Pasca Bai’at Aqobah II, permusuhan dan penyiksaan semakin keras
terhadap kaum muslimin. Hal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Para sahabat
Nabi meminta izin kepada Rosulullah Saw. untuk hijrah ke Yastrib (kelak akan
bernama Madinah), Rosulullah Saw. mengijinkannya.
Para sahabat Nabi bersiap-siap dan mengemas barang
seperlunya untuk berangkat. Mereka berangkat ke Madinah secara
sembunyi-sembunyi. Hanya ada satu sahabat Nabi yang berani hijrah secara
terang-terangan. Dialah al-Faruq, Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.
Seperti yang diceritakan oleh Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu, suatu ketika Umar bin Khatab hendak berhijrah, ia membawa pedang, busur, panah, dan tongkat di tangannya menuju Ka’bah. Ia melakukan thawaf tujuh keliling dengan tenang. Setelah itu pergi ke maqam untuk mengerjakan shalat. Di hadapan tokoh-tokoh Quraisy, Umar bin Khatab berkata, “Semoga celakalah wajah-wajah ini! Wajah-wajah inilah yang akan dikalahkan Allah! Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya, istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim piatu hendaklah ia menghadangku di balik lembah ini.”
Tidak satu pun di antara mereka mengikuti Umar bin Khatab,
kecuali beberapa kaum muslimin yang lemah telah diberitahu Umar. Ia bersama
kaum muslimin yang lemah berjalan dengan aman.
*kisah ini bersumber dari Sirah Nabawiyah karya Muhammad Sa’id
Ramadhan al-Buthi