SKB Untuk PKP yang Terutang PPh Final 1%

Oleh Aylan Zein

Karena adanya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang total omzet selama 1 tahunnya kurang dari Rp. 4,8 Milyar membayar PPh Final senilai 1% dari omzet perbulan yang di bayar maksimal tanggal 15 bulan berikutnya.


Atas adanya peraturan tersebut dan untuk menghindari kerugian yang berupa pemotongan PPh baik itu jenis PPh 22 atau 23 yang besarnya 1,5% sampai dengan 2% dari DPP, maka PKP yang termasuk dalam kategori ini berhak mengajukan permohonan SKB (Surat Kebebasan Pajak) mengacu pada PER-32/PJ/2013 tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.


Surat permohonan ini disampaikan pada KPP terdaftar dengan format surat sesuai dengan lampiran pada PER-32/PJ/2013, Surat Pernyataan bermaterai, detail jumlah omzet setiap bulan dari awal bulan sampai batas waktu penyerahan surat permohonan, SPT Tahunan   (dengan bukti bayar dan tanda terima lapor) dan dilengkapi juga dengan dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, dll. 

Dengan adanya SKB ini, maka lawan transaksi tidak boleh memungut PPh 22 ataupun 23 ketika akan membayar tagihan dari PKP Penjual sehingga PKP penjual dapat tetap berkewajiban membayar PPh final 1% dari omzet setiap bulan.

Bagaimana jika PKP tersebut tidak memiliki SKB dan sudah terlanjur dipotong oleh lawan transaksi?  Sebenarnya hal ini bisa diupayakan dengan 2 cara:
  1. Mohon bantuan ke lawan transaksi yang sudah terlanjur potong pph dan menerbirkan bukti potong pph untuk melakukan pindah buku dan pembetulan SPT.  Jadi bukti potong tersebut di batalkan dan PPh nya di kembalikan ke pemungut untuk di alokasikan ke potongan lawan transaksi yang lain. Tapi ini Lawan Transaksi akan melakukan ini jika ternyata PKP Penjual sudah memiliki SKB.  
  2. Potongan PPh dan bukti potong yang sudah diterima dilaporkan saja apa adanya di SPT Tahunan.  Menurut petugas pajak yang sempat saya temui, jika hal ini terjadi maka atas omzet dari lawan transaksi tersebut, PKP Penjual tidak perlu membayar PPh Final 1% lagi.  Misalnya, PT A terlanjur memungut dan menerbitkan bukti potong senilai 2% dari DPP atas tagihan dari PT. B.  dalam hal PT. B termasuk kategori perusahaan dengan omzet bruto tidak lebih dari 4,8 M sesuai PP 46 dan tidak memiliki SKB, maka PT. B tidak perlu membayar PPh Final 1% dari omzet yang diterima dari PT. A.  Sehingga PT. B memberikan keterangan bahwa pajaknya sudah di potong oleh PT. A walaupun potongan tersebut nilainya 2% bukan 1%.

Kedua hal tersebut untuk mencegah terjadinya lebih bayar pada SPT tahunan.  Karena jika PKP tetap membayat PPh Final 1% dari omzet per bulan tetapi di saat yang sama ia juga menerima bukti potong PPh 22/23 sebagai kredit pajak akan terjadi lebih bayar pada status pajak SPT Badan



0/Post a Comment/Comments