Sebelumnya penulis telah menyinggung peran Abu Thalib
sebagai paman yang sangat menyayangi Rosulullah Saw. melebihi putra-putrinya,
dan pelindung untuk dakwahnya, walaupun ia sendiri tidak memeluk agama Islam. Perlindungan
yang diberikan Abu Thalib kepada beliau karena faktor kesukuan. Tentu saja itu
juga karena kehendak Allah Swt. sebagai bentuk perlindungan kepada Rosul-Nya.
Pada tahun sepuluh kenabian, Abu Thalib semakin dekat menjelang
ajalnya, Rosulullah datang menjenguknya. Di rumahnya sudah ada Abu Jahal dan
Abdullah bin Abu Umayyah berada disamping Abu Thalib. Rosulullah berkata, “Wahai
pamanku, ucapkanlah, ‘Tiada Tuhan selain Allah, ‘ sebagai kalimat yang
dengannya aku akan membelamu di sisi Allah Swt.” Kemudian, Abu Jahal dan
Abdullah bin Abu Umayyah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu ingin memeluk
agama Abdul Muthalib?” Abu Thalib berkata, “Aku memeluk agama Abdul Muthalib.” Abu Thalib pun meninggal, lalu Rosulullah berkata,
“Aku pasti memohonkan ampunan bagimu selama aku tidak dilarang.” Lalu turunlah
wahyu kepada beliau;[1]
“Tidak pantas bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah)Bagi orang-orang
musyrik sekalipun orang-orang itu kaum kerabat (nya) setelah jelas bagi mereka
bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahannam.” (At-Taubah [9]: 113)
Rosulullah mengabarkan bahwa Abu Thalib berada dalam neraka
yang dangkal sampai mata kaki sehingga membuat otaknya mendidih.[2]
Imam At-Thabari menegaskan bahwa ayat ini melarang Nabi
Muhammad dan kaum mukminin untuk mendoakan ampunan pada orang-orang yang telah
meninggal dalam keadaan musyrik dan menyembah berhala sekalipun mereka kerabat
dekatnya.[3]
selesai di kaki gunung Gede Pangrango