JUAL BELI ONLINE ENAK BANGETTT, TAPI BOLEH GA YA ?


Oleh Annisya Chusna Chotami

Berhubungan dengan perkembangan zaman dan juga kebutuhan, nampaknya saat ini teknologi semakin canggih dan pintar dalam mempermudah proses segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. Terutama mengenai judul diatas yang akan kita kupas bersama yaitu tentang JUAL BELI ONLINE.



Saat ini, tidak sedikit orang yang melakukan jual beli online. Bagi si penjual, peluang jualan online sangatlah besar. Mereka menjangkau pembeli dari berbagai macam daerah. Disamping itu, bagi si pembeli juga sangat merasa diuntungkan jika membeli barang online, mereka bisa membandingkan harga dan kualitas dari toko satu dan toko lainnya di suatu market place atau di berbagai macam market place. Wahhh…. Keren yaaa sangat mudah rasanya sukses bisnis melalui media social ini.

Nah, Islam memang membolehkan jual beli. Tapi jual beli juga ada banyak macam nya, ada jual beli terlarang dan tidak terlarang. Jadi, bahasan tentang jual beli sangatlah luas dan tidak akan saya kupas lengkap disini. Yang akan saya kupas adalah seputar JUAL BELI ONLINE. Yuk, simak baik-baik.

  1.  Hukum Jual Beli
Menjual adalah memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya.

Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya yang mulia demikian pula Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sunnahnya yang suci beberapa hukum muamalah, karena butuhnya manusia akan hal itu, dan karena butuhnya manusia kepada makanan yang dengannya akan menguatkan tubuh, demikian pula butuhnya kepada pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan sebagainya dari berbagai kepentingan hidup serta kesempurnaanya.

Allah Ta’ala berfirman :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
“Dan Allah menghalalkan jual beli..”(Al Baqarah : 275)

Allah Ta’ala berfirman :
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
“Tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu..” (Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)

Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduanya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)

  1.  Macam-macam Jual Beli
Jual beli terdiri dari tiga macam yakni :
a. Jual bel barang yang dapat disaksikan maka hukumnya boleh.
b. Jual beli sesuatu yang dijelaskan sifat-sifatnya dalam perjanjian maka hukumnya boleh jika sifatnya sesuai dengan yang disebutkan.
c. Jual beli sesuatu yang tidak ada dan tidak bisa disaksikan, maka hukumnya tidak boleh (sumber/Matan Fiqih Muhammad Syafi’ Hal 97).

  1.  Penjual online tidak memiliki barang yang Ia tampilkan (penjual sebagai reseller/dropshiper)
Para ulama sepakat, tidak sah hukum jual-beli jika pemilik situs tidak memiliki barang-barang yang ia tampilkan pada situsnya.

Sebagai ilustrasi, ada tiga pihak yang terlibat, A, pemilik barang X, B sebagai penjual online, dan C pembeli melalui Internet. Mula-mula C mengirim aplikasi permohonan barang X. B langsung menghubungi A, yang sesungguhnya sebatas untuk konfirmasi keberadaan barang tanpa melakukan akad jual-beli.

Setelah B yakin barang ada, Ia meminta C mentransfer uang ke rekeningnya. Setelah uang diterima, barulah B membeli barang X dari A, lalu mengirimkannya kepada C.

Akad jual-beli semacam itu tidak sah. Karena ia menjual barang yang bukan miliknya, dan hal ini mengandung unsur gharar, sebab Ia belum bisa memastikan pada saat akad berlangsung, apakah barang dapat dikirim kepada pembeli atau tidak?

Hal tersebut berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, Ia berkata, “Wahai Rasulullah Seseorang datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang dia inginkan dari pasar? Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki!”–HR Abu Daud; dishahihkan al-Albani.

Untuk menghindari hal di atas dan agar jual-beli menjadi sah, pemilik situs dapat melakukan langkah-langkah berikut ini.

a. Penjual (B) memberi tahu kepada setiap calon pembeli (C) bahwa penyediaan aplikasi permohonan barang bukan berarti ijab dari penjual (B).

b. Setelah calon pembeli mengisi aplikasi dan mengirimkannya, B tidak boleh menerima akad jual-beli langsung, akan tetapi dia beli terlebih dahulu barang tersebut dari si A dan diantar ke tempat B, kemudian baru B dibolehkan menjawab permohonan C dan memintanya untuk transfer uang ke rekeningnya, lalu mengirimkan barang ke pembeli (C).

c. Untuk menghindari kerugian akibat pembeli via Internet membatalkan niatnya selama masa tunggu, sebaiknya penjual online (B) meminta syarat kepada pemilik barang (A) bahwa Ia berhak mengembalikan barang selama tiga hari sejak barang dibeli, ini yang dinamakan khiyar syarat (sumber/pengusahamuslim)

Jadi kesimpulannya, membeli online diperbolehkan. Menjual online juga diperbolehkan kalau barang yang di promosikan adalah barang milik sendiri. Akan tetapi, menjual barang yang bukan miliknya atau dia mempromosikan barang orang lain untuk dijual, itu hukumnya tidak sah. Karena untuk segala sesuatu yang akan dijual harus berada pada tangan kita. Hal seperti ini mengandung unsur gharar (ketidak jelasan). Akan tetapi, ada langkah-langkah untuk menjadikan hal yang tidak sah tersebut menjadi sah seperti yang telah diterangkan diatas.

Mungkun sekian bahasan singkat seputar JUAL BELI ONLINE. Semoga manfaatnya dapat diambil pleh para pembaca 😊

Referensi : Buku "fiqih muamalah" oleh Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si


0/Post a Comment/Comments