PRAKTIK AUDIT SYARIAH DI INDONESIA.

Oleh Eka nur Suciati

AUDIT Syariah  merupakan audit yang memonitoring kinerja negara IFI Syariah dan di Lembaga Keuangan Syariah, islam melarang pembayaran dan pemerimaan riba (Quran 2:275-276), perjudian (Quran 5:90) penimbunan (Quran 09:34), selain itu islam juga melarang setiap investasi atau berurusan dalam alkohol, daging babi dan kegiatan lainya yang di anggap melanggar hukum dari presepsi islam. tujuan audit adalah untuk memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat bahwa laporan keuangan di susun dalam semua hal yang material sesuai dengan fatwa, putusan dan pedoman yang dikeluarkan oleh pengawas Syariah dewan Lembaga keuangan islam, standar akuntan AAOIFI, 

seorang audit Syariah harus mempunyai etika atau karakter yang independen dan obyektif, untuk memastikan pengedalian internal yang efektif untuk kepatuhan Syariah, mengingat pernyataan di atas, dapat di simpulkan bahwa audit Syariah terbaik dapat di definisikan sebagai proses mengumpulkan dan mengevauasi bukti yang berhubungan dengan keseluruhan kegiatan dan operasi (proses, keuangan, dan kinerja non-keuangan, posisi keuangan , sistem, pemasaran, dll) dari IFI di mana informasi dikumpulkan harus dalam kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Syariah. 
Dalam sebuah penelitan yang di lakukan oleh Zurina Shafii, Abdulah Ahmed Mohammed dan Supiah Salleh yang secara garis besarnya menjelaskan praktik audit di Negara GCC, Sudan, Pakistan, Indonesia, dan Malaysia, memberikan gambaran praktek tata kelola dan jaminan Syariah  dan memberikan cara laporan keuangan dan non-keuangan bank Syariah terkemuka di setiap negara GCC, selain itu penulis, meneliti perysaratan peraturan dan pedoman oleh regulator di negara-negara di mana keuangan Islam diadopsi sebagian dari keuangan utama, yaitu Sudan, Pakistan, Indonesia dan Malaysia. 
Praktik Audit Syariah di Negara GCC, ialah negara yang  mayoritasnya telah mengembangkan pedoman Syariah dan proses standar kepatuhan Syariah dari pemeriksaan laporan keuangan dan non-keuangan bank Syariah terkemuka di setiap GCC, di temukan bahwa sebagian besar bank-bank di negara-negara GCC di lakukan Syariah Review. Tinjauan Syariah di bank-bank Islam di GCC di lakukan oleh Dewan Syariah Pengawas (SSB) dan IFI, presentase minimal Dewan Pengawas Syariah IFI di bank Syariah di GCC menunjukan bahwa fungsi telah didelegasikan kepada unit kepatuhan Syariah internal.
Praktik Audit Syariah di Sudan, ialah Negara yang telah mencetuskan sistem perbankan pertama di dunia berdasarkan aturan Syariah yang melarang suku bunga, di sudan sendiri istilah Audit Syariah tidak di sebutkan, baik dalam laporan tahunan Bank Islam maupun situs Bank sentral Sudan, namun mereka melakukan Syariah review sebagai komitmen untuk menunjukan tanggung jawab mereka dalam menentukan kepatuhan Syariah.dan pada saat ini tidak terdapat ungakapan pada Syariah bahwa masyarakat Sudan tidak mematuhi kepatuhan Syariah di Bank Islam sudan, jadi semua  masyarakat dan pemerintahan sangat mematuhi peraturan Syariah. 
Praktek Audit Syariah di Pakistan, Gerakan perpindahan perbangkan  dari segi sistem konvensional ke sistem Syariah di lakukan secara bertahap, memulai dengan mengubah operasi Lembaga keuangan khsusunya, di Pakistan memperkenalkan sistem Audit Syariah internal sehingga untuk memastikan bahwa tujuan dan sasaran kepatuhan Syariah tercapai/tepenuhi.
Praktek Audit Syariah di Malasyia, praktek audit Syariah di Malaysia adalah secara sukarela, di karenakan praktik audit Syariah di Malaysia terbatas akan kepatuhan produk Syariah. Pada saat ini audit keseluruhan baik di pandu Syariah hukum kontrak, dokumentasi, dan operasi sejauh ini belum di lakukan dengan baik. Tahap kepatuhan adalah tidak adanya dalam praktik, Bank Negara Malaysia telah meluncrukan kerangka tata kelola Syariah baru pada akhir bulan juni 2011. 
Praktik Audit Syariah di Indonesia, perkembangan perbangkan Syariah modern di Indonesia secara resmi di mulai pada tahun 1991, sejalan dengan dibelakukanya UU Perbangkan Nomor 7 Tahun 1992 yang meliputi ketentuan untuk mengembangkan bebas bunga perbangkan, Bank Syariah Pertama di Indonesia adalah Bank muamalat, Bank Muamalat, beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Syariah, yang melarang pengisian bunga pinjaman dan membayar bunga deposito. Pedoman Audit untuk bank Syariah ialah PSAK 59 dan PAPSI yang dikeluarkan oleh IAI. Dalam penyusunan standar akuntansi keuangan Syariah , IAI bekerja dengan Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional dan Syariah Praktisi Perbangkan. Standar di rilis oleh badan akuntansi keuangan Syariah seperti AAOIFI, digunakan sebagai patokan. Perbangkan Isla di Indonesia di lakukan Syariah ulasan. Pekerjaan audit Syariah adalah si laporkan dan di lakukan di Bank Islam di Indonesia, tinjuan Syariah di lakukan oleh Komite Syariah dari IFI dan di nyatakan dalam laporan tahunan.
Hasil penelitian dari Qonita Mardiyah, menunjukan bahwa berdasarkan tabel tanggapan responden tentang kerja audit Syariah di inodnesia adalah skor responden DPS/internal auditor sebesar 3,44; rata-rata skor responden eksternal 3,23 dengan total rata-rata skor seluruh responden sebsar 3,29. Dalam pengklasifikasian melalui garis kontinum jumlah total rata-rata skor sluruh responden termasuk dalam kategori cukup sesuai. Merujuk pada pengklasifikasian tersebut, maka dapat di artikan bahwa taggapan responden tentang kerangka audit Syariah di Indonesia cukup sesuai dengan harapan, yakni telah cukup sesuai dan cukup mengakomodir aspek Syariah dalam kerangka kerja yang digunakan dan telah memiliki kerangka kerja khusus yang cukup untuk melaksnakan audit LKS (audit Syariah). Namun, dikarenakan 
hanya termasuk ke dalam kategori cukup sesuai dengan harapan. Maka hal ini mengidikasi bahwa kerangka kerja belum sepenuhnya sesuai dengan harapan yang di inginkan dan perlu untuk di tinjau serta di perbaiki.
Akan tetapi, kerangka kerja yang di maksud di atas, yang di gunakan untuk melakukan audit pada LKS, baru sebatas panduan audit Syariah yang di keluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) pada tahun 2005 dan masih berkisar pada audit laporan keuangan. Seiring berjalanya waktu banyak terjadi revisi pada PSAK Syariah sehingga panduan tersebut perlu untuk dirvisi kembali. Pada saat ini audit laporan keuangan LKS, yang telah berjalan dengan baik karena sudah adanya PSAK Syariah sebagai pedoman yang telah mengakomodir aspek Syariah di dalamnya. Walaupun Teknik audit yang digunakan masih konvesional pada LKS. Namun, hal ini tetap perlu diapresiasi mengingat memang masih terjadi kekurangan terhadap kerangka kerja lengkap audit Syariah beserta prosedurnya yang dapat digunakan sebagai pedoman dan sesuai dengan apa yang di butuhkan. 
Oleh karena itu, secara umum dapat di simpulkan bahwa Indonesia belum memiliki kerangka kerja pelaksanan audit Syariah yang sesuai dengan harapan semestinya, namun telah memiliki panduan audit Syariah tersendiri yang mengaokomodir prinsip dan hukum Syariah untuk melaksanakan audit laporan keuangan LKS, dengan adanya PSAK Syariah yang di keluarkan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Meskipun kerangka kerja tersebut masih berupa panduan dan bukan standar baku yang khusus mengatur pelaksanan audit Syariah secara lengkap mengatur pemeriksaan semua aspek yang memiliki resiko kepatuhan Syariah dalam LKS disebabkan hal yang sama terjadi pula pada kerangka kerja DPS yang saat ini hanya berupa pedoman yang di keluarkan BI melalui Surat Edaran Bank Indonesia. 
Dengan adanya PSAK Syariah yang keluarkan oleh IAI, di harapkan seorang Auditor Syariah mampu memahami lebih dalam lagi dan menerapkan  prinsip-prinsip Syariah yang telah di tetapkan, sehingga tidak ada lagi auditor yang tidak independen. 

Sumber : 1. Jurnal Internasional karya Zurina Shafii, Abdullah Ahmed Mohammed dan Supiah Saleh yang berjudul “ Sharia Governance and Assurance Index in Islamic Banks in Gulf Coorpertion Council Countries”
2. Jurnal Karya Qonita Mardiyah dan Sepky Mardian yang berjudul “ Praktik Audit Syariah di Lembaga Keuangan Syariah Indonesia”.

0/Post a Comment/Comments