Malu bagi Muslimah

Oleh Sajidah Istiqomah

“Malu adalah bagian dari keimanan” juga hadisltsnya yang lain “Rasa malu selalu mendatangkan kebaikan,” (HR Bukhari dan Muslim)

Wanita muslimah dihiasi dengan rasa malu. Mereka mendampingi laki-laki dalam menjalani kehidupan dan mendidik anak-anak dengan fitrah keawanitaan yang masih bersih. Hal ini diisyarakatkan Allah swt dalam Al-Al-Qur'an, ketika bercerita tentanh salah satu putri Nabi Syu’aib yang di perintahkan untuk memanggil Nabi Musa, “Kemudian datanglah kepada Musa salah satu seorang dari kedua wanita itu, berjalan dengan malu-malu, ia berkata “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum ternak kami”  (QS Al-Al-Qashash:25)
Putri Syu’aib berjalan dengan penuh rasa iffah (kebersihan jiwa) ketika bertemu seorang laki-laki. Berjalan dengan penuh rasa malu dan jauh dari usaha untuk menarik perhatian. Namun ia tetap mengusai diri dan menyampaikan apa yang harus disampaikan dengan jelas tanpa menambah basa-basi yang memicu percakapan yang tidak pentinng
Seorang gadis yang anggun dan shalihah, secara fitrah akan merasa malu ketika bertemu dan berbicara dengan laki-laki. Akan tetapi karena kesucian dan ke Istiqomahannya ia tidak gugup. Sifat malu yang di maksud bukan menjadikan muslimah menjadi diri yang eksklusif  dan tidak berperan dalam jalan kebaikan.
Bisyr bin Ka’b Al-’Adhawi berkata kepada Imran bin Hushain ra “Kami mendapati dalam beberapa catatan, bahwa malu yang mendatangkan ketenangan dan ketakwaan kepada Allah swt dan ada yang mendatangkan kelemahan” Imran marah dan berkata “Aku beritahukan kepadamu, apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw lantas kamu berbeda pendapat” Pendapat yang benar adalah adalah yang dikatakan Imran ra Bahwa rasa malu yang tertuang dalam sabda Rasulullah saw adalah rasa malu yang mendorong untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Tetap mengeksplorasi potensi diri dengan berpegang teguh batas-batasan yang sudah diatur Islam. Rasa malu yamg menjadikan seseorang menghindari perbuatan keji adalah akhlak yang terpuji, karena akan menambah sesempurnanya iman dam tidak mendatangkan satu perbuatan kecuali kebaikan. Namun rasa malu yang berlebihan hingga membuat orang lain kebingungan, menahan diri untuk berbuat sesuatu yang sepatutnya tidak perlu malu untuk melakukannya, maka ini adalah akhlak yang tercela, karena ia merasa malu bukan pada tempatnya
Seorang ulama berkata “Malu bukan pada tempatnya adalah kelemahan
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan secara marfu’ (bersumber dari sabsa Rasulullah saw.) bahwa Ibnu Mas’ud “Merasa malu kepada Allah adalah menjaga kepala dan apa yanh dipikirkan, perut dan apa yang ada didalamnya dan selalu mengingat mati dan cobaan.Barang siapa yang menghendaki akhirat maka akan meninggalkan perhiasan dunia. Dan siapa pun yang melakukan hal tersebut maka ia telah menjadi memiliki rasa malu kepada Allah “
Jika dalam diri muslimah tidak ada lagi rasa malu baik yang bersifat bawaan maupun yang diusahakan, maka tidak ada lagi yang menghalangi untuk melakukan perbuatan keji dan hina. Bahkan seperti orang yang tidak memiliki keimanan sama sekali, sehingga tidak berbeda dengan golongan setan.
Adapun wanita yang bersolek, bercampur baur dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, bersan gurau hingga lalai dengan batasan-batasan, seringnya melakukan interaksi chatingan hingga larut malam tanpa ada keperluan yang diperbolehkan secara syar’i, maka wanita seperti ini jelas bukan hasil didikan Al-Qur'an ataupun Islam. Mereka ini telah mengganti rasa malu dan ketaatan kepada Allah swt dengan rasa yang tidak tahu malu, kemaksiatan dan berbagai perbuatan keji. Dengan demikian mereka telah memberikan terealisasinya keinginan musuh Allah swt unruk melakukan kerusakan.
Wallahualam

Sajidah Istiqomah
STEI SEBI
Sumber : Al-Wafi syarah Kitab arbain An-Nawawiyah

0/Post a Comment/Comments