sendiri oleh PKP secara online tanpa harus dating
langsung ke Kantor Pajak dan nomor serinya sudah dapat tersedia saat itu juga.
5 5.Tidak perlu tanda tangan dan
cap pada lembar faktur pajak.
6 6.
Terhindar dari pembuatan faktur
pajak double
7 7.
Dapat memvalidasi faktur pajak
masukan yang di berikan lawan transaksi
8 8.
Ketika mengupload faktur pajak
masukan, dll terhindar dari kesalahan input. Karena jika ada salah input maka
system upload efaktur akan menolak.
9 9.
Proteksi jumlah retur dan
tanggal retur. Sehingga system akan
menolak jika ada kesalahan penulisan data retur lebih besar dari
penjualan/pembelian dan tangga retur mendahului tanggal beli/tanggal jual
1 10. KPP dapat memantau langsung
peredaran usaha Wajib pajak berdasarkan data penjualan dan pembelian yang
terhubung secara nasional. Termasuk data
pembelian dan penjualan atas Wajib pajak Non PKP yang berpotensi menjadi PKP
kedepannya.
11.
Menghindari upaya penggelapan
pajak/tidak disetorkannya pungutan Pajak dari PKP Pembeli oleh PKP Penjual
Walaupun begitu, masih ada kesulitan yang
penulis rasakan dibalik kemudahan yang ada, diantaranya:
1.
ketika mengupload nota retur faktur pajak masukan, tidak boleh ada
kesalahan input. Karena dalam
perangkat nota retur yang ada ketika sudah
di upload dan berhasil, ia tidak bisa di ubah atau di batalkan.
2. harus
adanya keterkaitan antara penjual dan pembeli dalam hal retur. Misalnya, PT. B melakukan retur barang pada
PT. A,, sehingga bagi PT. B adalah retur beli seddangkan bagi PT. A adalah
retur sales. Ketika PT. A ingin
menguplad retur ini di system efakur akan terjadi reject (penolakan data) apabila
PT. B selaku pembeli belum mengupload terlebih dahulu. Sehingga pembeli harus mengupload dulu retur
agar penjual bisa mengupload. Hal ini
menimbulkan kendala perbedaan waktu upload dan perbedaan pengakuan masa retur.
Bisa saja, dengan alasan terlambat PT. B
mengupload retur bulan maret padahal menurut PT. A itu retur bulan
februari. Hal ini lah yang sempat
membuat perusahaan penulis membuat surat kepada Kepala KPP agar menghilangkan
keterkaitan ini sehingga PT. A dan PT. B dapat mengupload nota retur tanpa
saling menunggu. Namun hal ini belum ada
solusinya, sehingga keterkaitan ini masih ada.
Adapun penulis seringkali menemukan pembeli
PKP yang “nakal”. Nakal ini karena
pembeli mengakui nota retur komersil dan memotong tagihan bayar atas pembelian
tapi tidak ingin membuat nota retur pajak bahkan tidak mau mengakui. Sehingga PKP Penjual akan dirugikan dua
kali. Ya tagihan di potong, tapi tetap
di akui penjualan secara untuh di system pajak.
Solusi sementara dalam hal ini adalah:
1.
JIka memungkinkan melakukan revisi faktur pajak. Misal PT. A menerbitkan
faktur pajak atas penjualan barang sebanyak 5 buah. 2 minggu kemudian PT. B meretur 2 buah. Sehingga ia hanya membayar atas barang 3
buah. PT. B bersikeras tidak mau
mengupload nota retur. Maka PT. A dapat merevisi faktur pajaknya dengan
menggati barang yang di jual ke PT. B menjadi 3 buah (sesuai jumlah bayar)
2. Melakukan kontrak perjanjian dengan
pembeli atas retur ini. Yang
berkewajiban membuat nota retur pembelian adalah PKP Pembeli. Namun jika PKP Pembeli tidak bisa membuat
nota retur sendiri, hendaknya PKP Penjual dapat membuatkan nota retur nya dan
di upload oleh kedua belah pihak
3. di catat sebagai biaya. Pada akhir tahun jika retur yang tidak dapat
masuk ke system e faktur akan menimbulkan kendala perbedaan jumlah penjualan
bersih secara akunting dan pajak.
Akunting akan mencatat sales berdasarkan pembayaran sedangkan pajak
mencatat sales berdasarkan data yg berhasil masuk di server pajak. Hal ini karena perbedaan retur tadi. Akunting mengakui retur komersil sedangkan
pajak hanya mengakui retur yang bs di upload ke server pajak. Jika ingin mencatat sales sama antara pajak
dan akunting, maka selisih retur yang tidak bs di akui itu harus di biayakann.
4. untuk data base efaktur pajak harus
sering di backup. Hal ini karena untuk
menghindari hilangnya database akibat kesalahan teknis atau adanya virus yang
masuk ke server efaktur yg terinstall di computer. Jika kita tidak memiliki
datanya, maka harus meminta ke IT Pajak Pusat untuk di kebalikan datanya dan
tentu ini memakan waktu dan biaya.
Sekian pemaparaan yang dapat penulis
sampaikan atas 2 tahun pelaksaaan efaktur ini.