Oleh Diah Nurmakfiroh
Pendapat para ulama tentang masalah ini yaitu :
Pendapat
pertama : sebagian ulama berpendapat, bahwa pendapatan halal
yang bercampur dengan pendapatan non halal itu hukumnya haram. Lembaga Fiqih
Islam berpedapat bahwa dana tersebut dikategorikan dana haram, sebagaimana
dilansir dalam keputusannya dalam Lembaga Fiqih Islam no.7/1/65, pada pertemuan
ke 7.
(sumber : taugitu.com) |
Pendapat
kedua : sebagian ulama berpendapat, bahwa jika pendapatan
yang halal lebih dominan daripada pendapatan non halal. Mereka berargumen
dengan dalil-dalil berikut :
a.
Kaidah fikih : “hukum mayoritas sama seperti hukum
keseluruhan”.
Hal yang dibolehkan karea sifatnya
pelengkap, itu menjadi tidak dibolehkan karena sifatnya independen.
b. Mashlahat
(al-Hajah asy-syar’iyah)
Kebutuhan
perusahaan syariah untuk melakukan usaha tersebut hingga bisa bertahan
melanjutkan misinya menghindari praktik bisnis ribawi bagi kaum muslimin.
Kedua kaidah fikih dan dalil mashlahat di atas
menjelaskan bahwa yang menjadi standar adalah bagian yang lebih dominan, jika
yang menjadi dominan adalah pendapatan halal, maka seluruh dana tersebut
menjadi halal, dan begitu pula sebaliknya, karena hukum mayoritas seperti hukum
keseluruhan.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa, setiap
pendapatan halal yang bercampur dengan pendapatan haram, jika pendapatan halal
lebih dominan, maka menjadi halal. Begitu pula dana halal bercampur dengan dana
haram, maka presentase dana haram dikeluarkan, maka sisanya adalah dana halal.
Kedua pendapat tersebut, bisa disimpulkan
bahwa pendapat kedua itu lebih dekat dengan maqashid syariah yang tercermin
dalam beberapa hal berikut :
a. Ummu
al-balwa, maksudnya dana halal yang bercampur tersebut menjadi sulit
dihindarkan dalam aktivitas bisnis dan atau selain bisnis.
b. Raf’ul
haraj wal hajah al-ammah (meminimalisir kesulitan dan memenuhi hajat umum), di
antaranya, lingkungan dan pranata ekonomi masih belum islam; regulasi tidak
memihak LKS, masyarakat yang belum paham ekonomi syariah, industri konvensional
yang mendominasi, sehingga transaksi dengan konvensional menjadi hal yang tidak
bisa dihindarkan.
c. Muro’at
qowa’id al-katsrah wa al-ghalabah, maksudnya standar hukum adalah bagian lebih
dominan.
d. Kaidah
sebagian fuqaha tentang tafriq shafqah (memisah transaksi halal dari transaksi
yang haram).