WartaNusa, Negosiasi
adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam
mencapai sebuah tujuan yang tidak merugikan salah satu pihak. Biasanya
negosiasi itu terjadi karena adanya hal yang menjanggal dari salah satu pihak
terhadap objek tertentu. Hampir manusia diseluruh dunia pernah melakukan
negosiasi dalam kegiatannya sehari- hari. Negosiasi biasanya terjadi dalam
dunia bisnis, perdagangan dan transaksi jual beli lainnya.. Seperti dalam dunia
perdagangan negosiasi harga pasti terjadi antara penjual dan pembeli terkait
suatu barang yang ingin dibeli oleh pembeli. Kemudian, Colquitt dalam bukunya Organizational
Behavior menerangkan “Negotiations is a process in which two or more
interdependent individuals discuss and attempt to come to an agreement about
their different preferences” (Negosiasi adalah proses di mana dua atau lebih
individu saling tergantung membahas dan mencoba untuk mencapai kesepakatan
tentang preferensi yang berbeda). [1]
Tanggapan
dari Colquitt bahwasanya untuk mencapai kesepakatan antara dua belah pihak atau
lebih perlu adanya negosiasi. Dengan adanya negosiasi segala perbedaan dari
segi preferensi dari kedua belah pihak dapat disatukan. Kemudian, Stella Ting
Toomey mengeksplorasikan cara- cara di mana identitas di negosiasikan dalam
interaksi dengan orang lain, terutama dalam berbagai budaya. Toomey menjelaskan
bahwa identitas seseorang selalu dihasilkan melalui interaksi sosial. Identitas
atau gambaran refleksi diri dibentuk melalui negosiasi ketika kita menyatakan,
memidifikasi atau menantang identifikasi- identifikasi diri kita atau orang
lain.[2]
Kutipan
dari Stella Ting Toomey bahwasanya negosiasi dapat dilakukan sesuai dengan
budayanya masing- masing. Negosiasi yang dimaksud oleh Stella Ting Toomey
adalah bagaimana kita dapat mengidentifikasi seseorang kepada orang lain. Sebelum
melakukan negosiasi untuk mencapai sebuah tujuan perlu adanya cara atau
strategi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Cara atau strategi ini
juga perlu dilakukan untuk terjalinnya komunikasi yang baik dan sopan.
Kemudian, menurut Saner strategi merupakan keseluruhan garis pedoman dalam
negosiasi, yang mengindikasikan arah yang kita butuhkan dalam negosiasi mulai
dari keinginan (interest) hingga
kebutuhan untuk mewujudkan keinginan itu (objective).
Adapun taktik, selalu mengikuti setelah strategi, menyempurnakan strategi dengan
garis aksi yang kongkrit. Bila strategi adalah pikiran, maka taktik adalah
formulasi untuk mewujudkan pikiran tersebut.[3]
Dari kutipan di atas bahwa strategi
sangat diperlukan sebelum melakukan negosiasi. Karena dengan strategi semuanya
itu tersusun dengan rapih, sopan dan baik dalam berkomunikasi. Setelah tersusun
rapih strateginya, maka perlu adanya taktik yang dapat membantu negosiasi
tersebut berjalan dengan baik sehingga tujuannya pun tercapai. Kemudian, John
Hayer mengungkapkan bahwa terdapat tiga sifat hirarki keterampilan
bernegosiasi, yakni perilaku (behaviour), taktik, dan strategi. Dan
kaitannya sebagai berikut :
a. Perilaku
merupakan komponen utama dalam keahlian bernegosiasi, karena perilaku dapat
disusun dan dibentuk berdasarkan taktik dan strategi negosiasi. Ragam perilaku
itu di antaranya yakni mengirim informasi, mencari informasi dan beragumentasi.
b.
Beragam perilaku
tersebut di atas, dapat disusun dan rangkai dalam berbagai pengaturan yang
disebut dengan taktik bernegosiasi.
c. Dan
strategi merupakan level tertinggi dalam hirarki itu dan mencerminkan
keseluruhan pendekatan dan gaya seorang negosiator.[4]
Apa
yang diutarakan oleh John Hayer bahwasanya perilaku sebelum melakukan negosiasi
sangat berpengaruh dalam strategi yang telah disusun. Karena dalam negosiasi
adanya berargumentasi, memberikan informasi. Oleh karena itu perlu adanya
perilaku yang baik dari kedua belah pihak. Dalam dunia bisnis, perdagangan dan
kegiatan ekonomi lainnya pasti tidak asing lagi dengan kata jual beli. Jual
beli dapat dilakukan oleh dua pihak atau lebih, yaitu antara penjual dan
pembeli. Dalam kegiatan jual beli pasti ada objek yang ingin dimiliki oleh
pembeli dan ada keuntungan yang ingin didapatkan oleh penjual. Tapi, biasanya
sebelum adanya perpindahan kepemilikan pasti ada yang namanya negosiasi harga
atau tawar menawar. Hal ini sangat lumrah terjadi dalam kegiatan jual beli.
Kemudian menurut Rachmat Syafei, secara
etimologi jual beli adalah kegiatan pertukaran antara dua belah pihak sesuatu
dengan sesuatu (yang lain). Namun secara terminologi, para ulama berbeda pendapat
dalam mendefinisikan jual beli tersebut di antaranya, menurut ulama
Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan
cara khusus (yang dibolehkan). Kemudian, menurut Imam Nawawi, dalam al-majmu yang dimaksud dengan jual beli
adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.Kemudian, menurut Ibnu Qudama, dalam kitab al-mugni, yang dimaksud dengan jual beli
adalah pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.[5]
Dari
pendapat Racmat Syafei bahwasanya jual beli itu adanya pertukaran antara
sesuatu dengan sesuatu lainnya. Di mana adanya pertukaran hak kepemilikan
kepada salah satu pihak. Kemudian, pendapat para ulama berbeda- beda, tetapi
pada intinya jual beli adalah pertukaran antara harta dengan harta dengan cara
yang diperbolehkan. Dalam kegiatan apapun kita harus tahu rukun dan syarat dari
apa yang kita lakukan tersebut. Karena dengan kita mengetahui rukun dan
syaratnya dalam sebuah kegiatan, maka kita mengetahui unsur- unsur apa saja
yang terdapat dalam kegiatan tersebut. Seperti dalam kegiatan perekonomian,
perlu adanya rukun dan syarat dalam kegiatan tersebut. Berikut adalah rukun dan
syarat dalam jual beli, menurut Hanafi [6]adalah
ijab dan qobul, dengan adanya ijab dan qobul ini masing- masing antara kedua
bela pihak harus sama- sama ridho atas perpindahan hak kepemilikan baik dalam
perkataan maupun perbuatan. Namun, menurut jumhur ulama [7]rukun
jual beli itu ada empat, yaitu: adanya pihak yang berakad ( penjual ) dan (
pembeli ), terucapnya ijab dab qobul, adanya barang atau objek akad, dan adanya
nilai tukar yang dapat memindahkan hak kepemilikan. Kemudian, syarat-syarat
orang yang berakad menurut para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan
akad jual beli harus memenuhi syarat-syarat, yaitu berakal, oleh sebab itu
tidak sah orang gila dan anak kecil yang belum mumayyiz melakukan akad. Kemudian, yang melakukan akad itu ialah orang yang berbeda, karena tidak sah hukumnya seseorang yang melakukan akad dalam waktu yang bersamaan maksudnya
seseorang sebagi penjual sekaligus pembeli.[8]
Hukum
tawar menawar dalam Islam berdasarkan firman Allah SWT. dalam Al-Qur‟an dan Hadist diperbolehkan selama
dijalankan sesuai syariat Islam. Hukum tawar menawar berdasarkan hadist.
Rasulullah pernah melakukan perdagangan dengan tawar menawar, diriwayatkan dari
Anas “Rasulullah pernah menjual anak panah dan alas pelana dengan tawar
menawar”. (H.R Muslim)[9]. Dari
Hadist tersebut bahwasanya pada zaman
Rasulullah, beliau sendiri yang mempraktikkan kegiatan tersebut dalam jual
beli. Kemudian dalam Al- Qur’ an juga dijelaskan dalam Q.S An-Nisa ayat 2 yang
artinya “….kecuali dengan jalan
perdagangan suka sama suka di antara kamu”[10]. Dalam Al- Qur’an pun sudah jelas bahwasanya
segala transaksi apa pun antara kedua
belah pihak harus didasari suka sama suka. Jual beli dalam kegiatan
perekonomian yang menjadi sumber kebutuhan bagi konsumen dan sumber pendapatan
bagi penjual dalam segi hukum itu ada beberapa dalil dari Al- Qur’ an, Hadist
dan Ijma’ Ulama. Dalil dalam Al- Qur’ an Q.S An- Nisa ayat 29 yang artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.[11]
Pada dalil di atas bahwasanya Allah
sangat melarang hamba- Nya mengambil harta baik dari keuntungan ataupun yang
lainnya secara batil ( merugikan salah satu pihak ). Dalam jual beli boleh
mengambil keuntungan atas dasar kedua belah pihak suka sama suka. Ulama
telah bersepakat mengenai kehalalan jual-beli sebagai transaksi yang dianjurkan
oleh Rasulullah SAW[12]
asalkan setiap kegiatan muamalah yang dilakukan ada syarat dan rukunnya.
Kemudian, tidak boleh ada yang dirugikan, harus adanya kesepakatan ( suka sama
suka ) antara penjual dan pembeli.
DAFTAR
PUSTAKA
Colquitt,Organizational
Behavior, (USA: McGraw-Hill, 2011), 466.
Littlejohn,
Stephen W &Karen A. Foss,Teori Komunikasi, edisi-9, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009), 66.
Saner,
Raymond.(2012). The Expert Negotiator:
Strategy, Tactics, Motivation, Behaviour, Leadership (4th Edition). Boston:
Martinus Nijhoff Publishers
Hayes, John.(2002). Interpersonal Skills at Work (2nd Edition).
New York: Routledge
Rachmat Syafei, Penimbunan
dan Monopoli Dagang Dalam Kajian Fiqih Islam, (Jakarta: Departemen Agama- Mimbar
Hukum, 2004), hlm. 73.
Ibid.,
Wahbah az-Zuahili, hlm. 28
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh
Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 71.
Ibid., hlm. 71-72.
www.google.co.id/amp/s/afafdotorg.wordpress.com/2012/04/04/negosiasi-dalam-islam-6/amp/ (04
April 2012).
Ibid.
[1]
Colquitt,Organizational Behavior, (USA: McGraw-Hill, 2011), 466.
[2] Littlejohn,
Stephen W &Karen A. Foss,Teori Komunikasi, edisi-9, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009), 66.
[3] Saner,
Raymond.(2012). The Expert Negotiator:
Strategy, Tactics, Motivation, Behaviour, Leadership (4th Edition). Boston:
Martinus Nijhoff Publishers
[4]
Hayes, John.(2002). Interpersonal Skills at Work (2nd Edition). New York: Routledge.
[5] Rachmat
Syafei, Penimbunan dan Monopoli Dagang
Dalam Kajian Fiqih Islam, (Jakarta: Departemen Agama- Mimbar Hukum, 2004),
hlm. 73.
[6] Ibid., Wahbah az-Zuahili, hlm. 28
[7] Abdul Rahman Ghazali, Fiqh
Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 71.
[8] Ibid., hlm.
71-72.
[9] www.google.co.id/amp/s/afafdotorg.wordpress.com/2012/04/04/negosiasi-dalam-islam-6/amp/ (04
April 2012).
[10] Ibid.
[11]
Departemen Agama RI, Op. Cit,.hlm.89
[12] Khotibul Umum, Perbankan Syariah, Dasae-Dasar Dan Dinamika
Perkembangan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2016), hlm.104.