Kejanggalan Pemerintah Dalam Menentukan Sikap Untuk Memilih Darurat Sipil

Oleh Wahid Ikhwan Nurdin, S. Pd

Baru-baru ini Pemerintah Pusat menetapkan untuk memberlakukan Darurat Sipil dalam penanganan bencana penyebaran virus covid – 19, dan langkah ini menuai banyak kontra dari beberapa pihak lain termasuk masyarakat. Pasalnya untuk saat ini kalau kita lihat Indonesia belum memerlukan pemberlakuan Darurat Sipil, justru yang kita perlukan adalah Karantina Wilayah, mengapa ? Agar lebih jelas penulis membandingkan antara Darurat Sipil dengan Karantina Wilayah.



Jika kita berpatok kepada peraturan perundang-undangan yang dimana Darurat Sipil dan Karantina Wilayah ada di dalamnya.


Darurat sipil: Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, diteken Presiden Sukarno.


Karantina wilayah: UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, diteken Presiden Jokowi.


1.    Definisi

a. Darurat sipil: keadaan bahaya selain keadaan darurat militer dan keadaan perang, terjadi manakala alat-alat perlengkapan negara dikhawatirkan tidak dapat mengatasi kondisi keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah negara. Kondisi itu terjadi apabila negara terancam pemberontakan, kerusuhan, bencana alam, perang, perkosaan wilayah, atau negara dalam bahaya.

 b. Karantina wilayah: pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.


2. Penyebab
a. Darurat sipil: alat-alat perlengkapan negara dikhawatirkan tidak mampu mengatasi keadaan, terancam pemberontakan, kerusuhan, bencana alam, perang, perkosaan wilayah, dan bahaya

b. Karantina wilayah: kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia, terjadi penyebaran penyakit antaranggota masyarakat di suatu wilayah


3. Kebutuhan Warga

a. Darurat sipil: kebutuhan warga tidak ditanggung pemerintah

b. Karantina wilayah: kebutuhan hidup dasar orang dan makanan ternak menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, melibatkan pemerintah daerah, dan pihak terkait



4. Kondisi

a. Darurat sipil:
- Penguasa berhak mengadakan peraturan untuk membatasi pertunjukan, penerbitan, hingga gambar.
- Penguasa berhak menyuruh aparat menggeledah paksadengan menunjukkan surat perintah
- Penguasa berhak memeriksa, menyita, dan melarang barang yang diduga mengganggu keamanan
- Penguasa berhak mengambil atau memakai barang-barang dinas umum.
- Penguasa berhak memeriksa badan dan pakaian orang yang dicurigai
- Penguasa berhak membatasi orang berada di luar rumah.
- Penguasa berhak menyadap telepon atau radio, melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan
- Penguasa berhak melarang pemakaian kode, gambar, hingga pemakaian bahasa-bahasa selain bahasa Indonesia;
- Penguasa berhak menetapkan peraturan yang melarang pemakaian alat telekomunikasi yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, menyita, atau menghancurkan perlengkapan tersebut


b. Karantina wilayah:
- wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh pejabat karantina kesehatan dan Polri yang berada di luar wilayah karantina
- masyarakat tidak boleh keluar masuk wilayah
- orang yang menderita penyakit kesehatan kedaruratan masyarakat akan diisolasi
- warga yang dalam karantina wilayah dicukupi kebutuhan dasar dan pakan ternaknya



Dari empat point penjelasan yang penulis ambil dari situs BPK dan situs Kementrian Keuangan, kita bisa melihat sangat jelas mana yang harusnya diberlakukan di Indonesia terkait bencana penyebaran virus covid 19, nampaknya penerapan darurat sipil terlalu berlebihan dalam situasi saat ini dan lebih terkesan pemerintah tidak mau terlalu banyak bertanggungn jawab terkait dengan permasalahan dimasyarakat. Harapan kami tentunya pemerintah bisa lebih bijak lagi dalam menentukan sikap, jangan sampai dlam situasi seperti ini malah membuat gaduh masyarakat umum.


Wahid Ikhwan Nurdin, S. Pd.

Ketua Bidang Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Jawa Barat


0/Post a Comment/Comments