Kunjungan Bagi-bagi Tugas

Kunjungan Menlu AS, Mike Pompeo ke Timur Tengah yang hanya meliputi 3 negara saja yaitu Arab Saudi, Israel, Jordania, tampaknya untuk persiapan dan pengaturan peran dan tugas masing-masing negara pasca penarikan diri AS dari Kesepakatan Nuklir dengan Iran yang katanya akan diumumkan pada 12 Mei mendatang.

Menlu Pompeo yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur CIA, tidak asing lagi bagi 3 negara tersebut, dan tentunya tidak perlu extra effort to convince them untuk “menghajar” Iran, melalui peningkatan sanksi ekonomi dan sanksi lainnya, serta peningkatan kontrol atas program nuklir Iran. Ketiga negara tersebut, atau tepatnya dua negara, Arab Saudi dan Israel sudah “kebelet” sejak lama ingin AS menyerang Iran, guna membatasi ekspansi pengaruhnya di Kawasan.

Dalam jumpa Pers di Riyadh, setelah pertemuan Pompeo dengan rekannya Menlu Adel Jubair, Pompeo membacakan list “kesalahan” Iran, antara lain: Iran adalah sumber konflik di Kawasan; Iran mendukung kelompok teroris; Iran mempersenjatai kelompok separatis Houthi di Yaman dan Rezim Assad di Suriah. List itu sebenarnya list lama yang dibaca ulang, namun dengan daftar tuduhan tersebut sudah bagi AS untuk “meng-Irak-kan” Iran seperti tahun 2003.
******
Yang menarik, Pompeo tidak berkunjung ke Mesir, mungkin karena AS sudah tahu bahwa Mesir agak sulit untuk diajak “perang” melawan Suriah, ataupun untuk sekedar mengirimkan pasukannya guna mengamankan “calon” negara-negara baru yang akan lahir di Suriah, baik di Utara (Kurdi) atau pun di Selatan yang meliputi Dar’a, Sweyda dan Quneitra. Di Selatan ditargetkan berdirinya negara baru sepanjang perbatasan Suriah-Palestina-Israel guna mengamankan Israel dari kelompok resistensi yang sudah mulai membuka lapak di sekitar Quneitra dan Sweyda.
Kunjungan ke Jordania dilakukan setelah kunjungan ke Arab Saudi dan Israel, urutan itu bukan hanya sekedar urutan, tetapi sengaja. Karena Jordania akan memiliki peran penting dalam dua masalah besar, pertama terkait dengan maslaah Suriah, dan kedua terkait dengan masalah Palestina, karena tidak mungkin Pompeo membicarakan masalah Palestina sebelum mendengarkan pendapat Israel lebih dahulu dalam hal ini. Utamanya, wilayah tersebut akan semakin panas menjelang pemindahan Ibukota Israel dari Tel Aviv ke Qudus dan pemindahan Kedutaan AS ke Qudus, apalagi Otoritas Palestina sudah memutuskan komunikasi dengan AS sebagai bentuk protes, satu-satunya jalur komunikasi adalah Jordania.
Pasukan Jordania, yang baru saja menjadi tuan rumah joint-military exercise “Eager Lion 2018” yang diikuti oleh 18 negara, tampaknya akan menjadi pasukan utama dalam perang ke depan, karena AS sadar bahwa pasukan khusus Jordania cukup bisa diandalkan untuk melawan pasukan Suriah, militant Iran dan mungkin juga pasukan Turki di suriah.
Meskipun demikian, Jordania masih belum memberikan tanggapan apapun terhadap usulan AS untuk mengirimkan pasukannya ke Suriah, sikap ini berbeda dengan Arab Saudi dan Qatar yang sudah menyatakan kesiapannya untuk mengirim pasukannya ke Suriah. Jordania diam karena dia bingung dan sangat mengerti konsekuensi Yes or No. Yes means bahwa Jordania akan mengirim pasukannya ke Suriah dan “nyemplung” ke dalam perang gerilya yang sengat kental dengan aroma sectarian, Jordania akan berhadapan dengan pasukan bersenjata well-trained yang diback-up oleh Iran. No means akan menyalahi firman AS dan sekutunya di Teluk, dan minimal konsekuensinya adalah pencabutan bantuan ekonomi dari negara-negara tersebut, sedangkan saat ini kondisi ekonomi Jordania sedang tidak dalam situasi “fit”.
Kalau benar-benar negara Teluk mau mengikuti scenario AS di Suriah, kemungkinan berhasil cukup kecil, tetapi yang pasti jumlah korban pasti akan lebih banyak. Negara-negara itu bukanlah negara yang memiliki pengalaman perang, berbeda dengan pasukan Suriah, Turki dan Iran yang minimal 5 tahun terakhir perang terus. Kalau boleh meminjam istilah pengamat politik Timteng di Washington University, Simon Henderson, “Saudi army is considered the best equipped military in the world, but it’s a paper tiger army that disappointed its weapon suppliers”. ¡sin ofender!, Amigo!
Situasi semakin memanas menjelang 12 dan 14 Mei mendatang, dua kejadian besar akan terjadi dengan dampak kemana-mana, pertama keluarnya AS dari Kesapakatan Nuklir dengan Iran yang disambut oleh Iran dengan ancaman akan menambah pengayaan uranium mereka. Kedua, pemindahan Kedutaan AS ke Qudus, yang artinya “Adiós mi Qudus!”. Itu sih perkiraan sementara, semua opsi masih terbuka. Masih ada beberapa hari lagi menjelang 12 dan 14 Mei, maka biarlah waktu yang menjawab. Tahrir Rakyul Yaum

Sumber : FB

0/Post a Comment/Comments