MAS, AKU MINTA CERAI...

"Aku minta cerai..."
Pagi-pagi layar HPku sudah dihiasi kalimat ini. Itu chat dari Karmila, teman sebangku dulu saat SMA. Dia pengantin baru.
Seperti biasa, aku biarkan ia menumpahkan segala keluh kesahnya terlebih dahulu. Setelah tenang, baru aku mengajaknya bicara.

....
"Karmila...
Kamu sudah lama mengenalku. Kamu tahu kan bahwa aku tidak berteman dengan sembarang orang. Lalu kenapa aku mau berteman denganmu?
Karena kamu adalah perempuan yang kuat.
Kamu adalah chargerku saat aku lowbat.
Aku kaget melihatmu menjadi perempuan lemah seperti ini Karmila...
Kamu menikah dengan Arif karena kamu mencintainya. Bukan dijodohkan, apalagi dipaksakan. Artinya, kamu telah siap menerima segala kelebihan beserta kekurangan yang mengikut dalam dirinya.
Karmila...
Pernikahan bukanlah semanis foto pra wedding. Dimana kamu bisa menentukan berapa banyak yg akan di edit, bagian mana yang akan kamu buang dan berapa jumlah adegan yang harus kamu potong.
Pernikahan Ibarat Kapal yang didalamnya ada Nahkoda dan Awak, dimana setiap peran butuh kesungguhan dan keikhlasan dalam menjalankannya.
Pernikahan itu bukan mainan yang ketika kamu bosan, kamu bisa melemparnya ke Tong sampah kapan saja kamu mau.
Karmila...
Tak ada rumah tangga yang tidak di uji Apalagi pengantin baru sepertimu. Sabarlah Karmila. Tegarlah...
Ini ujian Allah buatmu, agar kamu bisa naik kelas ke tingkat yang lebih tinggi".
...
Aku menasehati Karmila panjang lebar.
Ia diam...
Namun pada akhirnya mengikuti saranku untuk mencoba Intropeksi diri sebelum melayangkan gugatan cerainya kepada Arif, lelaki yang ia nikahi 4 bulan yang lalu tersebut.
...
Yap,
Inilah pekerjaan sampinganku, menjadi konseling rumah tangga dadakan. Entah sejak kapan aku memulai 'karir' ini, aku lupa.
Yang kuingat, gara-gara 'ceramahku' ini aku sudah banyak menyelamatkan rumah tangga sahabatku yang hampir kandas di pengadilan agama.
Suatu saat pernah ku tanya Yarni, sepupuku. Mengapa ia lebih memilih meminta pertimbangan ku dibanding orang-orang terdekatnya yang lebih berpengalaman dariku.
"Sebab hidupmu hampir sempurna. Kamu Baik, Cerdas, Mapan, Bijak, punya anak yang lucu dan punya suami yang juga sangat menyayangimu. Aku ingin belajar darimu bagaimana cara membentuk rumah tangga se sakinah itu", Jawabnya enteng.
Dan akupun hanya bisa tersenyum...
Senyum sambil menahan butiran air mata dikelopakku, betapa sesaknya mendengar pujian yang salah alamat tersebut.
**
"Mau kemana Mas?", Tanyaku.
"Mau keluar sebentar, ada meeting penting di Kantor", jawabnya datar sambil berlalu di hadapanku. Diciumnya Annisa, anak kami. Ia keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun padaku.
Aku menarik napas panjang...
Jika orang yang baru melihat kami, mereka akan berpikir bahwa kami sedang bertengkar. Padahal tidak.
Inilah wajah rumah tanggaku yang sebenarnya. Kaku dan dingin. Ia seperti tubuh yang mati suri. Tak berasa sama sekali. Bagiku, ini tak layak disebut rumah tangga. Ini adalah panggung sandiwara. Semuanya palsu.
Hampir 10 tahun sudah aku menjadi isterinya. Isteri dari Wirya Mangkubumi...
Dari namanya, orang-orang sudah bisa menebak bahwa aku menikah dengan anak bangsawan keturunan Jawa. Dari namanya pula, orang-orang akan percaya bahwa aku hidup berkecukupan dan bahagia dalam berumah tangga.
Betul...
Memang betul...
Bagi orang sekitar kompleks, Kami dikenal sebagai keluarga kaya raya. Kami tinggal di kawasan jantung Ibu Kota dengan rumahku sebagai icon dan patokan bahwa masyarakat dilingkungan ini hidup berkecukupan.
Aku punya sebuah perusahaan retail dengan puluhan karyawan yang hidup sejahtera di bawah pimpinan ku. Suamiku pun demikian. Ia adalah bos dari sebuah perusahaan provider.
Anak kami hanya satu. Annisa namanya. Ia gadis kecil pintar dan energik. Ia juga penurut dan sopan kepada orang lain.
Inilah segelintir alasan yang membuat orang-orang berpikir bahwa keluargaku hidup dengan Sakinah, mawadah dan warahmah.
...
Namun, dibalik semua itu orang-orang tak pernah tahu, bahwa Lebih dari separuh perjalanan rumah tanggaku, kami habiskan dengan hidup penuh dengan kepalsuan.
Senyum kami palsu. Kemesraan kami palsu. Kebahagiaan kami palsu. Mungkin cinta kami juga palsu, mungkin...
Batinku benar-benar tersiksa...
Saat di rumah, kami seperti orang asing. Masing-masing sibuk dengan dunianya. Aku sibuk mengurus invoice bisnisku, dia pun sibuk mengecek laporan keuangan perusahaannya.
Kalau tak ada tamu, kami tidur terpisah. Kami hanya bertemu saat jam sarapan, makan siang atau jam makan malam di meja makan. Sesekali kami juga saling menyapa saat Annisa memanggil kami untuk bermain.
Benar-benar asing...
Saat Liburan tiba, orang-orang sibuk mempersiapkan acara. Ada yang ke gunung, menaiki kehidupan. Ada yang ke pantai, membuang penat dan sial. Ada yang ke Mall, menghabiskan uang dan derita.
Aku?
Aku merayakan nasib, di pojok kamar sambil menulis dan meracik kata. Sesekali sambil mencipta nada dan menyanyikan lagu harapan. Agar tetap menyala di tahun yang akan datang.
Aku ingin sekali berteriak kepada suamiku :
"Hei lelaki yang di pojok sana, jangan sibuk sendiri. Ketahuilah, ada duniaku disini yang kosong. Yang harus selalu kau isi penuh, jangan biarkan setan menggodaku untuk menyimpan nama orang lain disini... Di hati ini."
Ahh...
Tapi tidak...
Aku gengsi.
...
Kami sepasang suami isteri yang aneh.
Kecuali surat nikah, akta keluarga dan tinggal serumah, tak ada satupun hal yang membuat kami layak dikatakan pasangan suami isteri. Apalagi masuk kategori sakinah mawadah warahmah.
Sebab Aku mencari nafkah sendiri. Aku menabung untuk masa depan sendiri. Aku mengurus kebutuhan pribadiku sendiri. Aku menghadiri undangan pesta sendiri. Aku ke pasar sendiri. Aku menggeser lemari sendiri. Aku mengecat rumah sendiri. Dan akupun tidur sendiri (bersama Annisa tepatnya).
Aku seperti tak punya suami.
Mungkin dia pun berpikir begitu padaku. Entahlah...
Aku menduga, suasana dingin ini adalah klimaks dari perdebatan-perdebatan yang tiap hari rutin kami lakukan.
Ya, kami sering bertengkar.
Mulai dari hal-hal kecil yang tak masuk akal seperti saling tuduh kentut siapa yang paling bau, sampai saling tuduh siapa yang selingkuh di antara kami.
Kami bosan. Kami telah jenuh pada pasangan masing-masing.
Aku jenuh padanya. Dia pun jenuh padaku.
***
Malam ini aku tak bisa menahannya lagi...
Wirya menghilang seharian.
Seperti biasa, ia tak memberitahuku akan kemana.
Malam telah larut...
Jam telah menunjukkan waktu 01.00 WIB.
Kuhubungi staffnya. Ia bilang suamiku telah pulang sejak sore.
Kutahan amarah yang membuncah di dadaku. Andai saat ini dia di depanku, aku ingin teriak kepadanya dan bertanya :
"Masih berhargakah aku dimatamu? Apa kau punya selingkuhan? Kenapa tak jujur saja? Aku akan menerimanya dengan lapang dada. Asal kau bahagia..."
...
Aku menangis...
Kuhamparkan sajadahku...
Di sujud terakhir aku tersungkur. Hampir tak mampu lagi kudongakkan kepalaku.
Ku ucapkan salam dengan terengah-engah.
Dengan terisak Isak aku mengadu kepada Tuhan...
"Ya Allah...
Katamu Engkau Maha mendengar...
Melebihi tajamnya telinga seorang Ibu kepada anaknya... Tapi kenapa Kau tak bisa mendengar jeritan batinku ???
Apa Kau benar-benar ada ???", Aku seperti orang Kafir.
"Dosa apa yang telah kuperbuat sehingga Engkau menghukumiku seperti ini. Aku sholat, aku berzakat, aku berpuasa, aku bersedekah bahkan mungkin lebih banyak dari standar orang-orang yg bersedekah. Aku berusaha baik kepada semua orang. Aku tolong semua orang yg membutuhkan bantuan ku. Tapi kenapa aku tak bisa bahagia?
Ya Allah, Aku ini lemah. Imanku tak kuat lagi. Jangan biarkan setan mempengaruhiku !!!
Tolong bantu aku ya Allah...", Aku putus asa.
.....
Pukul 02.00, Wirya belum juga pulang.
Kuambil Handphone ku. Tak ada satupun SMS atau riwayat telponnya yg masuk.
Aku memutuskan untuk menghubunginya hingga tiga kali, tapi tak diangkat.
Ku ketik Chatku...
"Buya...
(Panggilan sayangku padanya)
Lagi dimana?"
Chatku terbaca. Tapi tidak dibalas.
...
Pukul 02.30, kesabaranku telah habis.
"Mas.........
(Aku mulai mengetik curahanku).
Apa kamu sudah lupa jalan pulang kerumah ?
Apa kamu tidak ingat bahwa ada anak isterimu yang menunggu di rumah dengan perasaan cemas tidak karuan ?
Kamu boleh tidak menghargai ku sebagai isterimu. Tapi tolong hargai aku sebagai seorang wanita. Aku masih punya perasaan Mas. Ini hatiku bukan batu. Aku masih bisa merasakan luka.
Mas........
Kamu tahu hari ini hari apa ?
Ini hari ulang tahun pernikahan kita Mas...
10 tahun yang lalu, kamu datang memintaku baik-baik dihadapan kedua orang tuaku.
Kenapa kamu berubah seperti ini mas...
Apa salahku padamu ?
Apa kamu jenuh ??
Katakan...
Sebenarnya apa yang lebih penting bagimu di banding keluarga kita Mas?
Apa ada orang lain selain aku di hatimu?
Jika Ya, maka aku bersedia mundur demi membahagiakanmu.
Mas.....
Ku ketik kalimat ini dengan perasaan marah,kecewa, dan juga bersedih...
Marah pada diriku. Kecewa pada dirimu. Dan sedih kepada Annisa, karena sebentar lagi ia tak akan memiliki keluarga yg utuh.
Mas, aku sudah tak tahan Lagi...
AKU MINTA CERAI !!!
....
***
Pukul 03.00
Kringg...kring...
Handphoneku berbunyi.
Dari seberang ku dengar suara tegas bertanya padaku :
"Ini betul Ibu Atirah? Suami anda sedang kritis di Rumah Sakit. Silahkan ......
Tut...Tut....
Ku putus telponnya.
"Oh Tuhan, Jam 3 subuh seperti ini orang-orang sudah mulai menipu ?", Umpatku.
****
Dengan kaki gemetar Aku menuju ruang operasi. Di tanganku ada tasbih yang tak berhenti ku baca seirama dengan mulutku...
Di depan ruangan, Mas Agung, Teman Suamiku telah menunggu. Ia menelpon setelah Polisi tak berhasil menghubungiku. Mas Agunglah yang memberitahu bahwa Wirya benar-benar kecelakaan.
...
"Ini Tas Wirya... Ia semalam tidur di kantorku", katanya sambil menyodorkan tas Wirya.
Mas Agung bekerja di Imigrasi.
"Wirya memaksaku menyelesaikan administrasi paspor kalian Atirah. Ku bilang besok saja tapi dia tetap bersikukuh.
Katanya hari ini adalah hari pernikahan kalian. Dia ingin membuat surprise...
Kamu sering meminta mengunjungi Palestina. Ia sedang berusaha mewujudkannya... Kamu ingin melihat Gaza dari dekat kan?"
Tubuhku tiba-tiba lunglai...
Aku tak tahu harus berekspresi seperti apa.
Awalnya aku ingin marah, tapi penjelasan Mas Agung barusan benar-benar memukulku.
Aku menangis sejadi-jadinya....
....
*****
Lelaki itu terbaring lesu dengan selang oksigen dihidungnya.
Kupegang tangannya.
"Dasar lelaki robot !", Umpatku dalam hati sambil tersenyum.
"Ayo bangun Mas, Jangan hanya kepadaku kamu berani. Lawan selang oksigen itu Mas"
Lelaki robot ini, aku penasaran hatinya terbuat dari apa. Ia kaku tapi diam-diam penuh perhatian. Lelaki ini sungguh ajaib. Bahkan ia tak tahu cara memelukku dengan benar. Jika sedang menginginkan waktu bersama denganku, ia hanya datang menyenggol kan kakinya pada kakiku.
Aneh, apa maksudnya coba.
Kalau aku pura-pura tak paham. Dicarinya gerakan-gerakan tak masuk akal lainnya : mainin saklar lampu, mukul-mukul piring hingga terdengar nyaring di telingaku, dan gerakan aneh lainnya.
Awalnya ku kira ia kelainan jiwa.
Tapi ternyata itu adalah efek dari besarnya rasa gengsi untuk mengakui bahwa ia telah takluk kepadaku.
Di kantor, ia adalah Bos yang berwibawa. Kehidupan itu ingin ia terapkan juga dalam kehidupan rumah tangganya.
Ditakuti dan dituruti. Namun Apalah daya, ia beristrikan wanita sepertiku yang juga keras kepala dan tak mau mengalah.
Dari cerita Mas Agung di depan ruang operasi tadi, aku jadi tahu...
Kalau Mas Wirya ternyata sangat mencintaiku. Ia hanya tak mau mempertontonkan perasaannya kepadaku.
Kalau bukan tadi, aku tak akan pernah tahu bahwa bensin mobilku selalu Mas Wirya isi full secara diam-diam. Ia juga selalu nongkrong di kafe dekat kantorku setiap jam makan siang demi memantau dan memastikan bahwa aku hari itu baik-baik saja.
Ada banyak hal lain lagi yang ia selalu lakukan secara diam-diam. Seperti Memberi pesangon karyawanku, mengantar cek up rutin kedua orang tuaku dll.
Dan semua itu aku baru mengetahuinya tadi dari Mas Agung.
Iyah benar...
Selama ini ku kira asistenku yang melakukannya.
...
Keegoisanku dan sifatku yang selalu merasa benar, membuatku lupa bahwa terkadang ia suka melucu, walaupun garing.
Pernah ketika pulang kantor dicegatnya aku dipintu...
"Besok Annisa pakai Pramuka kan?", Tanyanya
"Iyah", jawabku singkat...
"Bajunya sudah aku cuci dan ku jemur di belakang", katanya dengan perasaan tak berdosa. Nyata jelas jika saat itu ia minta pujian...
Dengan menahan sedikit emosi, ku tengok keranjang pakaian dimeja setrika, Kosong...
"Mas..
Yang di keranjang semua sudah saya setrika !!!", Teriakku.
Secepat kilat ia berlari masuk ke ruang kerjanya, takut disemprot olehku.
.....
Tiba-tiba aku sangat merindukan senyum laki-laki ini...
"Mas...
Kamu dengar aku nggak Mas...
Makasih atas segala cinta dan pengorbanan yang selama ini telah kau lakukan untukku dan Annisa. Maafkan aku yang tidak menyadarinya...
Mas...
Saat aku bilang semalam minta cerai, sebenarnya aku takut. Takut kalau kamu juga berpikir yang sama denganku.
Mas...
Buka matamu Mas...
Kamu ingat ga Mas, kamu masih punya utang sama aku. Itu uang tabunganku yang kamu pinjam buat investasi belum dibalikin loh...
Balikin dulu Mas, baru tidur lagi..."
...
Uhuk-uhukkk....
Tiba-tiba Mas Wirya Batuk.
"Tega kamu ya... Aku lagi sekarat kok malah nagih utang", katanya cemberut...
"Kritis kok selang oksigennya ga terpasang", protesku.
"Owh kamu tahu yah...", Celetuknya.
"Ya iyalah, anak TK juga tahu", balasku nyinyir.
Kupeluk tubuh yang masih lesu didepanku itu.
"Alhamdulillah, Kamu masih hidup Mas. Saya belum siap jadi janda", ucapku manja.
"Kalau jandanya kayak kamu, pasti banyak yang ngantri yah... Nyesel aku nanti.
Owh ya, tadi berapa utangku?", Candanya...
Aku tersipu.
"Utangmu lunas Mas, Aku cuma butuh pelukan ini. Jangan lepas lagi. Jangan kemana-mana lagi...", Pelukku
"Iyah sayang..."
Mas Wirya memelukku lebih erat lagi...
....
THE END.
"Andai saja semua laki-laki tahu cara mencintai wanita dengan tepat, maka akan berkurang angka perceraian di Pengadilan Agama"
(Rizkia Milida)

sumber : FB

0/Post a Comment/Comments