Ditulis oleh :
Dimas Saputra, Desi Putri Riskiah, Nabihah Nur Afra, Rahmatul Usroh
Mahasiswa STEI SEBI Depok
Abstrak
Masyarakat seringkali dihadapkan pada permasalahan bahwa mereka tidak dapat memenuhi kewajibannya atau mendapatkan haknya secara langsung, sehingga membutuhkan orang lain untuk menggantikannya. Dalam perbankan syariah terdapat produk perbankan yang secara praktis berhubungan dengan agen yaitu yang menggunakan akad Wakalah. Penting untuk memahami bagaimana akad wakalah dipraktikkan di perbankan syariah dan bagaimana Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah dan sehubungan dengan pelaksanaan kedua akad tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan sumber informasi yang berasal dari buku dan berbagai sumber kepustakaan lainnya.Pendekatan penelitian yang digunakan adalah analitis-normatif, yaitu. melalui penelitian dan analisis fatwa Dewan Syari'ah Nasional tentang wakalah. menggunakan sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis praktik Akad Wakalah di perbankan syariah, yang terkait dengan Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Akad Wakalah Ujrah Wakalah Bill Akad ujrah dan produk keuangan yang disebut Murabahah Bill Wakalah merujuk bank Syariah pada aturan dan prinsip Syariah dalam proses implementasinya.
Kata kunci: Wakalah,wakalah bil ujrah, Bank Syariah, fatwa DSN MUI
PENDAHULUAN
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Amandemen UU Perbankan No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998 memperkenalkan sistem perbankan ganda yang memungkinkan perbankan nasional didasarkan pada "sistem bunga" dan/atau sistem manajemen syariah. antara bank konvensional dan perbankan syariah. Bank konvensional adalah bank yang menggunakan sistem bunga dalam usahanya, sedangkan bank syariah adalah lembaga keuangan yang bisnis utamanya adalah penyediaan kredit dan layanan yang terkait dengan pembayaran dan peredaran uang dan yang operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
Bank syariah adalah bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. bangku islami didirikan untuk mempromosikan dan mengembangkan peran Prinsip Islam, Syariah dan bisnis mereka dalam transaksi keuangan dan Perbankan dan industri terkait lainnya. Bank syariah pada dasarnya diambil alih tentang konsep uang dalam islam karena Bank tidak dapat dipisahkan masalah uang, Uang dalam Fiqh Islam biasa disebut Nuqud atau sama Uang adalah alat dalam Islam Pertukaran dan pengukuran nilai barang dan jasa memfasilitasi transaksi keuangan. Fungsi utama uang adalah alat tukar. uang tidak ada barang yang bisa diperdagangkan dengan keuntungan juga secara online tempat atau tidak.
Berbagai bentuk akad fikih dipraktikkan dalam penelitian fikih Bank syariah yang digunakan dalam perjanjian jasa perbankan, seperti al-Rahn, Akad diperlukan untuk perbankan Wakalah, Kafalah, Hiwalah dan Syariah tambahan Akad tambahan ini merupakan prasyarat bagi produk perbankan syariah terutama produk jasa dapat dikatakan sah menurut syariat. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun demikian, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, Akad wakalah ini menjadi sangat penting bahkan menjadi syarat sahnya akad-akad dalam pembiayaan syariah seperti pembukuan L/C, Inkaso, Transfer uang, atau akad Murabahah. Akad Wakalah dalam produk perbankan syariah perlu benar-benar dipahami apa, bagaimana akad ini seharusnya diterapkan dan diaplikasikan dan produk jasa bank syariah. Dalam makalah ini dibahas kaidah fiqh terhadap akad–akad tersebut, dan bagaimana seharusnya akad wakalah dapat diaplikasikan dalam produk-produk jasa perbankan syariah agar sesuai dengan tuntunan syariat.
KAJIAN LITERATUR
Wakalah secara etimologis adalah penjagaan, jaminan, tanggungan, pemberian kuasa. Dan juga bisa diartikan pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dan hanya melaksanakan sesuatu sebatas wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila wewenang yang diberikan oleh pihak pertama kepada pihak kedua telah dilaksanakan oleh pihak kedua sesuai dengan perintah yang diberikan pihak pertama, maka semua resiko dan tanggung jawab tersebut sepenuhnya ditanggung pihak pertama.
Pada pelaksanaannya mengenai akad Wakalah, para ulama mempunyai beberapa pendapat berbeda, menurut ulama Hanafiyah akad Wakalah yang dilakukan wakil secara bebas merupakan tanggung jawabnya sendiri walau nanti setelah akad selesai antara pemberi dan penerima wakil akan melakukan serah terima hasil akad yang dimaksud. Kalangan ulama syafiiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa segala tanggung jawab dari segala perbuatan tersebut berada pada pemberi kuasa kepada wakil, wakil hanya berlaku sebagai pelaksana karena itu segala tanggung jawab ada pada pemberi kuasa, sedangkan ulama malikiyah menyebutkan bahwa persoalan tersebut tergantung dari kebiasaan dalam masyarakat. Kegiatan Wakalah bisa juga terjadi apabila pekerjaan yang diwakilkan itu amat banyak sehingga tak dapat dikerjakan sendiri, maka dia boleh berwakil untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak dapat dia kerjakan, wakil tidak boleh berwakil pula kepada orang lain, kecuali dengan izin yang berwakil atau karena terpaksa.
Wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih hidup. Pelaksanaan akad Wakalah pada dasarnya dibenarkan untuk disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat, tetapi yang terpenting adalah pihak yang memberi kuasa adalah pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan tersebut, pihak yang mewakilkan hanya perantara, atau wakil atas kegiatan yang dilakukan, artinya kegiatan tersebut dapat dikategorikan sah apabila pihak yang memberikan kuasa ada, atau hidup dan karenanya wakil dianggap sah pula apabila terdapat persetujuan atau pengesahan akan pekerjaan mewakilkan tersebut.
Terkait Fatwa DSN MUI NO: 10/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Wakalah Menetapkan : FATWA TENTANG WAKALAH
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan sering diperlukan pihak lain untuk mewakilinya melalui akad wakalah, yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan;
b. bahwa praktek wakalah pada LKS dilakukan sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan kepada nasabah;
c. bahwa agar praktek wakalah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang wakalah untuk dijadikan pedoman oleh LKS
Pertama : Ketentuan tentang Wakalah:
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Kedua : Rukun dan Syarat Wakalah:
1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
2. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
a. Cakap hukum,
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya,
c. Wakil adalah orang yang diberi amanat
3. Hal-hal yang diwakilkan
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,
b. Tidak bertentangan dengan syari’ah Islam,
c. Dapat diwakilkan menurut syari’ah Islam.
Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang aman metode yang fokus pada pengamatan yang mendalam. Penelitian kajian pustaka adalah hasil analisa berbagai informasi konseptual serta data- data kualitatif maupun kuantitatif dari berbagai artikel ilmiah yang terpublikasi .
Dan juga menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan suatu fenomena.. Dan juga menggunakan metode Penelitian doktrinal adalah penelitian yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan menjelaskan daerah kesulitan dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jurnal penelitian oleh Aulia et al., (2021) Implementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional No.10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah dengan Pembiayaan Murabahah
Akad wakalah dengan pembiayaan murabahah di KSPPS BMT Bahtera adalah pihak BMT mewakilkan kepada anggota agar membeli barang sesuai dengan perjanjian.
Beragamnya kebutuhan masyarakat akan pemenuhan finansialnya maka berbagai carapun dilakukan agar kebutuhan tersebut tercukupi. Salah satunya yaitu dengan melakukan pembiayaan di lembaga keuangan syariah. KSPPS BMT Bahtera Pekalongan mempunyai beberapa produk pembiayaan salah satunya yaitu akad murabahah yang didalamnya terdapat akad wakalah. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. Akad wakalah pada KSPPS BMT Bahtera Pekalongan digunakan untuk mewakilkan pihak BMT kepada anggota. BMT menggunakan akad wakalah dengan memberikan kuasa penuh kepada anggota untuk membeli barang yang diinginkan oleh anggota. Mengingat fungsi lembaga keuangan adalah sebagai lembaga mediasi yang terkadang tidak memungkinkan untuk melakukan pembelian langsung dalam setiap transaksi pembiayaan karena keterbatasan pihak BMT untuk membeli barang tersebut, keterbatasan tersebut baik dari segi waktu maupun tenaga yang ada, atau tidak mampu menyediakan barang yang dimurabahahkan, maka BMT menerapkan sistem wakalah (mewakilkan) kepada anggota atau pihak lain untuk melakukan pembelian ataupun pengambilan. Murabahah adalah jual beli barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Adapun pelaksanaan akad wakalah pada pembiayaan murabahah di BMT Bahtera Pekalongan dilaksanakan beriringan dengan akad murabahah. Tujuan adanya akad wakalah di KSPPS BMT Bahtera Pekalongan untuk mempermudah pihak BMT dalam melakukan pembelian barang yang tidak dikuasai oleh pihak BMT dalam artian memangkas keterbatasan pihak BMT dalam menyediakan barang, mengefektifkan pola pembiayaan serta mempersingkat prosedur dalam pembiayaan. Dalam pembiayaan murabahah pihak KSPPS BMT Bahtera Pekalongan membeli barang yang dibutuhkan nasabah dan kemudian menjualnya dengan harga pokok pembelian ditambah keuntungan harga (harga jual) kepada nasabah tersebut sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. (Hatlessy et al., 2000)
Jurnal penelitian oleh Maulida, (2020) Implementasi Akad Pembiayaan Qard dan Wakalah bil Ujrah pada Platform Fintech Lending Syariah ditinjau Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Fatwa DSN-MUI
Akad Al qordh yang digunakan Platform Investree Syariah sudah sesuai ditinjau berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 mengenai Al-Qardh
Penelitian mengenai fintech baik konvensional maupun syariah beberapa dekade terakhir ini juga berkembang dengan pesat, penelitian Santi Ernama, Budiharto dan Hendro Saptono yang meneliti mengenai dari sisi aspek hukum hubungan para pihak yang secara langsung terlibat dalam fintech yaitu adanya tiga macam hubungan hukum yang timbul dalam pelaksanan fintech berdasarkan POJK No.77/POJK.01/2016. Terkait mekanisme pengawasannya, terbagi atas 2 (dua) tahap yaitu, tahap pra-operasional usaha dan tahap operasional usaha (Ernama, Budiharto, & Saptono, 2017). Kemudian dari sisi perlindungan hukum terhadap pihak yang terlibat dalam fintech diteliti oleh Gusto Hartanto, Budiharto dan Sartika Nanda Lestari, penelitian ini menemukan bahwa pemberian pinjaman melalui perjanjian kredit peer to peer lending sudah masuk dalam ketentuan POJK No.77/ POJK.01/2016 mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, namun dari segi perlindungan hukum dalam hukum privat, OJK belum dapat memberikan perlindungan maksimal kepada konsumen (Hartanto, Budiharto, & Lestari, 2019). Penelitian Trisna Taufik Darmawansyah dan Yani Aguspriyani temuannya menjelaskan bahwa 2 (dua) produk investree yaitu invoice financing syariah (pembiayaan usaha syariah) dan online seller financing sharia (pembiayaan syariah untuk modal kerja) sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.117/DSN-MUI/II/2018 (Darmawansyah & Aguspriyani, 2019). Penelitian Baihaqi, menjelaskan bahwa pada dasarnya Fintech Peer-to-peer Lending dapat dilakukan secara syariat Islam dengan syarat berpedoman pada prinsip-prinsip Syariah. Model pembiayaan dapat dilakukan salah satunya adalah dengan anjak piutang, selain itu juga terdapat pembiayaan pengadaan barang untuk yang berjualan secara online dan pembayaranmelalui payment gateway, pembiayaan kepada pegawai, dan pembiayaan dengan basis komunitas. (Maulida, 2020)
Jurnal penelitian oleh Nazmi et al., (2000) PRAKTIK AKAD WAKALAH DI PERBANKAN SYARI’AH (ANALISIS FATWA DSN MUI NO: 10/DSN-MUI/IV/2000)
Akad wakalah dalam produk jasa perbankan syari’ah, antara lain transfer, kliring, inkaso dan latter of credit.
Di dalam perbankan syari’ah terdapat suatu akad yang digunakan Nasabah dalam hubungan antar nasabah dengan menggunakan jasa Bank, pada akad ini bank sebagai perantara. Dimana dalam transaksi akad ini pihak Bank akan mendapatkan upah dari pihak nasabah yang dikenal dengan akad wakalah bil ujrah. Ujrah dalam bahasa Arab memiliki arti upah. Ujrah dalam kamus perbankan syari’ah adalah imbalan yang diberikan atau diminta atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan. Akad wakalah bil ujrah merupakan suatu akad dimana setelah terjadinya akad terdapat suatu imbalan (fee) dari nasabah kepada pihak Bank sebagai tanda balas jasa. hal ini sesuai dengan peraturan perbankan syari’ah dan menyatakan tentang akad wakalah bil ujrah yang terdapat dalam UU No.21 tahun 2008. Sebagaimana sesuai yang ditetapkan dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 34/DSNMUI/IX/2002, wakalah bil ujrah adalah suatu akad perwakilan atau pemberian kuasa dari nasabah kepada pihak Bank yang mana dalam pelaksanaannya terdapat upah sebagai tanda balas jasa kepada pihak Bank karena telah mewakili suatu pekerjaan jasa tertentu dari nasabah. Konsep akad wakalah bil ujrah yaitu apabila seorang nasabah yaitu sebagai pihak pembeli ingin membeli suatu barang yang ia butuhkan, meminta pihak Bank agar mewakilkan pembelian produk yang ingin dibeli oleh nasabah tersebut dan setelah proses transaksi akad wakalah tersebut dilakukan, Bank selaku penjual meminta imbalan (fee) kepada nasabah sebagai upah (ujrah). (Aulia et al., 2021)
Jurnal penelitian oleh Hatlessy et al., (2000) Analisis Fatwa DSN MUI No. 10 DSN-MUI/IV/2000 terhadap Implementasi Akad Wakalah dalam Praktik Kurban Online pada ECommerce Tokopedia
Bahwa implementasi ataupun praktik kurban online yang dilakukan pada e-commerce Tokopedia sudah sesuai enga napa yang tercantum dalam fatwa DSN-MUI No.10/DSN-MUI/IV/2000.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan penulis, bahwa implementasi dan praktik kurban online yang dilakukan pada e-commerce Tokopedia sudah sesuai dengan apa yang tercantum dalam fatwa DSN-MUI No.10/DSN-MUI/IV/2000, Karena sudah memenuhi 3 poin yang menjadi substansi di pembahasan kali ini, yaitu poin pertama mengenai ketentuan tentang wakalah, yang kedua mengenai rukun dan syarat dan yang ketiga mengenai apabila terjadi perselisihan antara pihak diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah dan apabila belum mencapai kesepakatan maka melalui musyawarah. Sampai saat ini, belum ada kasus perselisihan yang terjadi yang dilakukan di Tokopedia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kurban online baik proses jual beli maupun penyalurannya sudah sesuai dengan yang tercantum dalam fatwa DSN-MUI No.10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Akad Wakalah. (Nazmi et al., 2000)
Jurnal penelitian oleh Sukmawati et al., (2006) Tinjauan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 Terhadap Implementasi Akad Wakalah Bil Ujrah pada Produk Asuransi Jiwa Unit Link Syariah
PT Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera belum dilaksanakan sesuai dengan apa yang termuat dalam Fatwa DSN MUI NO. 52/DSNMUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah.
Perusahaan asuransi syariah yang ada saat ini harus senantiasa memenuhi prinsip syariat Islam, termasuk memenuhi fatwa-fatwa yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dalam Fatwa DSN MUI NO. 52/DSNMUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi syariah dan reasuransi syariah terdapat hak-hak antara wakil dan muwakkil, yaitu (muwakkil) memberikan kuasanya kepada (wakil), untuk mengerjakan sesuatu dengan memberikan Ujrah (upah). Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa). Selain itu terdapat juga larangan yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi sebagai wakil, misalnya wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi muwakkil, karena akad yang digunakan adalah akad wakalah. (Sukmawati et al., 2006)
Jurnal penelitian oleh B. R. I. Syariah et al., (2021) Analisis implementasi wakalah dalam akad murabahah
Sebagaimana penulis analisis di Bank BRI Syariah KC Bima untuk melihat bagaiman praktik wakalah dalam akad murabahah pada pembiayaan Unit Mikro di Bank BRI Syariah KC Bima, bahwa proses Wakalah dalam Akad Murabahah pada Bank BRI Syariah KC Bima telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Pembiayaan pada Unit Mikro di Bank BRI Syariah KC Bima telah memenuhi unsur-unsur yang disyariatkan dalam proses jual beli. Mengingat pada unsur murabahah tersebut telah terpenuhi, yaitu terdapat penjual, barang yang diperjualbelikan, akad dan pembeli. Setelah nasabah yang berposisi sebagai wakil dari Bank dalam pembelian barang dan atas nama bank, maka dengan demikian akad wakalah gugur dengan ditandainya pelaporan pembelian barang yang diberikan nasabah kepada pihak bank. Baru kemudian akad murabahah dapat dilakukan antara pihak bank sebagai secara prinsip pemilik barang dan nasabah sebagai pembeli. Berdasarkan hasil Wawancara dengan ibu Emi sebagai Nasabah Bank BRI Syariah KC Bima mengatakan bahwa: “Setelah saya melalui proses pengajuan pembiayaan, dengan memberikan kelengkapan identitas saya dan melakukan pengisi formulir pengajuan pembiayaan. Saya tidak menerima barang yang saya minta, melainkan saya diberi kuasa oleh pihak bank untuk membeli dan mencari barang yang saya butuhkan yang sesuai dengan apa yang saya cantumkan pada formulir pembiayaan setelah itu saya memberikan kepada pihak bank kwitansi dari pembelian barang saya. (Sukmawati et al., 2006)
Jurnal penelitian oleh B. Syariah, (2013) Lembaga keuangan syariah dan analisis dewan syariah nasional
Penyelesaian utang impor terdapat beberapa akad yang bisa digunakan yaitu akad hiwalah bil ujroh, wakalah bil ujroh dan kafalah bil ujroh, Dalam DSN MUI menjelaskan bahwa penyelesaian utang impor atau yang kita kenal dengan sebutan L/C boleh menggunakan akad kafalah dengan mengambil imbalan (fee). Dijelaskan juga bahwa salah satu bentuk dari akad kafalah ini adalah kafalah bil maal yang merupakan aplikasi dari akad kafalah yang menjaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Jaminan ini dapat diberikan oleh bank syariah kepada nasabahnya dengan imbalan berupa fee. Dalam akad kafalah seoalah-olah prakteknya sama seperti akad hiwalah (mengalihkan utang) atau akad wakalah (mewakilkan untuk membayar utang). Tapi yang ditekankan disini adalah ketika bank syariah menggukan akad kafalah sebagai akad untuk menyelesaikan utang impor. Maka bank bukan menjadi pihak sebagai wakil atau representasi importik melainkan gambaran akan komitmen bank syariah dalam menjamin kenyamanan dan keamanan transaksi baik itu pihak importir maupun eksportir. Sehingga untuk penyelesaian utang impor terdapat beberapa akad yang bisa digunakan yaitu akad hiwalah bil ujroh, wakalah bil ujroh dan kafalah bil ujroh.(Dana et al., 2019)
Jurnal penelitian oleh Dana et al., (2019) Optimalisasi Penerapan Akad-Akad dalam Produk Digital Perbankan Syariah
produk digital banking merupakan salah satu layanan Perbankan digital atau model integrasi kegiatan Perbankan ke dalam sarana elektronik atau platform digital bank. Layanan Digital Banking telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor, 12/ POJK.3/2018 tentang penyelenggaraan layanan Perbankan digital yang dilaksanakan oleh Bank umum. Produk digital banking yang dikeluarkan merupakan salah satu inovasi khususnya Perbankan Syariah dalam peningkatan kualitas layanan kepada nasabah akan lebih efektif dan efisien Adapun definisi digital banking yang diatur dalam peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/15/PBI/2007 menjelaskan tetang penerapan manajemen resiko dalam penggunaan teknologi informasi yang diselenggarakan oleh Bank Umum. Adapun penerapan layanan Digital Banking yang diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor.12 /POJK.3/2018 tentang penyelenggaraan layanan Perbankan digital bagi Bank umum (Susanti,2019). (Syariah, 2013)
Jurnal penelitian oleh Sunan & Djati, (2018) Aplikasi akad wakalah pada produk BSM E-money di Bank Syariah mandiri
Aplikasi akad wakalah pada produk BSM E-Money di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Bandung Ahmad Yani dalam pelaksanaannya bank sebagai pemilik dan penerbit kartu BSM E-Money mewakilkan sebuah pekerjaan kepada gerai-gerai mitra untuk menjadi wakil dalam transaksi yang dilakukan oleh nasabah (pemegang kartu), transaksi apapun yang dilakukan lewat pedagang atas nama penerbit yaitu Bank Syariah Mandiri.
BSM E-Money merupakan salah satu produk baru yang ada di Bank Syariah Mandiri sebagai pengganti uang tunai untuk bertransaksi pembayaran di geraigerai mitra (pedagang) yang telah bersedia menerima transaksi BSM E-Money. Kartu BSM E-Money ini merupakan kartu prabayar berbasis smart card yang diterbitkan oleh Bank Syariah Mandiri bekerjasama dengan Bank Mandiri untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi secara elektronik dan tidak harus membawa uang tunai serta tidak direpotkan dengan uang kembalian. Di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Bandung Ahmad Yani akad wakalah dapat diterapkan pada BSM E-Money dimana penerbit yaitu Bank Syariah Mandiri mewakilkan transaksi yang dilakukan nasabah (pemegang kartu) kepada gerai-gerai mitra (pedagang). Pedagang menjadi wakil dari Bank Syariah Mandiri, transaksi apapun yang dilakukan oleh nasabah lewat pedagang tersebut atas nama Bank Syariah Mandiri. Akad wakalah dalam produk BSM EMoney terdapat imbalan yang diberikan Bank Syariah Mandiri (penerbit) pada gerai-gerai mitra (pedagang) yang telah bersedia menerima transaksi BSM EMoney, imbalan yang diperoleh oleh gerai-gerai mitra atas suatu pekerjaan yang dilakukannya yaitu per setiap nasabah melakukan transaksi yang telah disepakati bersama. Dalam pemberian imbalan/upah, upah harus berupa mal mutaqawwin dan harus dinyatakan dengan jelas. Persyaratan ini ditetapkan Rasulullah SAW yang artinya “barang siapa yang memperkerjakan buruh hendaklah menjelaskan upahnya”. (Sunan & Djati, 2018)
Jurnal penelitian oleh Shodiqin & Arifin, (2021) Penerapan dan aplikasi akad wakalah pada produk jasa bank syariah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport Syariah),Inkaso dan Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat, Investasi Reksadana Syariah.dll, Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport Syariah),Inkaso dan Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat, Investasi Reksadana Syariah, Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Asuransi Syariah. Dalam praktiknya diperbankan syariah akad wakalah terealisasi dalam berbagai produk perbankan Akad Wakalah telah diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Dalam berbagai bentuk transaksi.
Jurnal penelitian oleh S. P. Syariah, n.d. Transaksi E-commerce:analisis sudut pandang akad wakalah dan salam serta PSAK syariah 103
Telah memberikan deskripsi mengenai rukun dan syarat dalam jual beli perspektif Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rukun dan syarat jual beli dalam perspektif syariah hanya diketahui secara umum seperti dengan adanya penjual, pembeli, barang yang dijual, dan akad. Adapun akad yang digunakan dalam transaksi jual beli online baik penjual maupun pembeli belum mengetahui secara detail bahkan sebagian besar informan pelaku bisnis dan konsumen tidak mengetahui sama sekali mengenai akad wakalah dan juga salam. Hukum jual beli online diperbolehkan dengan ketentuan telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli perspektif Islam dan terbebas dari segala unsur yang tidak diperbolehkan dalam syariat. PSAK Syariah 103 mengenai akuntansi salam dan fatwa DSN-MUI mengenai akad wakalah dan salam juga tidak diketahui oleh penjual maupun pembeli. Akuntansi salam dapat diterapkan pada transaksi jual beli apapun dengan ketentuan skema dan pencatatan, pengakuan, pengukuran, serta penyajiannya harus sesuai dengan aturan dalam PSAK Syariah 103.
Jurnal penelitian oleh Yunita, (2018) Problematika Penyertaan Akad Wakalah dalam Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah
Akad wakalah dapat mengurangi substansi dan kesyariahan murabahah. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli. Jual beli dapat dibedakan dari beberapa tinjauan. Dilihat dari segi benda yang dipertukarkan maka jual beli dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu jual beli barter, jual beli biasa dan jual beli mata uang. Dilihat dari segi diketahui atau tidak diketahuinya modal yang dikeluarkan penjual untuk mendapatkan barang yang dijualnya maka jual beli dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu jual beli musawamah dan jual beli amanah (Anwar, 2007). Jual beli musawamah adalah jual beli biasa yang dilakukan sehari-hari dengan membeli suatu barang tanpa kita mengetahui modal yang dikeluarkan oleh penjual untuk mendapatkan barang yang dijualnya kepada Musytari. Jual beli amanah ialah jual beli di mana penjual wajib memberitahu kepada pembeli secara jujur dan transparan mengenai besarnya modal yang dikeluarkan penjual untuk mendapatkan barang yang dijualnya. Dengan demikian, pembeli mengetahui mengenai besarnya keuntungan yang diambil penjual atas penjualan barang tersebut. Hal ini berarti murabahah dalam hukum Islam termasuk jual beli amanah. Semua jual beli tentunya dilakukan dengan mengambil keuntungan namun murabahah berbeda dengan jual beli pada umumnya karena dalam hukum Islam murabahah bukan merupakan jual beli biasa melainkan dikategorikan sebagai salah satu bentuk jual beli amanah. Kehadiran Bank Syariah memberikan pembiayaan murabahah adalah untuk memenuhi suatu tuntutan etis hukum Islam berupa pemberian perlindungan terhadap pihak yang lemah yang tidak mengetahui harga sehingga dengan demikian sangat mudah mengalami penipuan. Perlindungan dari berbagai kemungkinan eksploitasi dan penipuan diciptakan suatu bentuk jual beli amanah yang salah satu bentuknya ialah murabahah.
Jurnal penelitian oleh Fauziah et al., (2021) Analisis Implementasi Akad Hybrid Contract Murabahah bil Wakalah di Bank BJB Syariah Kc Bogor Jabar
Implementasi akad hybrid contract pada murabahah bil wakalah di Bank BJB Syariah Cabang Bogor ditinjau dari Fatwa DSN-MUI Nomor. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah bait pertama point kesembilan yang menjelaskan bahwa “Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik Bank”. Penggunaan hybrid contract saat ini pada setiap lembaga keuangan khususnya di perbankan syariah sangat berperan penting. Penggunaan multi akad dinilai lebih fleksibel dan efisien mengikuti kemajuan pembiayaan modernisasi yang membutuhkan lebih dari satu akad dalam satu transaksi. Akad hybrid contract di Bank BJB Syariah yang sering digunakan adalah murabahah bil wakalah. Pembiayaan konsumtif dengan menggunakan akad wakalah dinilai lebih mudah karena bank dapat mewakilkan pembelian barang kepada nasabah untuk dibelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dilakukan peneliti di Bank BJB Syariah Cabang Bogor, pada implementasi akad hybrid contract murabahah bil wakalah di Bank BJB Syariah Cabang Bogor akad pertama yang digunakan yaitu akad wakalah setelah itu akad murabahah walaupun Bank BJB Syariah belum memiliki barang yang dibutuhkan oleh nasabah akan tetapi Bank BJB Syariah memiliki dana untuk pembelian barang yang dibutuhkan nasabah sesuai dengan kesepakatan jual beli murabahah tentang barang atau objek yang telah disepakati. Kemudian pembelian barang oleh bank diwakilkan kepada nasabah menggunakan akad wakalah. Setelah nasabah membeli barang yang dibutuhkan Bank BJB Syariah meminta riwayat bukti penggunaan dana (kwitansi) untuk disesuaikan dengan RAB pada saat perjanjian kesepakatan akad murabahah. Berdasarkan dengan teori yang merujuk kepada Fatwa DSN-MUI Nomor: 04/DSNMUI/IV/2000, tentang akad murabahah pada ketetapan pertama ayat kesembilan menyatakan bahwa: “Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank (Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000). Dapat diartikan bahwa akad wakalah yang diterapkan oleh bank kepada nasabah harus dilakukan ketika barang yang diperjual belikan secara prinsip menjadi milik bank. Setelah bank memiliki barang tersebut maka akad wakalah berakhir dilanjutkan akad jual beli murabahah dengan menjelaskan harga pokok barang ditambah margin keuntungan pada awal kesepakatan perjanjian akad.
Jurnal penelitian oleh Ummi & Rizky, (2017) Penyertaan akad wakalah pada pembiayaan murabahah
Implementasi penyertaan akad wakalah pada pembiayaan murabahah di BNI Syariah Cabang Kendari ternyata tidak sesuai dengan skema alur pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank itu sendiri. Dalam perspektif ekonomi Islam, penyertaan akad wakalah pada pembiayaan murabahah termasuk dalam jenis penggabungan akad yang dibolehkan, namun setiap rukun dan syarat dalam kedua akad ini harus terpenuhi jika akan digabungkan agar tidak terjerumus kedalam muamalah yang terlarang. Seperti, adanya objek yang diperjualbelikan dan barang yang diperjualbelikan merupakan milik penuh pihak yang berakad. Namun pada prakteknya, pembiayaan murabahah wal wakalah yang terjadi di BNI Syariah Cabang Kendari telah menggugurkan salah satu rukun dan syarat dalam jual beli yaitu tidak adanya barang yang diperjualbelikan dan barang tersebut bukan merupakan hak milik penuh pihak yang berakad sehingga penyerahan obyek tidak dapat dilakukan. Jual beli semacam ini terlarang karena termasuk dalam kategori menjual barang yang tidak dimiliki, menjual barang yang bukan milik sendiri dan menetapkan keuntungan atas barang yang belum berada dibawah kekuasaan. Syarat dalam akad wakalah juga tidak dipenuhi karena barang yang akan dibeli belum menjadi milik bank, sebagaimana disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional bahwa syarat muwakkil adalah pemilik sah. Pihak bank tidak mempunyai hubungan kerjasama dan kesepakatan dalam perjanjian pembelian barang dengan supplier jadi proses pembelian tidak dapat diwakilkan kepada nasabah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembiayaan dengan prinsip jual beli murabahah yang terjadi di BNI Syariah Cabang Kendari tidak sah,penyertaan akad wakalah di dalam pembiayaan tersebut juga tidak dapat dilakukan karena tidak terpenuhinya syarat dalam akad wakalah itu sendiri.
Jurnal penelitian oleh Maulida, (2020) Optimalisasi Penerapan Akad-Akad dalam Produk Digital Perbankan Syariah
Model penerapan teknologi yang digunakan dapat memberikan dampak positif antara lain: (1) memberikan kemudahan bertransaksi bagi nasabah, (2) menekan biaya operasional, (3) mampu menjangkau kebutuhan masyarakat secara cepat dan tepat, (4) menjadi daya saing bagi Perbankan dalam menghadapi persaingan Fintech saat ini. Beberapa literature menjelaskan, bahwa produk digital banking merupakan salah satu layanan Perbankan digital atau model integrasi kegiatan Perbankan ke dalam sarana elektronik atau platform digital bank. Layanan Digital Banking telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor, 12/ POJK.3/2018 tentang penyelenggaraan layanan Perbankandigital yang dilaksanakan oleh Bank umum. Produk digital banking yang dikeluarkan merupakan salah satu inovasi khususnya Perbankan Syariah dalam peningkatan kualitas layanan kepada nasabah akan lebih efektif dan efisien (Apriyanti,2018). Adapun definisi digital banking yang diatur dalam peraturan BankIndonesia (PBI) Nomor 9/15/PBI/2007 menjelaskan tetang penerapan manajemen resiko dalam poenggunaan teknologi informasi yang diselenggarakan oleh Bank Umum. Adapun penerapan layanan Digital Banking yang diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor.12 /POJK.3/2018 tentang penyelenggaraan layanan Perbankan digital bagi Bank umum (Susanti,2019).
PENUTUP
Sebagaimana penulis analisis di Bank BRI Syariah KC Bima untuk melihat bagaiman praktik wakalah dalam akad murabahah pada pembiayaan Unit Mikro di Bank BRI Syariah KC Bima, bahwa proses Wakalah dalam Akad Murabahah pada Bank BRI Syariah KC Bima telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Pembiayaan pada Unit Mikro di Bank BRI Syariah KC Bima telah memenuhi unsur-unsur yang disyariatkan dalam proses jual beli. Mengingat pada unsur murabahah tersebut telah terpenuhi, yaitu terdapat penjual, barang yang diperjualbelikan, akad dan pembeli. Setelah nasabah yang berposisi sebagai wakil dari Bank dalam pembelian barang dan atas nama bank, maka dengan demikian akad wakalah gugur dengan ditandainya pelaporan pembelian barang yang diberikan nasabah kepada pihak bank. Baru kemudian akad murabahah dapat dilakukan antara pihak bank sebagai secara prinsip pemilik barang dan nasabah sebagai pembeli. Berdasarkan hasil Wawancara dengan ibu Emi sebagai Nasabah Bank BRI Syariah KC Bima mengatakan bahwa: “Setelah saya melalui proses pengajuan pembiayaan, dengan memberikan kelengkapan identitas saya dan melakukan pengisi formulir pengajuan pembiayaan. Saya tidak menerima barang yang saya minta, melainkan saya diberi kuasa oleh pihak bank untuk membeli dan mencari barang yang saya butuhkan yang sesuai dengan apa yang saya cantumkan pada formulir pembiayaan setelah itu saya memberikan kepada pihak bank kwitansi dari pembelian barang saya.
REFERENSI
Aulia, F., Syaâ€TMroni, S., & Qotrunada, A. (2021). Implementasi Fatwa Dewan Syariah Nasional No.10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah dengan Pembiayaan Murabahah. El Hisbah: Journal of Islamic Economic Law, 1(2), 107–118. https://doi.org/10.28918/el_hisbah.v1i2.4472
Dana, M., Syariah, B., & Persada, R. G. (2019). Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014). 16 1. 15, 1–11.
Hatlessy, L. N., Saripudin, U., & Yusup, A. (2000). Analisis Fatwa DSN MUI No . 10 DSN-MUI / IV / 2000 terhadap Implementasi Akad Wakalah dalam Praktik Kurban Online pada E- Commerce Tokopedia. 10, 108–113.
Maulida, S. (2020). Implementasi Akad Pembiayaan Qard dan Wakalah bil Ujrah pada Platform Fintech Lending Syariah ditinjau Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) dan Fatwa DSN-MUI. 5(2), 175–189.
Nazmi, R., Komarudin, P., Hani, U., Hukum, P., Syari, E., Islam, F. S., Islam, U., Mab, K., Hukum, P., Syari, E., Islam, F. S., Islam, U., Mab, K., Hukum, P., Syari, E., Islam, F. S., Islam, U., & Mab, K. (2000). PRAKTIK AKAD WAKALAH DI PERBANKAN SYARI ’ AH ( ANALISIS FATWA DSN MUI NO : 10 / DSN-MUI / IV / 2000 ). 10.
Sukmawati, S. M., Nurha, Sanah, N., Adam, P., Putra, A., Wakalah, K., Ujrah, B., Insurance, S. L., & Link, S. U. (2006). Bil Ujrah pada Produk Asuransi Jiwa Unit Link Syariah ( Studi kasus pada PT . Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera Kantor Pemasaran Bandung ) Review of the National Sharia Council Fatwa of the Indonesian Ulema Council Number 52 / DSN-MUI / III / 2006 Against. 846–850.
Sunan, U. I. N., & Djati, G. (2018). APLIKASI AKAD WAKALAH PADA PRODUK BSM E-MONEY DI BANK SYARIAH MANDIRI Ida Yuhanida UIN Sunan Gunung Djati Bandung. V, 25–36.
Syariah, B. (2013). Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulum Banyuwangi. Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 3(2), 94–116.
Silahkan download di sini dokumennya