Oleh Siti Masrofah
Maraknya
sarana komunikasi audio visual memudahkan untuk mengakses nyanyian atau musik.
Ditambah lagi semakin banyaknya lagu-lagu bermunculan yang banyak
diperdengarkan pada ruang publik merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Namun bagi umat Islam sendiri, problematika haram atau tidaknya nyanyian atau musik
memunculkan beberapa perbedaan pendapat. Bahkan tidak sedikit mengundang
perdebatan sengit antar ulama sejak dahulu. Kini umat Islam terbelah menjadi 2 pengambilan
sikap, yakni mengharamkan secara utuh semua jenis nyanyian atau musik atau justru
membolehkannya.
Pada
dasarnya hukum asal sesuatu itu boleh, kecuali ada dalam Al-Quran, sunah, ijmak
yang mengharamkannya. Ini didasarkan pada firman Allah SWT.,
Dialah Allah, yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu
semua... (Al-Baqarah:
29).
Juga tertuang dalam hadist
Rasulullah
Saw. bersabda, Apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya adalah halal, apa
yang Allah haramkan adalah haram, dan apa yang Allah diamkan berarti dimaafkan;
maka terimalah kemaafan dari Allah, karena sesungguhnya Allah tidak lupa
terhadap sesuatu pun. (HR. Al-Hakim dari abu' Darda)
Seperti
sudah disinggung sebelumnya, sekarang ini umat muslim memiliki 2 pendapat
mengenai musik atau nyanyian ada yang berpendapat mengharamkan nya adapula yang
membolehkannya.
Bagi
yang berpendapat mengharamkan, mereka berhujah dengan firman Allah yang memuji
orang-orang yang beriman, Apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat
(laghw), maka mereka berpaling dari-Nya (Al-Qashas: 55). Dan nyanyian itu
termasuk dalam pengertian laghw (tidak bermanfaat). Mereka menyimpulkan
bahwa laghw dalam ayat ini berarti perkataan kotor, seperti caci maki
dan yang semisalnya. Terusan ayat menjelaskan hal ini,
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
berpaling dari-Nya dan mereka berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amal mu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan
orang-orang jahil." (Al-Qashas: 55)
Ayat
serupa juga ditemukan mengenai sifat hamba-hamba Allah yang dicintai,
Apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan (Al-furqan: 63).
Seandainya
jika pendapat tersebut diterima bahwa kata laghw dalam surah Al-Qashas
meliputi pengertian "nyanyian" maka didapati ayat tersebut sekadar anjuran
untuk menjauh dari mendengar atau memujinya, bukan melarangnya sama sekali.
Pendapat
yang membolehkan mengemukakan alasan dengan hadits shahih dari Imam Bukhari dan
Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa ia pernah membawa pengantin
wanita ke rumah pengantin laki-laki dari kaum Anshar. Nabi Saw. bertanya, Wahai
Aisyah, tidak adakah hiburan pada mereka? Sebab orang-orang Anshar itu menyukai
hiburan.
Hadits
ini menunjukkan perhatian Islam kepada tradisi yang beraneka ragam di
masyarakat yang berbeda-beda.
Yusuf
Qardhawi dalam bukunya yang berjudul "Al-islamu wal fannu"
menegaskan bahwa tidak semua nyanyian itu tidak berguna. Sedangkan masalah
hukumnya, itu tergantung pada niat pelakunya. Niat yang baik akan mengubah
perkataan laghw menjadi taqarub, mengubah gurauan menjadi ketaatan.
Sebaliknya, niat yang buruk dapat menghapus amalan yang secara lahirnya berupa
ibadah namun batinnya riya.
Al-Qadhi
Abu Bakar bin Al-Arabi mengatakan dalam kitabnya Al-Ahkam, "Tidak
ada satupun hadits pun yang shahih yang menunjukkan haram-nya nyanyian."
Dapat
disimpulkan bahwa Islam tidak melarang mutlak umatnya untuk mendengarkan nyanyian
asal dengan niat yang baik untuk semakin semangat dalam beribadah kepada-Nya.
Referensi
: Qardhawi Yusuf , Islam Bicara Seni, Solo : Era Adicitra Intermedia,
2019.