Oleh: Nafila Amalia
A.
Cara mengetahui (masalik) maqashid syariah.
Pada
prinsipnya, mashlahat dunia dan mafsadahnya bisa diketahui dengan akal pikiran
manusia, sehingga begitu pula perintah dan larangan Allah Swt. Bisa dipahami oleh hamba karena perintah dan
larangan Allah Swt tersebut dibangun di atas mashlahat. Allah menjelaskan hal ini secra eksplisit
dalam beberapa firmannyaa, diantaranya Firman Allah Swt : (Al-A’raf [7]: 157)
dan (Al-A’raf[7]: 33).
Asy-Syatibi
menyebutkan beberapa hal untuk mengenali maqashid syariah yaitu:
1. Memahami maqashid syariah sesuai dengan ketentuan bahasa
Arab karena nash-nash Al-Qur’an dan al-Hadis menggunakan bahasa Arab.
2. Memahami Al-Awamir
wa an-nawahi (perintah dan larangan) Allah Swt. Karena dibalik perintah
atau larangan terkandung maksud dan tujuan.
Asy-syatibi menjelaskan dua bentuk perintah dan larangan
yaitu: pertama, perintah atau
larangan itu ibtida’an (dari sejak
awal) seperti larangan berjual beli ketika shalat jum’at sebagian dijelaskan
dalam surat Al-Jumu’ah [62]: 9. Kedua, tashrihi,
yaitu perintah dan larangan yang bisa dipahami jelas maknanya seperti pesan
perintah dari kaidah ushul: sesuatu yang terjadi wajib karena hal tertentu,
maka hal tertentu tersebut menjadi wajib juga.
3. Mengetahui ‘illat
dalam setiap perintah dan larangan Allah Swt. Dengan megetahuinya dapat
mengenalkan pada hikmah dan maqashid dalam perintah dan laranggan Allah Swt.
4. Maqashid ashliyah wa maqashid taba’iyyah (maqashid inti dan maqashid pelengkap). Misalnya dalam shalat, maqashid
aslinya adalah ketundukan kepada Allah Swt. Dan maqashid pelengkapnya di antaranya
meweujudkan hati yang bersih. Dengan mengetahui maqashid taba’iyyah (maqashid pelengkap), maka akan
diketahui maqashid ashliyah (maqashid
inti)
5. Sukut syaari’ (Allah Swt. Tidak
menjelaskan hukum tertentu) khusunya dalam masalah ibadah, misalnya ketika
Allah Swt. Menjelaskan tata crara ibadah tertentu, maka selebihnya adalah
Bid’ah, dan itu slah satu Maqashidnya.
6. Istiqra (meneliti hukum dan
masalah furu (malah masalah detail
hukum) ) untuk menemukan satumaqashid (tujuan) dan ‘illat yang menjadi titik
persamaan seperti kulliyatu al-khomsah (5 hajat manusia) : hifdzu din (melindungi agama), hifdzu
nafs (melindungi jiwa), hifdzu aql
(melindungi pikiran), hifdzu mal
(melindungi harta), hidzhu nasab
(melindungi keturunan). Kelima kebutuhan
ini bertujuan memenuhi tujuan-tujuan berikut: dharuriyat, yaitu kebutuhan wajib agar terpenuhi. Hajiyat, yaitu kebutahan yang
meringankan beban kesulitan manusia. Tahsinat,
yaitu kebutuhan pelengkap.
7. Masalik at-ta’lil (cara
mengetahui ‘illat), yaitu dengan menggunakan ijma’, nash, tanbih dan munasabah.
Terkhusus tanbih dan munasabah itu biasanya digunakan untuk
mengungkpkan maqashid juz’iyyah (maqashid
khusus) dan bukan maqashid ‘ammah
(maqashid umum)
B.
Kaidah-kaidah untuk mengetahui mengetahui maqashid
syariah.
Kaidah pertama,
seluruh ketentuan syraiah mempunyai maksud (maqashid).
Kaidah kedua,
taqshid (menentukan maqashid) itu harus berdasarkan dalil.
Kaidah ketiga, menertibkan
mashlahat dan mafasadah. “setiap perbuatan dipandang oleh syara’ berdasarkan
mashlahat atau mafsadat yang terdapat dalam perbuatan tersebut.”
1.
Jika perbuatan terseebut memiliki mashlahat
yang besar, maka perbuatan tersebut termasuk kategori rukun.
2.
Jika perbuata tersebut memiliki mafsadat
yang besar, maka perbuatan tersebut termasuk kategori dosa besar.
3.
Jika perbuatan tersebut memiliki mashlahat
yang tidak besar, maka perbuatan
tersebut termasuk kategori ihsan.
4.
Jika perbuatan tersebut memiliki mafsadat
yang kecil, maka perbuatan tersebut termasuk kategori dosa kecil.
Kaidah keempat,
membedakan antara maqashid dan wasa’il dalam setiap ketentuan Allah. Di antra
kaidah terpenting dalam bab maqashid syariah adalah membedakan antara rumpun maqashid dan rumpun wasail dengan cara melatakan ketentuan syariat ini pada tempatnya
sesuai rumpunnya.
Sumber :
Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam:Sintesis Fikih dan ekonomi/Oni Sahroni dan
Adiwarman A. Karim